Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kapan Budi Gunawan di Non-Aktifkan?

19 Januari 2015   17:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:49 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KomjenPolisi Budi Gunawan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sekarang, tiba saatnya menguji nyali tiga lembaga negara: KPK, Kepolisian RI dan DPR RI (khususnya Komisi III). Beranikah tiga lembaga negara itu menonaktifkan Komjen Budi Gunawan dari anggota kepolisian RI?

Mengapa harus di non aktifkan? Jawabnya: agar Presiden Joko Widodo dapat mengusulkan calon Kapolri baru untuk kembali meminta persetujan DPR. Karena hanya dengan status non aktif, syarat calon Kapolri akan gugur. Sebagaimana Pasal 11 ayat (6) UU 2/2002 yang berbunyi “ Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier “. Rumusan norma dalam pasal ini tidak membatalkan atau menggugurkan seorang calon Kapolri yang telah menyandang status tersangka, terdakwa atau terpidana. Sehingga desakan dari pelbagai pihak, agar Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan karena sudah menyandang status tersangka, tidak beralasan hukum. Bila itu terjadi, salah-salah Presiden Jokowi bisa dianggap melanggar hukum.Tidak ada alasan hukum, untuk membatalkan atau menggugurkan pencalonan Kapolri karena sudah berstatus tersangka. Bahkan telah menjadi terpidana sekalipun dengan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Presiden tidak dapat menggugurkan pencalonan seorang Kapolri. Dalam syarat pencalonan Kapolri, tidak terkait dengan hukum pidana. Seorang dinyatakan bersalah atau tidak bersalah oleh putusan pengadilan. Jadi menurut pendapat saya, asas praduga tidak bersalah tidak relevan dikaitkan dengan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Asas praduga tidak bersalah merupakan ranah hukum pidana, sedangkan syarat pencalonan Kapolri ranah hukum tata negara. Dalam hal ini UU No.2/2002 yang dijadikan acuan.

Pihak yang dapat menonaktifkan anggota kepolisian ada pada Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian. Untuk kasus Komjen Budi Gunawan, sanksi menonaktifkan atau pemberhentian sementara dijatuhkan oleh atasan langsung. Dalam hal ini pelaksana tugas Kapolri Komjen BadrodinHaiti. Dasar yang digunakan, Komjen Budi Gunawan sebagai anggota Polri telah melakukan pelanggaran. Pelanggaran yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 berupa melanggar sumpah/janji anggota kepolisian dan/atau kode etik profesi kepolisian. Salah satu kalimat dalam lafal sumpah atau janji dalam Pasal 23, “bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, danmartabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan sayasendiri, seseorang atau golongan”.Sedangkan rumusan kode etik profesi kepolisian tertuang dalam Keputusan Kapolri nomor 14 tahun 2011. Dengan rumusan dalam Keputusan Kapolri itu, Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian menyandarkan diri pada Pasal 35 ayat (1) PP 1/2003, “Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode EtikKepolisian Negara Republik Indonesia”.

Preseden yang bisa dijadikan acuan, ketika Mabes Polri menonaktifkan tiga orang polisi yang sudah berstatus tersangka dan tengah diperiksa oleh KPK. Pada tanggal 1 Agustus 2012, tiga orang polisi yang menyandang status tersangka kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM yaitu Brigjen DP, AKBP TR, dan Komisari LGM (sumber). Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Boy Rafli mengatakan setelah penetapan sebagai tersangka, tiga polisi tersebut sudah tidak dibebankan tugas. Hal ini dilakukan agar proses penyidikan dan kasus berjalan dengan lancar. Jika ditilik dari hukum pidana, seorang yang dinyatakan sebagai tersangka belum tentu bersalah. Namun dalam kode etik profesi kepolisian, sudah dianggap sebagai pelanggaran, oleh karenanya yang bersangkutan di non aktifkan.

Lalu apa hubungannya dengan DPR? Pada kasus yang sama, yakni kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM, anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsudin pernah meminta agar Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo segera menonaktifkan Irjen Djoko Susilo dari posisinya sebagai Gubernur Akademi Kepolisian."Alangkah eloknya nonaktif sementara, kan ini akan lebih baik, jadi tidak ada kesungkanan untuk memeriksa," kata Didi Irawadi Syamsudin (sumber). Hal serupa diteriakan oleh politisi PDIP, Ahmad Basarah. "Saya setuju agar Kapolri (Kepala Kepolisian Republik Indonesia Timur Pradopo) segera menonaktifkan DS (Djoko Susilo), dari jabatannya sebagai Gubernur Akpol (Akademi Polisi)," kata Basarah. Anggota Komisi III itu menawarkan dua pertimbangan terhadap Kapolri, untuk memberikan sanksi tersebut.Pertama, katanya, penyidik KPK yang berasal dari kepolisian akan sungkan memeriksa seniornya. "Kedua, agar Akpol tidak terseret, dan terkena dampak politisnya dalam kasus yang sedang dialami Djoko Susilo itu," katanya (sumber). Sebelumnya Djoko Susilo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 27 Juli 2012.

Selanjutnya apa hubungannya dengan KPK? Dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e UU No. 30 tahun 2002, disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK berwenang “memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya”. Kalimatnya tegas bukan menghimbau tetapi memerintahkan. Dalam hal ini memerintahkan Plt Kapolri Komjen BadrodinHaiti untuk memberhentikan sementara Komjen Budi Gunawan dari jabatannya.

Komjen Budi Gunawan yang sudah menyandang status sebagai tersangka, sudah dapat di non aktifkan atau diberhentikan sementara dari jabatan dan tugasnya di kepolisian. Pertimbangan lainnya, bila perwira tinggi aktif diperiksa oleh penyidik KPK yang sebagian besar dari kepolisian, akan ada hambatan psikologis. Dari segi kepangkatan, penyidik KPK tidak ada yang berpangkat Komjen atau Irjen. Penonaktifan Komjen Budi Gunawan, memiliki dasar hukum yang kuat baik menggunakan UU KPK, UU Kepolisian, PP 1/2003 maupun Keputusan Kapolri 14 /2011. Dan sudah ada preseden sebelumnya.

Tinggal sekarang menunggu keberanian Mabes Polri, menggelar sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian untuk menjatuhkan sanksi penonaktifan Komjen Budi Gunawan. Menunggu keberanian Komisi III DPR yang sebelumnya nyaring bersuara, untuk menonaktifkan anggota kepolisian yang sudah menyandang status tersangka. Dan menunggu keberanian KPK menggunakan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU No. 30 tahun 2002, yang memerintahkan Plt Kapolri memberhentikan sementara Komjen Budi Gunawan dari jabatannya. Bila keberanian itu tidak muncul, patut diduga tiga lembaga negara ini mengesampingkan supremasi hukum. Dan lebih mengutamakan kepentingan politik semata.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun