Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemilihan ala DPD

8 Oktober 2014   17:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:54 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412747020509312509

[caption id="attachment_364903" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Pemilihan pimpinan MPR baru saja usai. Hal yang cukup menarik dari peristiwa itu, peran DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah) sangat menentukan pertarungan dua kubu. Andai DPD tidak terlibat, dengan komposisi fraksi di DPR yang ada, kubu KMP dapat memenangkan hasil terpaut 63 suara dengan KIH. Selisih 17 suara dari peristiwa semalam, menunjukan peran suara DPD sangat menentukan. Baik bagi kubu KMP maupun kubu KIH. Jika ada yang beranggapan DPD satu kekuatan tunggal yang solid, menurut saya keliru. Anggota DPD bukan fraksi partai politik yang dapat tunduk pada perintah pimpinan atau ketua. Anggota DPD memiliki kebebasan individual yang otonom. Bebas menentukan pilihannya masing-masing. Sebagai perbandingan, saya akan menceritakan pengalaman langsung saat pemilihan pimpinan DPD pada tahun 2009.

Saya bukan anggota DPD, bukan pula anggota partai politik. Keterlibatan saya saat pemilihan pimpinan DPD pada tahun 2009, karena beberapa (5 orang) anggota DPD terpilih saat itu adalah teman saya. Saya sudah kenal dan menjalin komunikasi sejak lama jauh sebelum mereka terpilih menjadi senator. Saya diminta hadir untuk memantau proses jalannya pemilihan. Suatu pengalaman berharga yang tak akan saya sia-siakan.

Pemilihan pimpinan DPD dilaksanakan satu hari setelah pelantikan, 2 Oktober 2014. Peristiwa itu hanya puncak dari rentetan aktifitas yang sudah dirancang. Konsolidasi sudah dilakukan beberapa bulan sebelumnya. Nama-nama kandidat pimpinan DPD sudah lama digulirkan. Tidak mendadak sesaat menjelang pemilihan 2 Oktober. Bahkan pada tahun 2014 ini, saya sudah mendengar nama Oesman Sapta di bulan Februari 2014, sebelum Pemilu 4 April 2014.Inilah hebatnya anggota DPD. Mereka percaya diri. Sudah menyatakan akan menjadi pimpinan DPD padahal terpilih saja belum dalam Pemilu.

Dimanapun yang namanya pemilihan pimpinan pasti terbentuk kubu. Termasuk juga di DPD. Bedanya dengan DPR, kubu terbentuk oleh fraksi-fraksi, kalau di DPD kubu terbentuk atas kandidat (perorangan). Di DPD banyak sekali terbentuk kubu. Karena memang banyak yang berminat jadi pimpinan DPD. Walau pada akhirnya hanya ada dua kubu besar yang bertarung. Kubu terkuat saat 2009 adalah kubu Ginanjar Kartasasmita (Ketua DPD). Walau ada kubu Irman Gusman (Wakil Ketua DPD), tapi tak mampu menandingi kekuatan kubu Ginanjar. Dalam kalkulasi politik, jika Ginanjar maju kembali sebagai ketua DPD, kekuatan ini akan menang dan tak terbendung. Oleh karena itu kubu Irman Gusman merancang skenario. Pertama, melawan kubu Ginanjar tidak bisa sendiri, harus dilakukan secara kolektif. Maka diusung model paket pimpinan (mungkin bahasanya koalisi). Kedua, mengagalkan Ginanjar untuk maju sebagai calon pimpinan. Kedua skenario ini dijalankan secara paralel.

Sekitar bulan Juli 2009, Ginanjar yang saat itu memimpin rapat paripurna DPD, menyatakan mundur sebagai kandidat. Alasannya untuk memberi kesempatan kepada wajah-wajah baru. Paling tidak memberi kesempatan kepada dua wakilnya: Irman Gusman dan La Ode Ida. Walaupun faktanya, Ginanjar tetap berperan di belakan layar untuk mendorong La Ode Ida. Skenario ini berhasil membuat Ginanjar mundur. Saat itu Ginanjar disarankan untuk menjadi pimpinan MPR atau Penasehat Presiden. Jabatan yang lebih bergengsi ketimbang pimpinan DPD. Siapa yang melakukan lobi itu sehingga Ginanjar turut, tak perlu saya buka disini.

Irman Gusman bukan kandidat yang berdiri sendiri. Dia ada dalam satu paket pimpinan. Disebut paket Kebangsan. Terdiri dari 5 (lima) orang: Irman Gusman sendiri, GKR Hemas (Yogyakarta) dan Farouk Muhammad (NTB). Ketiganya menjadi paket pimpinan DPD. Namun belum putus siapa yang akan menjadi Ketua: Irman Gusman atau GKR Hemas. Ditambah paket pimpinan MPR: Aksa Mahmud (Sulawesi Selatan) dan Luther Kombong (Kalimantan Timur). Di luar kubu ini ada juga kubu La Ode Ida (Sulawesi Tenggara) dan kubu AM Fatwa (DKI Jakarta).

Konsolidasi anggota DPD sudah dijalankan sejak bulan Juni 2014. Diawali dengan pertemuan intensif kelima orang dalam paket kebangsaan. Menyamakan pandangan dan menyusun langkah-langkah. Semua momentum dimanfaatkan dengan baik. Salah satu momentum adalah peringatan hari konstitusi 18 Agustus 2009. Beberapa anggota DPD potensial pendukung diundang ke Jakarta untuk menghadiri lokakarya. Acara itu memang dilihat secara kasat mata sebagai pembekalan informal (tidak resmi) untuk anggota DPD baru. Dengan mengundang Prof. Jimly Asshiddiqie, Dr Saldi Isra dan Dr Irman Putra Sidin. Acara berlangsung selama 3 hari di hotel JW Marriot Jakarta. Pemrakarsa acara ya ketiga paket pimpinan itu. Irman Gusman atas nama Wakil Ketua DPD, GKR Hemas (Wakil ketua Pokja DPD RI) dan Aksa mahmud (wakil ketua MPR). Anggota petahana diikutsertakan Luther Kombong. Sedangkan Farouk Muhammad adalah anggota baru. Konsolidasi ini juga memperkenalkan paket pimpinan dari kubu kebangsaan.

Karena model pemilihan pimpinan DPD menggunakan perwakilan 7 (tujuh) gugus kepulauan, maka konsolidasi anggota dari 7 (tujuh) kepulaun itupun berlangsung, yang disebut kaukus. Hanya pertemuan kaukus tidak menghasilkan satu nama calon yang akan diajukan. Misalnya pertemuan Kaukus Sumatera di Batam. Masing-masing anggota berambisi maju sebagai pimpinan. Bahkan di provinsi Bengkulu sendiri, ada 2 anggota DPD yang sama-sama maju sebagai pimpinan. Hanya kaukus Kalimantan, Bali-Nusatenggara dan Papua yang kompak mengajukan satu nama calon pimpinan.

Pertemuan-pertemuan kaukus gugus kepulauan dilakukan hingga bulan September 2009. Puncaknya dilakukan di hotel Sultan Jakarta beberapa hari sebelum pelantikan. Jadi para anggota DPD sudah hadir di Jakarta, paling tidak seminggu sebelum pelantikan 1 Oktober 2009. Melakukan pertemuan-pertemuan konsolidasi. Yang saya ingat pertemuan dilakukan di hotel JW Marriot, hotel Sultan dan hotel Mulia Jakarta. Ada juga bentuknya seminar (saya lupa nama hotelnya) yang dilakukan oleh AM Fatwa.

Karena anggota DPD itu otonom, maka bebas saja mereka menentukan pilihan termasuk untuk mencalonkan diri. Misalnya di DKI Jakarta, terjadi persaingan antara AM Fatwa dan Dani Anwar (PKS). Terakhir malah Djan Farid yang hendak maju juga. Memetakan anggota DPD condong ke arah mana nanti untuk memilih, sangat sukar juga ditebak. Karena mereka semua pada dasarnya tokoh, politisi, pengusaha yang tidak bisa dengan mudah diarahkan. Mereka juga para pemain. Merasa orang yang paling berpengaruh di daerahnya. Dari anak gubernur, istri gubernur, adik gubernur sampai mantan gubernur. Banyak juga dari mantan pimpinan partai politik. Ada juga dari para pengusaha. Sanking hebatnya mereka ini, gaji anggota DPD yang berkisar 30 juta per bulan, tidak mereka ambil. Dianggap uang receh. Jadi menggunakan cara bagi-bagi uang untuk menarik dukungan seperti yang terjadi di partai-partai, tidak berlaku di DPD. Salah-salah, kita sendiri yang diberi.

Kekuatan di luar gedung DPD, juga turut mempengaruhi. Diantaranya, meskipun Ginanjar tidak lagi mencalon tapi dukungan diarahkan kepada Djan Farid dan La Ode Ide tetap dilakukan. Ginanjar mengagas acara orientasi bagi calon anggota DPD di hotel Sultan (29-31 September 2009). Pengisi materi langsung Ginanjar dan Sarwonono Kusumaatmadja. Selebihnya Ginanjar memanggil beberapa utusan provinsi ke rumahnya untuk melakukan konsultasi. Peristiwa yang paling mengejutkan, saat pemilihan putaran kedua dan sudah menyisakan 3 bakal calon pimpinan DPD. GKR Hemas menyatakan mundur sebagai calon ketua DPD dan menyerahkan kepada Irman Gusman. Peristiwa ini sangat cepat, mendadak dan tiba-tiba. Dugaan GKR Hemas mendapat telpon dari suaminya, Sultan Hamengkubowono X untuk mundur. Terkait dengan tekanan dari “Cikeas” kepada Sultan. Ancamannya, jika GKR Hemas tetap akan maju sebagai ketua (karena peluang terpilihnya sangat besar dibanding Irman Gusman), maka UU DIY tentang pemilihan Gubernur Yogya lewat DPRD akan disahkan.

Siapa saja yang dilibatkan? Bila boleh dibilang tim sukses, banyak sekali unsurnya. Masing-masing memiliki jaringan tim sukses. Ada yang menggunakan jaringan staff di sekretariat DPD untuk melakukan gerilya. Ada yang menggunakan wartawan dan humas wanita. Berpura-pura wawancara dengan anggota DPD. Apalagi yang wawancara wanita cantik. Ada yang menggunakan jaringan partai politik. Termasuk isyu dan ragam sentimen juga dimainkan. Isyu non muslim misalnya (kristen dan hindu). Isyu perempuan. Isyu kepala daerah. Dan macam-macam. Memang lobi kepada anggota DPD relatif lebih sulit ketimbang anggota DPR yang terpatok patuh dengan pimpinan partainya.

Kesimpulan saya dari pengalaman itu, kemenangan seseorang menjadi Ketua DPD seperti Irman Gusman ditentukan oleh kematangan strategi dan kelincahan taktik persidangan. Dijalankan oleh satuan tim yang kompak. Bukan dilandasi oleh kemampuan dan kapasitas personal. Bila ditengok dari pengalaman politik, masih banyak yang lebih berpengalaman ketimbang Irman Gusman. Misalnya Oesman Sapta. Bahkan dari sisi kemampuan finansial, Irman tak ada apa-apanya. Dari kemampuan akademis, pada tahun 2009 saja, ada 3 orang anggota DPD bergelar profesor.

Pengalaman ini sangat berharga bagi saya untuk menambah pengetahuan. Seperti yang pernah saya ikuti juga proses pemilihan ketua umum partai Demokrat dalam Kongres di Bandung. Dan pemilihan ketua umum partai Golkar di Pekanbaru, Riau. Pertempuran senyatanya yang kadang luput dari pengamatan pemberitaan di media massa.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun