Amboi, Ahok sudah pasang kuda-kuda siap mengeluarkan jurus pamungkasnya. Pergub namanya. Dalam ilmu persilatan di birokrasi, Pergub (Peraturan Gubernur) adalah species dari Perkada (Peraturan Kepala Daerah). Lantaran Ahok -- ujaran generik dari Basuki Tjahaja Purnama—jabatannya Gubernur DKI Jakarta, Perkada menjadi Pergub. Jurus ini dijadikan senjata pamungkas oleh semua kepala daerah bila “berkelahi” dengan DPRD tidak berkesudahan. Bila persetujuan bersama RAPBD menemui jalan buntu. Normalnya, RAPBD disahkan lewat Peraturan Daerah (Perda). Semua Perda harus ada pembahasan persetujuanbersama antara kepala daerah dan DPRD. Jika komunikasi buntu, persetujuan bersama tak tercapai, jurus Pergub dikeluarkan.
Bagaimana tidak, Pergub dirancang dan disusun sendiri oleh Gubernur tanpa perlu pamit permisi dan minta izin dengan DPRD. Hanya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sebagai tuan guru Gubernur yang bisa membatalkan Pergub. Sebagai tuan guru, hanya Mendagri yang punya kuasa mengesahkan itu Pergub. Lantaran kuasa seperti ini, anggota DPRD sering galau, dianggap angin lalu saja. Ditinggal sendiri dari gelanggang. Proses pembahasan dan pengesahan RAPBD lewat Pergub, berpindah kantor. Dari kantor Dewan ke kantor Kemendagri yang segaligus melakukan asistensi penyusunan RAPBD.
Petuah tuan guru, jurus pamungkas itu tidak boleh disalahgunakan. Jurus itu tidak boleh jatuh ke pendekar berwatak jahat. Bisa-bisa kena kutuk batara guru. Petuah tuan guru itupun berpedoman pada kitab suci bernama UU Pemda (UU Nomor 23 Tahun 2014). Kitab itu bersabda, jurus Pergub baru boleh digunakan jika dalam waktu 60 hari Raperda APBD tidak ada kata sepakat (persetujuan bersama) antara kepala daerah dan DPRD (vide Pasal 313 ayat (1)). Ahok tidak boleh terburu-buru mengeluarkan jurus pamungkas itu. Atur nafas dan latih kesabaran. Sabar kata tuan guru, Tjahjo Kumolo.
Kata tuan guru, tunggu sampai tanggal 24 Maret 2015. Padepokan tuan guru yang bernama Kementrian Dalam Negeri akan menyerahkan hasil evaluasi RAPBD 2015 tanggal 13 Maret 2015. Hasil evaluasi berupa Keputusan Mendagri itu selanjutnya akan diserahkan kepada Tim Anggaran Pemprov DKI. Tim diminta oleh tuan guru untuk duduk berembug dengan Badan Anggaran DPRD untuk menyempurnakan kembali APBD 2015. Hanya diberi waktu 7 (tujuh) hari kerja, harus ada kata sepakat dan persetujuan bersama. Jika sampai tanggal 24 Maret 2015, tetap juga tidak mau rujuk dan akur, apa boleh buat jurus Pergub dikeluarkan. Dianggap Perda APBD 2015 tidak ada. Untuk pengelolaan keuangan (pendapatan, pengeluaran dan biaya) tahun 2015, Pemda DKI Jakarta menggunakan APBD 2014 lewat Pergub. Selanjutnya Pergub dimintakan restu (mengesahan) pada tuan guru. Sanking hebatnya ini jurus, pengesahan Mendagri sebagai tuan guru pun ada batas waktunya. Hanya dikasih tempo 30 hari kerja. Jika akhir bulan April 2015, Pergub masih mangkrak di meja tuan guru dan tidak disahkan, otomatis Pergub dianggap sah meski tidak ada restu dari tuan guru. Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenoek (Donny) bilang “Kita berharap April sudah ada dasar hukum kalau tidak ada Perda, ya pakai Pergub. Intinya, DKI harus punya APBD agar semua program bisa jalan terus," ujarHulubalang tuan guru itu (sumber)
Dalam dunia persilatan birokrasi, jurus pamungkas berupa Perkada ini sudah pernah digunakan di gelanggang lain. Setidaknya ada di dua tempat: Kabupaten Bengkalis, Riau dan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masalahnya juga serupa, kepala daerah dan DPRD tidak akur dan malas berembug perihal APBD. Tunggu punya tunggu (melatih kesabaran kata tuan guru), DPRD tidak memberi persetujuan, Bupati Bengkalis dan Bupati Kudus mengeluarkan jurus Perbup (Peraturan Bupati).
Peristiwa di Bengkalis terjadi pada tahun silam. KUA-PPAS yang sudah diserahkan ke Dewan sejak bulan Agustus 2013, sampai tanggal 13 Februari 2014 tidak juga disenggol DPRD Bengkalis. Ujungnya, Gubernur Riau sebagai tuan guru Bupati, meminta DPRD segera menyetujui RAPBD 2014. Tunggu punya tunggu sampai 6 Maret 2014, belum juga disetujui (sumber). Akhirnya Bupati mengeluarkan Perbub APBD 2014 dan disahkan oleh tuan guru, Gubernur Riau lewat SK Nomor : KPTS 118/III/2014 tentang Pengesahan APBD 2014 (sumber). Inti masalahnya, DPRD Bengkalis menggantung status persetujuan RAPBD 2014, karena beberapa anggota DPRD merajuk. Usulan mereka tentang dana aspirasi dewan sebesar Rp 120 miliar ditolak Bupati (sumber).
Lain lagi cerita di Kudus. Pembahasan RAPBD 2013 gagal terus di DPRD. Dua kali DPRD menggelar sidang paripurna selalu tidak quorum. Ditunggu sampai lewat bulan Desember 2012 tidak kunjung disetujui juga. Sementara Gubernur Jawa Tengah dan Mendagri sudah memberi peringatan, lewatnya batas waktu akhir pembahasan RAPBD. Akhirnya Bupati mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2012 tentang APBD Kudus Tahun 2013 sebagai senjata pamungkasnya (sumber).
Melalui tulisan ini, saya ingin mengigatkan tuan guru, Tjahjo Kumolo. Dalam hal APBD DKI Jakarta, yang jadi masalah bukanlah jurus pamungkas yang bernama Pergub. Pergub diterbitkan diakibatkan adanya masalah tidak adanya persetujuan bersama antara DPRD dan Gubernur DKI Jakarta. Ini sebuah kesalahan. Para pendekar DPRD dan pendekar Gubernur sama-sama salah. Orang salah harus dihukum. Hukumannya sudah pernah tuan guru sebut dalam sabda terdahulu. Sabda tuan guru lewat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 903/6865/SJ.SE tanggal 24 November 2014.Pada ayat 5, tuan guru bersabda jika kepala daerah dan DPRD tidak ada persetujuan bersama Raperda APBD 2015, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama enam bulan. Gubernur Ahok dan 106 pendekar DPRD DKI Jakarta dihukum dengan tidak dibayar hak-hak keuangan selama enam bulan. Kata hulubalang Donny “Ini menyangkut gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lain-lain. Kalau dulu, APBD molor maka DAU (Dana Alokasi Umum) ditunda atau dipotong. Kalau sekarang hak keuangan kelembagaan kepala daerah dan DPRD,” kicaunya (sumber).
Lantaran sabda tuan guru itulah, Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan 81 anggota DPRA terancam tidak gajian selama enam bulan akibat terlambat penetapan rancangan APBA tahun 2015. Dimana penetapan rancangan APBA 2015 baru ditetapkan pada akhir Januari 2015(sumber).
Dengan dikeluarkannya jurus pamungkas bernama Pergub, anggota DPRD DKI Jakarta akan kelimpungan. Bukan saja “dana siluman” akan dibuang tapi juga suara mereka diabaikan. Tidak dilibatkan dalam pembahasan RAPBD 2015. Meski begitu, di atas langit ada langit. Jurus Pergub bisa roboh dengan sekali pukul dengan putusan Mahkamah Agung (MA) jika Pergub itu dianggap tidak sah. Hanya MA yang bisa menguji kehandalan jurus Pergub. Dulu MA pernah menguji (judicial review) Pergub DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Artinya, anggota DPRD DKI Jakarta yang merajuk masih bisa mengadu ke atas langit dengan membawanya ke MA.
Untuk Ahok, tetaplah bijak dan tidak terburu-buru mengeluarkan jurus pamungkas ini. Maksud hati memukul para pendekar DPRD menjadi lumpuh dan kalah langkah. Tapi harus diingat bahwa pukulan jurus Pergub bisa menyambar diluar sasaran. Imbas pukulan dapat membawa korban lain di luar para pendekar DPRD. Contohnya, program baru dan lanjutan kususnya program tahun jamak seperti mass rapid transit (MRT) serta normalisasi sungai yang ada dalam program 2015, tertunda karena menggunakan pagu anggaran APBD 2014. Dengan Pergub, pembiayaan rutin seperti gaji, honor, mengadaan ATK dan program strategis seperti pendidikan dan kesehatan terselamatakan, namun program usulan baru dan lanjutan menjadi tertunda pelaksanaanya.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H