Mohon tunggu...
Hendradi Hardhienata
Hendradi Hardhienata Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Dr. rer. nat. Fisika Teoretik dari Universitas Linz, Austria. Anggota himpunan keilmuan: Indonesian Optical Society (INOS), Austrian Physical Society (OePG) dan Optical Society of America (OSA).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Solusi untuk Mengatasi 'Horror' Kemacetan di Pintu Gerbang Tol

24 Juli 2015   01:49 Diperbarui: 24 Juli 2015   02:04 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="kemacetan menjelang hari lebaran di pintu col cipali, sumber: KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO - ARI PRASETYO"][/caption]

 

Hari Rabu (22.07.2015) yang lalu saya dan keluarga mengalami sendiri ‘horror’ kemacetan di pintu keluar tol Cipali bersama ribuan pemudik yang membentuk ‘arus balik’ setelah berlebaran bersama keluarga besar tercinta.  Dengan menggunakan aplikasi Google Maps dan teknologi GPS dapat diketahui bahwa kemacetan di depan pintu bayar tol Cipali menjelang magbrib sudah mencapai lebih dari 14 km, bahkan pada puncak arus mudik diberitakan bahwa kemacetan di depan pintu bayar tol mencapai 20 km atau lebih!  Walaupun pintu bayar tol bukanlah satu satunya penyebab kemacetan besar di tol, disamping penumpukan kendaraan saat masuk ke rest area maupun saat beristirahat di bahu jalan, akan tetapi, kemacetan akibat bayar tol seharusnya dapat dihindari karena merupakan masalah manajemen di pintu bayar. Bagaimanapun, jalan tol seharusnya merupakan jalan bebas hambatan bukan jalan macet sehingga meminta pengguna untuk membayar tariff penuh setelah menghabiskan macet berjam di depan pintu bayar sungguh tidak sesuai dengan etika bisnis terutama pada saat saat yang istimewa seperti ini dimana pengelola harus memberikan layanan yang terbaik.

 

Meskipun pihak pengelola jalan telah membuka hingga 14 pintu gerbang, masih terjadi antrian kendaraan yang begitu parah, membuat saya bertanya-tanya sebenarnya berapa pintu tol bayar yang dibutuhkan untuk menghindari ‘horror’ ini.  Sebagai orang fisika yang sehari hari memikirkan permodelan fenomena alam, saya tidak bisa melepaskan diri dari angka angka dan estimasi kasar yang sangat berguna untuk memberikan gambaran cepat yang tentu saja harus ditindaklanjuti oleh mereka yang memiliki cukup waktu untuk melakukan observasi akurat.  Dalam fisika estimasi yang tidak serampangan namun kasar semacam ini dikenal sebagai ‘Fermi problem’ atau back-to-the-envelope- calculation yakni dengan data yang sedikit mampu menghasilkan suatu estimasi solusi yang kasar dan cepat yang dekat dengan solusi yang sebenarnya.

 [caption caption="http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/07/15/413356/JenWD6FiOv.jpg?w=668"]

[/caption]

Fermi problem ini saya mulai dengan memperkirakan berapa waktu rata rata transaksi pembayaran. Dari pengamatan saya sebelum membayar di pintu keluar tol cipali setiap kendaraan menghabiskan waktu ‘pit stop’ di gardu tol (bayar, kembalian, plus delay lain) biasanya antara 5 – 15 detik sehingga dapat diambil estimasi kasar bahwa rata rata membutuhkan waktu 10 detik. Ini artinya kalau ada 14 gerbang bayar tol ada sekitar 14 kendaraan yang dapat dilayani dalam 10 detik. Dalam bahasa fisika ‘fluks’ atau aliran rata rata keluar mobil dari gardu bayar adalah 1,4 kendaraan/detik. Logikanya sederhana, solusi yang diperlukan untuk menghindari kemacetan di depan pintu gerbang tol manapun adalah dengan menciptakan kondisi dimana fluks kendaraan yang keluar setidaknya harus sama dengan fluks kendaraan yang masuk. 

 

So, estimasi kasar lain yang diperlukan adalah menentukan berapa ‘fluks’ masuk  kendaraan. Ini sangat bergantung pada kerapatan atau densitas kendaraan. Dalam keadaan ramai lancar yang saya alami di tol cipali sebelum terjebak dalam kemacetan, kecepatan (sebenarnya lebih tepat: kelajuan) rata rata mobil saya dan pemudik lainnya menurut speedometer bervariasi antara 60 – 80 km/jam sehingga bisa diambil estimasi kelajuan rata rata total adalah 70 km/jam, yang bersesuaian dengan kira kira 19,4 meter/detik atau kita bulatkan saja sekitar 20 meter/detik (=72 km/jam). Sekali lagi dengan estimasi kasar  bahwa densitas saat itu cukup padat  jarak antar kendaraan hanya sekitar 10-15 meter, artinya ada setidaknya dua mobil menempati satu lajur sepanjang 20 meter sehingga jika ada 2 lajur aktif,  maka dengan kecepatan 20 m/s akan ada sekitar (2x2=) 4 mobil yang melintas setiap detiknya atau dengan kata lain dalam waktu 10 detik akan ada sekitar 40 mobil yang melintas menyerbu satu dari 14 gerbang bayar. Maka saya bisa bertaruh bahwa saat itu fluks rata rata kendaraan masuk adalah sekitar 4 kendaraan/detik jauh diatas fluks keluar yang hanya 1,4 kendaraan/detik!

 

Dengan selisih fluks sekitar 2,6 kendaraan perdetik dan 2 lajur aktif yang segera menjadi 3 lajur (karena ketaksabaran untuk mengantri) maka setiap detik sekitar 2,6/3 atau ambillah estimasi kasar satu kendaraan akan menumpuk di setiap lajur, maka setelah 10 menit atau 600 detik akan ada 600 kendaraan yang mengantri di tiap lajur, jika panjang plus jarak pisah rata rata setiap kendaraan adalah 7-10 meter maka dalam sepuluh menit antrian bisa mencapai lebih dari 5 km. Sekarang bisa dimengerti mengapa dalam waktu kurang dari sejam kemacetan bisa mencapai puluhan km!

 

Lalu bagaimana mengatasi persoalan ini? Kuncinya adalah dengan memperbesar fluks keluar kendaraan (kendaraan per detik). Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, menambah pintu bayar tol – ini sulit dilakukan maka salah satu solusi adalah kurangi waktu pit stop rata rata di pintu bayar dengan menggunakan lebih dari satu operator di tiap gerbang (seperti mengisi di pom bensin). Misalkan jika ada 3 operator di tiap gerbang maka waktu pit stop rata rata dapat dikurangi meskipun ini tidak terlalu efisien jika kendaraan yang berada di pit stop terluar memerlukan waktu bayar yang lama sehingga menghambat 2 kendaraan yang sudah bayar dibelakangnya. Salah satu solusi yang paling pas menurut saya adalah dengan menggunakan petugas  kasir ‘jemput bola’ dengan berbekal uang kembalian yang cukup serta membagikan struk/kartu ‘lunas’ kepada pengguna yang tinggal diserahkan ke petugas di garda (dalam keadaan darurat ini tidak perlu). Dengan tambahan 14 apalagi 28 petugas kasir jemput bola maka waktu pembayaran dapat dikurangi secara drastis. Jika seorang petugas kasir dapat melayani 6 kendaraan dalam satu menit, ini berarti 28 petugas bisa melayani 168 kendaraan dalam 60 detik itu berarti penambahan fluks keluar sekitar 168/60 atau 2,8 kendaraan/detik (lebih rendah sedikit jika delay saat memberikan struk lunas kepada petugas garda dihitung). Break even point dengan demikian bisa tercapai untuk 14 gardu bayar jika ada (estimasi kasar fluks masuk 4 kendaraan/detik)  sekitar  60 * 4 = 240 kendaraan per menit /6 = 40 petugas kasir tambahan yang disebar merata ke setiap lajur!

 

Tentu saja Fermi problem ini bukanlah suatu solusi yang akurat namun bisa digunakan untuk mengestimasi secara cepat dan kasar. Pengelola jalan tol harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat yang sudah sangat sabar mengantri di pintu bayar tol meskipun kelelahan karena perjalanan panjang dan dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan kecelakaan dan jatuhnya korban. Sudah saatnya pengelola melakukan analisis serupa namun dengan akurasi yang lebih baik misalnya menggunakan simulasi sederhana atau teknologi untuk menghitung waktu rata rata pit stop, fluks masuk dan keluar sesuai dengan observasi yang tepat dan real time! 

 

Yang jelas tidak diperlukan hitungan yang rumit untuk menunjukkan bahwa 14 pintu gerbang bayar tidak akan bisa menghindari kemacetan apabila fluks kendaraan yang masuk melebihi 1,4 per detiknya.  Belajar fisika tidak hanya mengurusi soal ujian ataupun olimpiade yang seru dan fun tetapi juga untuk menyiapkan kemampuan problem solving dengan terlebih dahulu merumuskan problem Fermi, sesuatu yang berguna di dunia kerja dan masyarakat seperti estimasi jumlah petugas tambahan saat puncak arus mudik lebaran maupun jam jam sibuk.

 

Semoga artikel ini ditindaklanjuti oleh pengelola yang berwenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun