"Aku walikota Suroboyo. Iki wakil walikota Suroboyo. Hei... sopo sing nginjak harga diri Suroboyo, aku mungsune karo Cak Ji (Saya walikota Surabaya bersama wakil saya, Cak Ji (Armuji). Hai, siapa yang mau menginjak harga diri Surabaya, kami musuh kalian).
Awakmu minggat saka Suroboyo sing adoh. Aja ngincak nang Suroboyo maneh. Ayo saiki mulih kono, ngalih... (Sudah sana pergi yang jauh. Jangan pernah menginjak tanah Surabaya lagi. Cepat, segeralah pulang, pergilah...).
Suroboyo iki guyub, gotong-royong, minggato soko suroboyo. Minggato saiki. Ayo, ngalih-ngalih... (Surabaya itu damai, toleran, suka bahu-membahu. Pergilah dari Surabaya sekarang juga. Pergi. Pergi...)!"Â
Dengan suara lantang, walikota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan hal itu kepada para 'perusuh' yang mencoba membuat ketidaknyamanan warga kotanya. Ia turut serta memarakkan drama (teatrikal) tentang kondisi pasar rakyat tempo dulu.
History of Rujak Cingur (dipilih menjadi tema utama dalam gelaran yang disajikan apik di pelataran Balaikota Surabaya, Minggu pagi 19 Mei 2024. Tempat penyelenggaraan Festival Rujak Uleg Surabaya (FRUS) ke-20 kali ini.
Maklum, sebagai Kota Pahlawan, teatrikal yang diangkat nuansanya tak jauh dari simbol peristiwa 10 November 1945. Keharmonisan warga kotanya jangan sampai menjadi hilang, tercerai-berai karena ada pihak luar yang mencoba mengacaukannya.
Beda Konsep
Gelaran FRUS pada penyelenggaraan kali ini memang tidak lagi digelar di tempat biasanya, di daerah Kembang Jepun. Jalan sekitar tempat bersejarah, Jembatan Merah.
Tempat yang dikenal sebagai kawasan pecinan tempo dulu, yang dalam kekinian disebut area Kya-Kya. Hal itu terkait dengan proyek Revitalisasi Kota Tua, yang rencananya juga akan diresmikan pada HUT Kota Surabaya tepat pada 31 Mei 2024 mendatang.
Secara umum, kegiatan di pusat kota yang dalam info resmi berlangsung mulai pkl. 7 pagi ini berlangsung dengan tertib. Kalau soal berjubel, itu sudah pasti dan masih dalam kondisi wajar. Tidak nampak suasana saling berebutan, cari tempat, cari posisi terbaik.
Barangkali masih banyak juga warga yang sudah 'trauma' dan terlanjur kecewa dengan kegiatan yang dilakukan tahun 2023 lalu. Sudah membludak, molor hingga malam, dan menonton dari balik pagar besi (baca DI SINI).
Jumlah peserta untuk gelaran kali ini mencapai 564 orang. Dibagi masing-masing 4 orang setiap tim. Ya, sedikit menurun karena terkait luasan tempat dan durasi pelaksanaan acara.
Mereka berasal dari beragam komunitas seperti sekolah/perguruan tinggi, instansi (bank, hotel) serta OPD (organisasi perangkat daerah) di lingkup Pemkot Surabaya.
Tentu yang menarik adalah kostum peserta yang ditampilkannya. Ada yang mengangkat tema lokal-tradisional (Jawa, Minahasa), etnik (Cina, Arab, Eropa), atau yang genre kekinian (modern). Banyak warga yang mengabadikan lewat kamera atau ponsel miliknya. Tentu saja dari barrier luar arena, yang dijaga oleh Satpol PP.
Ragam Acara
Sebelum momen yang ditunggu dimulai, kegiatan ini juga diselingi dengan peragaan busana atau fashion show. Tematik yang ditampilkan adalah 'Akulturasi Budaya Surabaya',  dengan mengusung empat konsep berbeda. Antara lain Surabaya European Style, Surabaya Oriental Looks, Surabaya Ampel's Fusion, dan Surabaya Local Pride.
Ada 64 OPD yang ikut berpartisipasi di dalamnya. Nah, untuk kostum nuansa khas asli Surabaya, ditampilkan berdasarkan kreativitas peserta. Misalnya, ada yang memperagakan penjual sayur, pedagang burung, atau kostum mirip pahlawan W.R. Supratman, dengan biola khas-nya.Â
Acara ini makin hidup dengan kerancakan lagu yang disajikan oleh komunitas Musik Alang-Alang, yang di antaranya terdapat jebolan idol, yang dikenal dengan grup Klanting (personilnya saja karena grup-nya sudah vakum). Sajian live musik-nya mengiringi jogedan para peserta lomba rujak uleg.
Diawali dengan penandaan mengulek bersama di cobek raksasa berukuran 2,4 meter yang dihadirkan di tengah arena panggung utama. Setelah itu hasil kreasi para tamu kehormatan tadi dibagikan kepada penonton yang setia berjubel di bawah terik mentari.
Di tengah penantian para warga yang ingin mencicipi, bersamaan dengan itu diumumkan juga para pemenang lomba. Baik berupa fashion show ataupun kreasi rujak uleg, yang sebelumnya telah dipersiapkan dan dilakukan penjurian. Hadiahnya berupa uang pembinaan dan aneka voucher dari sponsor.
Mengutip laman resmi, Disbudporapar (Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga, serta Pariwisata) sebagai penanggung jawab acara terkait kegiatan dalam rangka menyambut HUT ke-731 Kota Surabaya ini. Telah disediakan seribu lebih porsi rujak uleg. Di antaranya 731 buah di paper bowl, 500 porsi dari cobek raksasa, serta ratusan porsi lainnya dari peserta.
Pantas saja tak seragam. Pengunjung ada yang dapat di wadah beralas piring kertas, daun pisang, foam, atau besek (anyaman bambu). Rupa-rupa tapi yang penting isinya :).
Ah, beruntung, kali ini bisa mencicipi hasil ulegan dari cobek raksasa panggung utama. Dibawakan langsung dari yang punya gawe tadi dan sebagian besar lainnya diantar oleh petugas yang membantu.
Bumbunya menyatu warna coklat kehitaman (karena ada petis), di-urap (dicampur) dalam satu wadah. Rasanya maknyus, pedas tapi mantabs. Bumbu kacangnya terasa, tidak dihancurkan sampai halus.
Isinya ada beberapa irisan buah pepaya, nanas, dan kedondong. Sayurnya ada kecambah, kacang tanah, kangkung. Lauknya ada irisan tahu, tempe. Tak lupa dengan irisan lontong. Dan yang pasti adalah cingur, sebagai ciri khas-nya. Meski irisannya kecil-kecil, tetap nikmat karena cenderung lunak.
"Maaf, ya, gak ada sendoknya..."
Gak apa-apa, Mas. Terima kasih, yang penting dapat, hehehe...
Surabaya, 19 Mei 2024
Hendra Setiawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H