Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Abraham Samad Dapat Dipidana

28 Januari 2015   01:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_393761" align="aligncenter" width="558" caption="Abraham Samad Dapat Dipidana / (nasional.kompas.com)"][/caption]

Dengan merujuk pada tulisan Rumah Kaca Abraham Samad yang ditulis Sawito Kartowibo, muncul pertanyaan apakah Samad dapat dikenakan tuntutan tindak pidana? Jawabnya: Bisa !. Diluar dugaan Samad telah melakukan pelanggaran etika profesi Pimpinan KPK. Tentang pelanggaran etika, sudah saya tulis di Praperadilan KPK dan Abraham Samad. Tetapi ini baru sebatas dugaan. Soal salah benar biar pengadilan yang memutuskannya. Sebelum mengulas dugaan tindak pidana, terlebih dahulu kita lihat kembali tulisan Sawito untuk menemukan terjadinya peristiwa tindak pidana.

Dalam tulisan Sawito dijelaskan Samad melakukan pertemuan pertama pada bulan Februari 2014. Pertemuan dengan dua orang petinggi PDIP senior dan petinggi PDIP junior di suatu apartemen di depan sebuah mall dan pusat perbelanjaan Pasific Place yang berlokasi di Sudirman Central Business Jakarta. Dalam pertemuan itu Samad mengatakan “ Saya akan bantu kalau ada kasus Emir Moeis, Emir …kan sudah dibantu hukumannya tidak berat?” . Inilah peristiwa tindak pidana yang dimaksud.

Perbuatan Samad itu telah melanggar Pasal 36 ayat (1) joPasal 65 UU KPK. Pasal 36 ayat (1) berbunyi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun”. Apakah pelanggaran ini disebut tindak pidana? Jawabnya: Ya. Sebagaimana Pasal 65 UU KPK “Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggarketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidanadengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”.

Sekarang kita lihat unsur-unsurnya yang terdapat dalam Pasal 36 ayat (1).Unsur pertama, Pimpinan KPK. Pada bulan Februari 2014, Samad masih menjabat sebagai pimpinan KPK; Unsur kedua, mengadakan hubungan langsung dengan pihak lain. Samad bertemu langsung dengan dua orang petinggi PDIP (maksudnya pihak diluar KPK). Unsur ketiga, ada hubungannya dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. Baik kita coba urai dahulu. Emir Moeis yang disebut oleh Samad dalam pertemuan itu adalah kader PDIP. Sedangkan yang ditemui Samad adalah petinggi PDIP. Hubungan kedua pihak ini, sama-sama orang PDIP. Pada bulan Februari 2014, KPK sedang menangani perkara Emir Moeis. Penjelasan lanjutannya seperti ini:

Tugas KPKmelakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (vide pasal 6 huruf c UU KPK). Tugas KPK ini melampaui tugas kepolisian yang sebatas penyelidikan dan penyidikan. Dengan kata lain, tugas KPK merupakan gabungan dari tugas kepolisian dan tugas kejaksaan. Makanya dalam penuntutan, pejabat yang menanganinya disebut Jaksa KPK bukan Jaksa Penuntut Umum.

Pada bulan Februari 2014, KPK sedang menangani perkara Emir Moeis pada tahap penuntutan. Tahap ini dianggap selesai atau sudah tidak lagi ditangai oleh KPK, setelah Jaksa KPK membacakan tuntutan pada terdakwa didepan pengadilan. Pada perkara Emir Moeis, Jaksa KPK membacakan tuntutannya pada tanggal 10 Maret 2014. Oleh Jaksa KPK, Emir Moeis dituntut dengan hukuman 4 tahun 6 bulan dari ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Terlepas dari apakah berkas tuntutan itu diintervensi oleh Samad atau tidak dengan menyakatan “kan sudah dibantu hukumannya tidak berat?”, menyebut nama Emir Moeis pada pertemuan itu sudah dianggap melakukan tindak pidana. Sebab perkara Emir Moeis saat diucapkan oleh Samad pada bulan Februari 2014, sedang ditangani oleh KPK. Angaplah saat itu petinggi PDIP bertanya pada Samad “apa kabar Emir” dijawab oleh Samad “baik-baik saja” sudah dianggap melakukan tindak pidana. Sebab menyinggung perihal terdakwa yang perkaranya sedang ditangani KPK.

Tinggal selanjutnya dibuktikan di depan pengadilan, apakah peristiwa yang ditulis oleh Sawito itu benar-benar terjadi atau hanya karangan. Dengan menghadirkan setidaknya dua orang saksi yang melihat, mendengar atau mengalami langsung peristiwa itu. Karena perkara ini bukan tindak pidana korupsi, maka alat bukti berupa rekaman elektronik tidak bisa dijadikan alat bukti. Kekuatannya hanya pada keterangan saksi yang membenarkan terjadinya peristiwa tersebut. Dan karena peristiwa ini bukan tindak pidana korupsi, maka pihak yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah Polri. Jika Polri dalam proses penyelidikan mampu memperoleh setidaknya dua keterangan saksi, maka Samad sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka. Pertanyaannya: siapakah dua orang petinggi PDIP yang ditulis Sawito itu yang dapat dijadikan saksi? Tahapnya tentu Polisi akan memanggil terlebih dahulu Sawito. Jadi soal, akun Sawito di Kompasiana tidak terverifikasi, yang berarti identitasnya tidak diketahui oleh admin Kompasiana. Jika Sawito (anggaplah ketemu orangnya) tidak dapat membuktikan tulisannya itu, Samad dapat menuntut Sawito dengan pasal pencemaran nama baik.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun