Faqih al-Muqaddam mematahkan pedangnya.
Nama lengkapnya Muhammad al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam. Al Faqih merupakan keturunan ke-17 dari Rasulullah Muhammad SAW. Dia dilahirkan di Tarim sebuah kota di lembah Hadramaut, Yaman pada 1178 M. Al Faqih mematahkan pedangnya setelah berkonsultasi dengan gurunya Syeh Said Al-Amudi.Dan dipilihlah tongkat sebagai pengganti dari pedang.
Hal itu dilakukan sebagai simbol berpalingnya beliau dari gaya kehidupan duniawi, mengedepankan ilmu dan amal dan menjalankan dakwah melalui tasawuf moderat. Dilain pihak, Quraish Shihab mengatakan, “ Salah satu ciri Alawiyyin dari Hadramaut adalah mematahkan pedang. Artinya mematahkan pedang, tidak akan bersikap keras. Kita tidak bersikap keras, apalagi antar-sesama muslim. Kita bersikap keras terhadap penjajah. Tapi intinya kita berdakwah dengan akhlak, dengan kalimat-kalimat yang indah dan lain sebagainya” (sumber).
Hal yang menarik dari hasil wawancara dengan Quraish Shihab, beliau mengatakan dua hal: Allawiyyindan Kita.Apa maksudnya? Allawiyyin adalah sebutan bagi kaum atau kelompok yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW. Awal terbentuknya kelompok keluarga ini dari Imam Ahmad Al-Muhajir yang hijrah dan kemudian menetap di (provinsi) Hadramaut di Yaman Selatan. Keturunan ini kemudian dikenal dengan sebutan Sayyid, Syarif dan Habib (sumber). Faqih al-Muqaddam adalah keturunan dari Imam Ahmad Al-Muhajir. Sementara Faqih al-Muqaddam dianggap “sesepuh” bagi kalangan Allawiyyin yang hijrah ke Nusantara sejak abad ke-13.
Quraish Shihab mengatakan “kita”, karena beliau juga bagian dari Allawiyyin. Beliau keturunan Faqih al-Muqaddam, keturunan Imam Ahmad Al-Muhajir dan keturunan Rasulullah Muhammad SAW yang biasa disebut dengan ahlul bait. Penandanya dengan sebutan marga atau fam SHIHAB. Berdasarkan catatan Rabithah Alawiyah, organisasi yang melakukan pencatatan ada 100 kabilah assadah alawiyah di Indonesia tetapi kini tersisa 68 fam saja. Fam Shihab diantaranya.
Keluarga ini biasa disebut Sayyid (untuk keturunan dari Sayyidina Husain) dan Syarif (untuk keturunan Sayyidina Hasan). Hasan dan Husein merupakan putra Sayyida Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abi Thalib. Gelar lain yang kemudian dinisbatkan pada mereka karena ilmu agamanya adalah sebutan Habib. Meskipun demikian tidak semua Allawiyyin ingin dipanggil Sayyid, Syarif apalagi Habib. Seperti Quraish Shihab yang lebih senang dipanggil ustadz atau pak Quraish.
Berkaitan dengan hal itu, menyematan gelar Habib pada kalangan Alawiyyin serta merta harus memegang kaidah, madzhab yang dikenal dengan sebutan Manhaj Kasru As-saif (mematahkan pedang). Suatu prinsip dasar yang diwariskan oleh Faqih al-Muqaddam kepada penerusnya. Meninggalkan cara-cara kekerasan, balas dendam dan tumpah darah dalam menjalankan dakwah ajaran Islam. Manhaj ini yang kemudian dilakoni oleh Wali Songo – yang juga Alawiyyin – dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.
Manhaj Kasru As-saif (mematahkan pedang) adalah ciri utama dari para habaib. Karena memang demikianlah titah Al Faqih yang harus dijalani oleh anak keturunannya. Al Faqih justru mengganti pedang dengan tongkat. Tongkat sebagai simbol penyangga suatu ahlak yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasulullah Muhammad SAW.
Pedang bukanlah simbol dakwah ajaran Islam dari Habaib. Justru pedang adalah simbol yang diagung-agungkan oleh bani Umayyah. Yang ditegakan sejak Yazid bin Muawiyah. Kelompok pembangkang yang membunuh keturunan Ali bin Abi Thalib. Justru bani inilah “musuh” dari kalangan ahlul bait termasuk Alawiyyin.
Jika ada Habaib yang mengagung-agungkan “pedang” perlu dipertanyakan, apakah dia dari ahlul bait atau justru turunan bani Umayyah?
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H