Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia: Sejarah yang Tak Usai

17 Oktober 2014   21:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:39 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia yang tetap kokoh berdiri saat ini tidak dibangun dalam waktu semalam. Seperti kisah dalam legenda dan foklor klasik. Indonesia hari ini adalah hasil dari rentetan panjang peristiwa yang saling berbenturan dan bersinggungan. Sintesa dari proses dialektika historis yang tak pernah selesai. Sintesa hari ini akan berubah menjadi thesa baru dan menemui benturan kembali. Terus menerus berjalan demikian. Indonesia adalah bangunan sejarah yang tak pernah selesai.

Dalam rentang sejarah yang dilalui, Indonesia penuh ragam warna. Sejarah yang kompleks dan lengkap. Bahkan, dalam kurun waktu yang teramat singkat membangun peradaban, Indonesia justru memiliki sejarah yang lengkap. Bila ada kehendak belajar dengan kesungguhan, bukalah lembar demi lembar sejarah Indonesia. Belajarlah dari sejarah bangsa sendiri. Di sejarah Indonesia, kita akan menemukan ragam rupa ilmu pengetahuan. Termasuk bentuk negara, sistem pemerintahan, model konstitusi, pergolakan sosial politik dan lain sebagainya. Indonesia adalah perpustaakaan terlengkap terutama dalam rupa demokrasi.

Satu kitab yang dapat bercerita tentang sejarah bangsa dan negara ini adalah kitab konstitusi. Sesungguhnya membaca kitab konstitusi seperti membuka lembar demi lembar sejarah. Apa yang terjadi pada hari ini khususnya tentang tata pemerintahan adalah cerminan dari konstitusi yang dianut. Dan konstitusi lahir dari pergolakan sejarah. Konstitusi bukan wahyu yang bersifat sakral. Konstitusi berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan sejarah. Belajar memahami konstitusi tak lain adalah belajar mengenal sejarah bangsa sendiri.

Tak perlu merujuk pada sejarah bangsa lain untuk meniru model sistem pemerintahan presidensiil. Karena bangsa ini memiliki sejarah paling lengkap dengan model sistem presidensiil. Dengan satu kitab yang sama: UUD 1945, model sistem pemerintahan presidensiil diberlakukan setidaknya dengan 3 (tiga) model yang berbeda. Model pemerintahan Sukarno yang memiliki kekuasaan absoulut dan dapat mengangkat DPR GR sebagai lembaga legislatif. Jadi DPR tidak mutlak dipilih lewat Pemilu, karena sejarah menunjukan Sukarno pernah mengangkat DPR GR bahkan MPRS. Presiden Suharto dapat menjadikan DPR hanya sekedar tukang stempel, bahkan kekuasaan membentuk undang-undang ada di tangan Presiden. Dan saat ini dengan model yang sama, konstitusi yang sama kekuasan Presiden terbagi dengan DPR. Artinya apa yang terjadi hari ini adalah jawaban sejarah atas kekuasaan Presiden yang begitu absoulut sebelumnya.

Pilihan atas pemerintahan Presidensiil itupun adalah antitesa dari gagalnya sistem pemerintahan parlementer yang pernah kita anut. Tak perlu merujuk pada sejarah bangsa lain untuk memahami bagaimana sistem pemerintahan parlementer bekerja. Indonesia sudah pernah menerapkannya. Bagaimana Presiden Sukarno hanya menjadi simbol negara, sementara Perdana Menteri harus bertanggungjawab dengan parlemen. Tujuh kabinet jatuh bangun akibat mosi tidak percaya dari Parlemen, terutama dari Masyumi, NU dan PNI. Saban sebentar parlemen dapat merontokan kabinet bila tak sesuai dengan kepentingan partai-partai di parlemen.

Demikian pula dengan bentuk negara Republik bukanlah satu keputusan bulat dalam sidang BPUPKI. Pilihan Republik diambil melalui voting dan mengalahkan bentuk negara Monarki. Arsitek dan perancang UUD 1945 seperti Soepomo bukanlah sosok yang setia dengan “ideologi” konstitusionalisme UUD 1945. Soepomo juga arsitek dan perancang UUDS 1950 dan UU RIS, yang secara “ideologi” bersebrangan dengan UUD 1945.

Indonesia pernah hidup dalam dalam alam negara kesatuan dan federal (negara bagian). Indonesia pernah memiliki senat, fraksi utusan daerah dan DPD. Indonesia pernah hidup dalam dinamika pergolakan perang, pemberontakan, dan pembantaian. Indonesia pernah menjadi model sosialisme yang menjadi rujukan dari pelbagai negara. Indonesia pernah menjadi eksperimen CIA dalam Jakarta Operation yang kemudianstandard ini digunakan di Chile. Indonesia yang kali pertama mengumandangkan “reformasi” dan menjadi rujukan gerakan mahasiswa di Iran dan Malaysia. Bukan meniru model revolusi Bolshevik, revolusi Iran, people power Fhilipina atau restorasi Jepang. Indonesia pernah menggunakan model fasis yang berbeda dengan Musholini. Marcos atau Syah Iran. Bahkan Pancasila sekalipun berbeda dengan San Min Chu Ikonsep Sun Yat Sen dari Taiwan. Indonesia pernah takluk di Konfrensi Meja Bundar dengan Belanda. Namun dalam waktu yang berbeda, Indonesia dapat merebut Irian Barat. Indonesia pernah memiliki pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Dan dalam waktu berbeda jabatan Wakil Presiden pernah ditiadakan.

Indonesia pernah menghadiapi situasi Pemilu yang paling demokratis dengan pemilih yang masih banyak buta huruf dan tingkat pendidikan rendah. Pernah juga melangsungkan Pemilu yang hasilnya sudah dirancang di markas militer. Dan pernah juga melaksanakan Pemilu yang penuh kecurangan dan maraknya politik uang. Presiden Indonesia pernah mendirikan partai politik, membubarkan partai politik, menyatukan partai politik, mengatur partai politik dan membuat partai boneka.

Indonesia pernah menjadi negara liberal. Bahkan lebih liberal dari negara yang dianggap menganut sistem pemerintahan yang liberal. Seperti pengakuan adanya kebebasan hak warga negara untuk bertukar agama. Yang tidak ada dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Termasuk hak berdemostrasi dan hak mogok, hanya ada dalam konstitusi Rusia dan Italia, tidak ada dalam UDHR.

Peristiwa dan kejadian tersebut adalah hasil dari benturan dan konflik sosial politik yang tengah terjadi. Sebagaimana sejarah bangsa-bangsa lain di dunia ini. Tidak akan lahir House of Common di Inggris jika tidak ada protes warga pembayar pajak atas kekuasaan kaum aristokrat. Pemilihan langsung model Prancis diinisasi oleh kelahiran Majelis Konstitusi Perancis setelah revolusi 1789. Kebebasan warga di Jerman saat ini dipengaruhi oleh gagalnya republik percobaan pada tahun 20an, sejarah kelam partai Nazi dan intervensi empat negara yang membentuk konstitusi Jerman. Terbentuknya negara bagian di Amerika Serikat dan pemilihan model electoral collegetak terlepas dari hasil pertentangan dan perang saudara. Perang justru terjadi sesaat Abraham Lincoln memenangkan Pemilu dan menjadi Presiden baru Amerika Serikat (4 Februari 1861).

Peristiwa hari ini adalah hasil dari dinamika dialektika historis. Lahir dari konflik dan pertentangan. Menghasilkan rumusan baru. Buah dari akibat perisiwa masa lalu. Sebaliknya, apa yang terjadi hari ini akan menjadi menyebab kelahiran ide, gagasan dan rumusan baru di masa mendatang. Demikianlah gerak sejarah.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun