Yang lebih kreatif adalah oknum mereka. Kadang mereka secara proaktif datang ke perusahaan untuk "survei kelayakan". Jika ditemukan sesuatu yang tidak layak, mereka biasanya memberikan nomor telepon, yang harus dihubungi oleh pengusaha jika mereka ingin "membereskan" urusan.
Belum lagi ada berbagai varian dan spesies preman; ada preman bertato, berdasi, berseragam, kadang ada juga yang berjubah. Mereka juga meminta bagian, japrem namanya; jatah preman.
--
Dan pengusaha masih beruntung bila tak bertakdir bertemu dengan LSM tertentu (tidak semuanya). Katanya sih singkatannya Lembaga Swadaya Masyarakat, namun bisnisnya adalah mencari cari celah kesalahan atau pelanggaran pihak lain; atau lembaga pencari kesalahan.
Dulu pekerjaan ini dilakukan oleh oknum wartawan, tapi sekarang wartawan kalah populer oleh mereka. Padahal menilai dan memproses pelanggaran adalah pekerjaan para penegak hukum, tapi entah mengapa daya imanjinasi mereka begitu tinggi sehingga sampai terpikirkan untuk menjadikan aktifitas ini sebagai mata pencaharian.
Belum lagi ada berbagai pihak yang merasa sudah otomatis harus mendapatkan bagian, seperti pihak-pihak yang ada di sekitar lingkungan tetangga dari perusahaan itu. Itu belum apa-apa, pas hari tertentu, misal hari raya, dari mulai tukang ojeg, tukang mie tek-tek, tukang cendol, semuanya minta THR.
---
Sakit kepala para pengusaha tak berhenti di situ. Para karyawan yang kadang datang ke tempat kerja telat, lalu kemudian main HP atau sambil telepon sana sini cari bisnis sampingan; siangnya lalu keluar dengan alasan cari makan siang, lalu datang agak sorean kemudian main facebook. Kemudian pulang lebih awal dengan berbagai alasan, juga tiba-tiba mendadak jadi pegawai yang semangat, penuh kreatifitas ketika berbicara tentang hak libur, asuransi, tunjangan, bonus, kenaikan uang jalan, uang berobat, cuti bulanan, tahunan dsb.
Dekat hari raya, pengusaha tambah sakit kepalanya; jika orang lain pada gembira karena akan mendapatkan berbagai insentif dan bonus dari pekerjaannya; pengusaha sebaliknya. Mereka menghitung-hitung berapa banyak biaya yang tiba-tiba harus "bocor besar" saat itu. Dan tiba-tiba mendadak muncul berbagai pihak yang merasa sudah otomatis harus mendapatkan THR; mulai dari hansip, tukang sampah, tukang parkir partikelir, tukang ojeg, tukang mie tek-tek, tukang cendol, semuanya minta THR.
--
Seluruh biaya-biaya ini membuat produksi barang dan jasa mau tak mau menjadi tinggi dan sulit bersaing. Sehingga negara kita menjadi negara yang berdaya saing rendah dibanding negara lain.
Negara kita saat ini bukan butuh banyak buruh. Negara kita terlalu terbiasa untuk menjadi buruh dan pencari upah. Bangsa kita lebih banyak membutuhkan para entepreneur, para pengusaha,para penyedia lapangan pekerjaan; masyarakat yang tangannya berposisi di atas; bukan tangan tangan yang menegadah dari bawah.