Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Dinasti atau Dinasti Politik; yang Terpenting Orang Jahat Jangan Sampai Berkuasa

25 Oktober 2023   19:10 Diperbarui: 25 Oktober 2023   19:15 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur dari https://www.ngopibareng.id/read/indonesia-adalah-untuk-kaesang-gibran

Dapatkah orang hitam mengubah warna kulitnya, atau harimau menghilangkan belangnya? Tentu tidak! Begitu juga kamu yang terbiasa berbuat jahat, tidak akan mungkin berbuat baik.

 

Isu utama dalam dinamika politik yang berhembus santer dan menjadi efek bola salju kini merujuk pada nama Joko Widodo (Jokowi), sang presiden RI, yang pada saat ini berkuasa. Kehadirannya membawa bumbu tak sedap bagi kemunculan dua putra kandungnya.

Pertama, Gibran  Rakabuming Raka, namanya langsung moncer dan akhirnya didaulat secara resmi untuk diusung menjadi pasangan Prabowo Subianto untuk maju mendampinginya sebagai cawapres (calon wakil presiden). Kedua, Kaesang Pangarep, yang baru beberapa hari mendaftar menjadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), tetiba diangkat menjadi ketua umum.

Ada kosakata baru yang cukup menarik untuk disimak terkait peristiwa ini. Pemberitaan media menyebutnya dengan "Politik Dinasti". Nah, apakah pengertian itu sama dengan "Dinasti Politik"?

Tangkapan layar berita google (capture 25/10/2023 - 18.10)
Tangkapan layar berita google (capture 25/10/2023 - 18.10)

Kalau dalam tata bahasa Indonesia, kedua istilah yang dipakai itu dikenal dengan "Hukum D-M atau M-D". Diterangkan-Menerangkan atau sebaliknya, Menerangkan-Diterangkan.

Tentu saja bolak-balik kata itu punya term, pengertian yang berbeda. Sehingga jika ada penulis atau jurnalis yang salah menuliskannya, walaupun maksud penjabarannya betul, maka pondasi cara berpikirnya menjadi rapuh.

Secara teori dalam ilmu politik, tentu ada pengertian yang dimaksud. Kalau rujukan nama pakar berbeda, pengkalimatannya juga bisa berbeda. Namun demikian, ada beberapa poin yang memiliki kemiripan.

Politik Dinasti 

Secara sederhana kalau Politik Dinasti itu merupakan proses terjadinya peralihan atau regenerasi kekuasaan, yang dalam arti sempit ruang lingkupnya ada pada keluarga secara turun-temurun. Meskipun dalam alam demokrasi, hal itu berlangsung wajar  melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat.

Mengapa ini bisa terjadi? Logika berpikirnya simpel saja, penguasa lama tentu punya kekuatan elit politik yang lebih kuat jika ia diperbandingkan dengan calon penguasa baru. Kalau kekuatan elit politik itu sangat kuat, mendapat loyalitas dari pendukung yang militan, dan juga sumber dana yang berlimpah, maka tahulah sendiri ending-nya. Kekuasaan yang berjenjang, turun-temurun, gampang dipraktikkan dengan tanpa menghilangkan nilai demokrasi yang ada.

Pendek katanya, jika ada bapak, ibu, anak atau siapapun dalam sebuah keluarga, jika ia mau meneruskan kepemimpinan sebelumnya melalui sistem demokrasi yang ada, asalkan  mendapatkan dukungan suara yang signifikan dari masyarakat pemilihnya, itulah yang disebut Politik Dinasti.

Apakah di Indonesia ada contohnya? Ada cukup banyak nama yang bisa disebut dan dari daerah mana (silakan gogling sendiri). Tapi tak sedikit di antaranya terjerat dalam pusaran kasus korupsi.  Misalnya, seorang istri atau anak digadang-gadang menggantikan posisi suami yang tak bisa lagi mencalonkan diri di pilkada berikutnya.

Dinasti Politik

Politik Dinasti, kalau yang muncul adalah orang-orang yang baik, jujur, punya komitmen tinggi untuk kesejahteraan bersama, barangkali tak terlalu menjadi masalah besar. Orang masih bisa menerima dan memaklumi. Bahkan mungkin sangat mendukung.

Nah, yang jadi persoalan utama adalah ketika yang dijumpai adalah sebaliknya. Politik Dinasti jatuh ke tangan yang salah. Lingkaran kekuasaan hanya beredar di lingkungan keluarga. Memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya. Pada saat inilah, kekuasaan harus dilawan dan dihentikan.

Di sinilah letak bedanya pengertian Dinasti Politik. Ia adalah sebuah reproduksi kekuasaan yang dilakukan secara 'primitif'. Kenapa? Sebab di ruang kekuasaan itu yang diandalkan adalah faktor kekerabatan, keturunan dari kelompok penguasa.

Dinasti Politik merupakan imbas, sebab-akibat dari terjadinya Politik Dinasti yang sedang dibangun. Dengan Dinasti Politik, orang yang memiliki kekuasaan bisa menyediakan jalan, atau memberikan akses kemudahan kepada keluarga atau kerabatnya untuk bisa menduduki pos-pos atau jabatan strategis tertentu melalui rekrutmen yang dilakukan penguasa.

Penyimpangan Demokrasi 

Praktik kenegaraan (baik di tingkat pusat atau daerah) yang pada akhirnya mengerucut kepada Politik Dinasti sebenarnya adalah sebuah penyimpangan dari sistem demokrasi yang sehat. Bisa jadi di sinilah 'titik lemah" demokrasi yang ada. Ada celah yang bisa dimasuki, tanpa dianggap melanggar aturan yang ada (hukum tertulis).

Menghilangkan praktik Politik DInasti yang buruk, tentu saja tak mudah. Justru jalan terjal yang ditemui, karena bisa jadi hal ini sudah berlangsung sangat lama dan menjadi warisan abadi. Mengakar kuat hingga perlu alat potong yang amat tajam.

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) punya analisa beberapa model Politik Dinasti yang ada di tanah air (sumber: Didik Gunawan Suharto dkk., "Pilkada, Politik Dinasti, dan Korupsi, 1997).

Pertama, model arisan. Ini merupakan model kekuasaan yang menggumpal dalam satu trah keluarga yang berjalan turun-temurun. Hal ini banyak dijumpai pada jabatan Lurah atau Kepala Desa.

Kedua, model lintas kamar. Artinya ada pembagian atau cabang kekuasaan. Misalnya, dalam satu keluarga, ada yang menjadi Walikota/Bupati. Anggota keluarga yang lain menduduki posisi sentral di DPRD atau di sektor lain di pemerintahan.

Ketiga, model lintas daerah. Model ini mengisyaratkan adanya anggota keluarga yang menjadi pemimpin daerah tidak di satu wilayah yang sama. Ia bisa ada di sembarang tempat, namun sebenarnya masih punya darah kekerabatan yang sama.

Demokrasi Sehat nan Cerdas

Namanya kekuasaan itu sensitif. Sejarah cukup banyak mengulasnya. Terlebih misalnya di era Nusantara ketika masih berdiri banyak kerajaan. Ambisi kekuasaan seseorang bisa mengorbankan sebanyak-banyak penduduknya.

Terjadinya Dinasti Politik, pertama-tama adalah sarana melanggengkan kekuasaan untuk melindungi kepentingan yang sedang dirancang. Gagasan awal itu tidak boleh mengalami kemerosotan, atau bahkan punah dalam sekejab hanya gegara gagal mempertahankan kekuasan mayoritas yang diraih sebelumnya.

Pada prinsip dasar seperti ini, tentulah pantas untuk dipahami. Dasar dan bangunan yang baik dan belum selesai dalam satu masa pemerintahan, harus bisa dilanjutkan oleh kepemimpinan berikutnya yang punya visi-misi yang sama atau setingkat pemahamannya.

Namun jika Dinasti Politik kemudian mengarah pada jalan yang berbeda dan berubah haluan, maka itu pantas untuk dihentikan. Tak ada ruang bagi penguasa yang hanya berambisi melanggengkan kepentingan pribadi dan kelompok terdekat dalam lingkaran kekuasaan yang dibangunnya.

Tentu, pilihan itu akhirnya kembali berpulang pada rakyat sebagai pemegang suara tertinggi dalam prinsip hidup berdemokrasi.  Tapi, yang pasti, supaya kehidupan demokrasi kita makin bernas dan sehat, maka cerdaslah dalam memilih calon pemimpin bangsa.

Ia berpotensi meneruskan gagasan kebaikan dari kepemimpinan sebelumnya yang pro kesejahteraan bersama? Ataukah calon penguasa yang terindikasi hanya ingin menjadikan kekuasaan sebagai alat membangun trah kepentingan elite pribadi?

25 Oktober 2023

Hendra Setiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun