Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Persoalan Hak Cipta pada Foto Olahan Artificial Intelligence

19 Juli 2023   17:10 Diperbarui: 25 Juli 2023   13:49 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aplikasi edit foto populer seperti Photoshop buatan Adobe, banyak dipakai oleh para fotografer atau editor gambar. Kemampuannya cukup mumpuni dan dianggap mudah untuk dipergunakan. Walaupun di sisi lain ia membutuhkan perangkat dengan kemampuan daya simpan yang dibutuhkannya cukup besar.

Namun kini, berkat kemajuan teknologi “kecerdasan buatan” alias Artificial Intelligence (selanjutnya disingkat AI), aplikasi tersebut banyak mendapat saingan. Terang-terangan, fungsi-fungsi dasar yang amat diperlukan dalam menghasilkan foto yang bagus, mampu dilakukannya.

Misalnya saja, mempertajam kualitas foto yang agak goyah alias blur. Menghapus objek foto yang menganggu keberadaan foto utama. Atau bahkan mengganti latar depan atau latar belakang dari foto yang ada. Termasuk memberi warna pada foto jadul yang masih hitam-putih. Dan banyak lagi yang lainnya.

Hal-hal yang kalau secara teknis, sudah bisa dikategorikan pada kemampuan kelas menengah. Bukan lagi pemula alias tingkat dasar. Bisa jadi menuju pada skill expert atau kemampuan mahir.

Perbandingan foto asli dan olahan AI dengan pilihan rainbow, sun rise, dan violet (dok. foto pribadi) 
Perbandingan foto asli dan olahan AI dengan pilihan rainbow, sun rise, dan violet (dok. foto pribadi) 

Jelas sangat menguntungkan keberadaan aplikasi pemrograman foto seperti ini. Tidak perlu susah-susah belajar editing foto. Bahkan yang tidak tahu dan belum pernah menggunakan sama sekali, pun bisa memanfaatkan aplikasi semacam ini.

Tentu saja, pengguna cukup memahami aturan atau perintah dasar yang disuguhkan lewat aplikasi yang ditawarkan tadi. Kebanyakan memang dalam versi bahasa asing (Inggris). Namun kini, berkat kemudahan teknologi pula, bisa dipilih versi yang mempergunakan bahasa lokal (Indonesia). Jadi cukup simpel. Tak bisa bahasa asing, tinggal klik ubah bahasa.

Kecanggihan dan keunggulan aplikasi pengolah foto AI online ini juga memanjakan banyak penggunanya. Bisa mempergunakan fasilitas gratisan (free), atau memilih yang berbayar (langganan). Soal kemampuan sebenarnya sama. Namun yang free ada pembatasan dan secara kualitas di bawah yang berbayar.

Nah, siapa yang tak suka dengan model begini? Gampang dan tak merepotkan!

Kemudahan edit foto dengan bantuan AI; tinggal klak-klik saja sudah beres (dok. pribadi)
Kemudahan edit foto dengan bantuan AI; tinggal klak-klik saja sudah beres (dok. pribadi)


Konflik Hak Cipta

Tentu saja, di balik kemampuan teknologi AI yang cerdas dan cukup menyenangkan seperti itu, terselip persoalan lain yang menghadangnya. Apalagi kalau bukan persoalan “Hak Cipta” atas karya foto yang dihasilkan.

Kalau pada sesi Lomba Foto, secara umum ada “aturan umum” soal hasil foto seorang fotografer. Biasanya editan minor yang masih diperkenankan hanyalah sebatas cropping (pemotongan gambar sekitar 10-20 persen dari foto utuh). Lalu ada pengaturan ulang dari cahaya dan warna (kecerahan dan kontras). Foto yang dianggap sama dengan mata manusia; bukan hasil tangkapan layar lensa (yang terkadang hasilnya tidak identik).

Nah, hasil karya semacam ini –pasca penyuntingan- masih bisa dianggap sebagai karya cipta seorang photographer. Lebih dari itu, dia adalah seorang photosopher (editor foto yang memanipulasi dari foto aslinya), haha....

Lantas bagaimana dengan karya foto yang dibantu pengolahannya oleh aplikasi AI? Pekerjaan manual oleh foto digital yang dulu bisa memakan waktu berjam-jam itu, kini bisa selesai dalam hitungan detik semata. Karya siapa pada akhirnya jika sudah begini?

Teknologi AI adalah hal yang baru di dunia, dan termasuk Indonesia. Secara hukum, belum ada yang mengaturnya. Hukum positif dibuat ketika AI belum lahir. Maka, apakah simpulan sederhananya adalah bilamana terdapat suatu hak yang timbul atas penggunaan AI tersebut, hak itu akan melekat pada orang yang mengendalikan AI tersebut.

Dengan kata lain, hasil karya dari orang yang mengoperasikan AI, Hak Cipta itu melekat pada dirinya. Sama dengan suatu karya yang dibuat oleh seseorang, dia akan dapat disebut sebagai pencipta (kreator).

Namun yang perlu ditegaskan juga, persoalan ini juga terdapat pembatasan dan perkecualian. Misalnya metafile, karya awal, hasil pertama dari foto yang dimaksud semata-mata memang dibuat oleh si pemegang Hak Cipta yang sah.

Artinya, orang yang mengolah foto lewat bantuan AI, foto tadi adalah benar-benar miliknya sendiri. Bukan mengolah foto milik orang lain atau yang bersifat common use (foto yang kepemilikannya bisa dipakai semua orang).

Bagaimanapun juga teknologi AI mengandung “DNA” dari karya orang lain. Data itu dikumpulkan oleh mesin dan dipakai oleh orang lain yang bukan pencipta atau pemegang hak cipta. Karya paripurna yang dihasilkan tidak bisa dianggap sebagai sebuah original atau kebaruan.

Bagaimana menurut Anda?

Hendra Setiawan

19 Juli 2023

Bacaan: Kompas,  Kliklegal

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun