Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Vibes Natal, Toleransi dan Moderasi Beragama: Fragmen Kota Kita

27 Desember 2022   18:00 Diperbarui: 27 Desember 2022   17:59 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: MettaNEWS/Adinda Wardani

 

Semarak Natal 2022 di Surakarta alias Solo, memberikan inspirasi bagi daerah lain untuk "meniru" alias mengikuti jejaknya. Di kota yang dipimpin  Gibran Rakabuming Raka ini, sejak awal bulan Desember sudah memberikan kado spesial buat warganya, terutama umat kristiani.

Masyarakat umum dapat menikmati keindahan berbagai pajangan hiasan lampion dan ornamen Natal yang ada di sekitaran Balaikota. Lampu hias dan pernak-pernik untuk pohon Natal dan lampion berwarna-warni itu turut dipasang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, mulai dari bundaran Gladag hingga Pasar Gede Solo.

Sumber: MettaNEWS/Adinda Wardani
Sumber: MettaNEWS/Adinda Wardani

 "Jadi ngiri kepengin ke Solo" begitu spontanitas yang muncul kala berita ini cepat tersebar di grup WA dan menjadi perbincangan kala bertemu muka. Tak heran, jika Surakarta bisa masuk dalam 10 kota paling toleran 2021 versi Setara Institute, yang diumumkan pada Maret 2022 silam (sumber).

Lampu hias berbentuk pohon Natal dan bintang di pucuknya, terpasang di sekitar jalan Monumen Bambu Runcing (foto: dok. pribadi)
Lampu hias berbentuk pohon Natal dan bintang di pucuknya, terpasang di sekitar jalan Monumen Bambu Runcing (foto: dok. pribadi)

Natalan di Surabaya

Seakan tak mau kalah dengan Surakarta, ibukota provinsi Jawa Timur ini juga melakukan hal yang sama. Meskipun gebyarnya mungkin masih belum sesemarak yang ada di Solo tersebut. Masih sebatas pada pemasangan dekorasi dan lampu hias bernuansa Natal. Belum ada panggung terbuka yang diisi dengan pentas lagu pujian bernuansa rohani.

Pajangan itu baru dipasang pada pertengahan bulan Desember. Beberapa titiknya ada di pelataran depan Balaikota Surabaya, yang dulu jadi tempat bermain air buat anak-anak. Ada pula di daerah Balai Pemuda alias Alun-Alun Surabaya. Jalan menuju ikon Monumen Bambu Runcing, serta kawasan legendaris Jalan Tunjungan.

Tampilan ornamen Natal menghiasi wajah pelataran depan Balaikota Surabaya. Pohon Natalnya baru terpasang jelang perayaan Natal (dok. pribadi)
Tampilan ornamen Natal menghiasi wajah pelataran depan Balaikota Surabaya. Pohon Natalnya baru terpasang jelang perayaan Natal (dok. pribadi)


Melansir sumber situs resmi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, pemasangan ornamen Natal ini adalah bentuk baru yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagai wujud komitmen Pemkot Surabaya dalam menjaga semangat toleransi dan keharmonisan untuk menghormati umat beragama yang ada di dalamnya.

Kawasan Alun-Alun Surabaya tampak lebih cantik dalam suasana ornamen Natal yang menyertainya (dok. pribadi)
Kawasan Alun-Alun Surabaya tampak lebih cantik dalam suasana ornamen Natal yang menyertainya (dok. pribadi)

Membangun Moderasi Beragama

Sejak 2019 lalu, Kementerian Agama (Kemenag) punya misi khusus mempromosikan soal "Moderasi Beragama". Hal ini dilatarbelakangi menjamurnya ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama. Problem yang rentan dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini.

Moderasi beragama sendiri adalah cara pandang dalam beragama secara moderat. Sebuah bentuk pemahaman dan pengamalan ajaran agama dengan tidak ekstrem; baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.

Ekstrem kanan adalah kutub yang sangat kaku dalam beragama. Memahami ajaran agama dengan membuang jauh-jauh penggunaan akal. Artinya, ia menutup mata perkembangan realitas yang ada dan cenderung menghasilkan pemahaman yang tekstual.

Sebaliknya, ekstrim kiri justru sangat longgar dan bebas. Kebebasan tersebut tampak pada ajaran yang terlalu memberikan porsi lebih pada akal atau realitas dalam memahami sebuah permasalahan. 

Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menjadi moderat bukan berarti tidak memiliki militansi atau tidak sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agamanya.

Pernak-pernik ornamen Natal menghiasi kawasan publik Balai Pemuda. Siapapun bisa menikmatinya (dok. pribadi)
Pernak-pernik ornamen Natal menghiasi kawasan publik Balai Pemuda. Siapapun bisa menikmatinya (dok. pribadi)

Toleransi dari Hati

Dari pengertian di atas, bukan berarti kota yang didaulat menjadi "Kota Toleran" (termasuk Surabaya) tidak ada riak di dalamnya. Ambil contoh paling terbaru "kasus" di Kota Pahlawan ini melalui tangkapan layar berita di bawah ini.

Kolase berita jelang Natal 2022 di Surabaya (sumber media: tertera)
Kolase berita jelang Natal 2022 di Surabaya (sumber media: tertera)


Berita di atas oleh media online ditayangkan pada tanggal 24 dan 25 Desember 2022. Menjadi hari yang sama ketika umat kristiani hendak menjalankan kegiatan ibadah malam Natal dan Natal.  Polarisasi atas sikap dan perilaku yang berseberangan.

Surabaya"Kota Toleransi", walau digaungkan, dipromosikan di satu sisi. Tetapi di sisi lain, ada sekelompok massa melakukan tindakan sebaliknya; getol menyuarakan paham intoleransi.

Sekecil apapun bahaya intoleransi yang muncul di lapisan masyarakat, patut ditekan agar jangan sampai eksis dan mampu memengaruhi yang lainnya. Kelompok masyarakat yang sebenarnya tak paham benar dan hanya sekadar jadi pengikut. Tak mampu untuk mengkritisi mana yang benar dan tidak. 

Jangan pernah sediakan ruang sesempit apapun buat kelompok anti kebhinnekaan untuk berkembang di NKRI. Suatu saat, ia bisa menjadi duri dalam daging, musuh dalam selimut.

Toleransi dan moderasi beragama, sesungguhnya berasal dari hati yang tulus murni. Perbanyaklah pergaulan dengan mereka yang berbeda keyakinan. Sambut mereka sebagai kawan, jangan dijadikan lawan. 

Makin banyak hubungan di luar lingkaran yang eksklusif menjadikan kita mampu memahami dan menikmati indahnya keberbedaan. Berbeda untuk saling melengkapi dan menghidupi.

Tiada lain, gejala intoleransi patut diredam, semisal dengan cara:

1. Berani melangkah keluar dari lingkaran komunitas yang eksklusif menuju pada yang inklusif. Alias perluas pergaulan dari pertemanan yang itu-itu saja. Melihat lebih luas yang terjadi di luar, agar cara pandang kita makin melebar dan besar. Tujuannya agar tak melulu melihat dari sudut pandang sendiri dan menjustifikasi bahwa yang di luar sana itu salah dan pantas dimusuhi.

2. Keluar dari zona nyaman dari lingkaran terdekat memang bukan hal yang mudah. Tapi bukan berarti tak bisa. Minimal, mau membuka hati untuk menerima perbedaan. Perbedaan itu tidak serta merta dianggap sebagai lawan yang harus disingkirkan. Tetapi sebagai pelengkap untuk saling menghidupkan.

 Belajar Menerima Perbedaan dan Saling Menghargai

"Dik, tolong fotokan, ya? Sambil menunggu teman ibuk belum datang," kata seorang wanita yang sedang berolahraga sepeda. Kami tak saling kenal. 

Minggu pagi itu (25/12/2022), kami bertemu di halaman Balaikota Surabaya. Sudah nampak berdiri megah di sana hiasan ornamen pohon Natal supergede, dengan aneka hiasan yang tergantung. Cantik! Jelas baru terpasang beberapa hari, karena sebelumnya ia tidak ada di sana.

Tanpa canggung, wanita berjilbab usia 60-an ini langsung bergaya dengan latar belakang ornamen pohon Natal. Beberapa pose (gaya) dicoba. Mencari tampilan foto yang terbaik.

Kebahagiaan Natal buat semua orang yang menerimanya (dok. pribadi)
Kebahagiaan Natal buat semua orang yang menerimanya (dok. pribadi)

Sayang, tak ada kerlap-kerlip lampu yang menghiasinya. Lampunya sudah dipadamkan, entah jam berapa; malam kemarin atau dini hari tadi. Tapi tak mengapa, lebih jelas terlihat bentuk aslinya.

Ia tidak sendiri. Di tempat-tempat lain yang terpasang hiasan bernuansa Natal, juga jadi sasaran objek foto. Jeprat-jepret baik sendiri atau berpasangan, atau beramai-ramai. Bahagia bersama dalam sentuhan dokumentasi yang abadi.

Ya, vibes Natal di Surabaya tahun ini lebih terasa. Indah, dan sayang jika terlewatkan begitu saja. "Maafkan, ya, sahabat, rencana ke Solo-nya batal. Ups... :)"

Hendra Setiawan

27 Desember 2022

Catatan:
- Fragmen: cuplikan atau petikan (sebuah cerita, lakon, dan sebagainya); bagian dari keseluruhan 
- Vibes: hal atau keadaan tertentu yang dapat memengaruhi perasaan atau suasana hati seseorang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun