Berita di atas oleh media online ditayangkan pada tanggal 24 dan 25 Desember 2022. Menjadi hari yang sama ketika umat kristiani hendak menjalankan kegiatan ibadah malam Natal dan Natal.  Polarisasi atas sikap dan perilaku yang berseberangan.
Surabaya"Kota Toleransi", walau digaungkan, dipromosikan di satu sisi. Tetapi di sisi lain, ada sekelompok massa melakukan tindakan sebaliknya; getol menyuarakan paham intoleransi.
Sekecil apapun bahaya intoleransi yang muncul di lapisan masyarakat, patut ditekan agar jangan sampai eksis dan mampu memengaruhi yang lainnya. Kelompok masyarakat yang sebenarnya tak paham benar dan hanya sekadar jadi pengikut. Tak mampu untuk mengkritisi mana yang benar dan tidak.Â
Jangan pernah sediakan ruang sesempit apapun buat kelompok anti kebhinnekaan untuk berkembang di NKRI. Suatu saat, ia bisa menjadi duri dalam daging, musuh dalam selimut.
Toleransi dan moderasi beragama, sesungguhnya berasal dari hati yang tulus murni. Perbanyaklah pergaulan dengan mereka yang berbeda keyakinan. Sambut mereka sebagai kawan, jangan dijadikan lawan.Â
Makin banyak hubungan di luar lingkaran yang eksklusif menjadikan kita mampu memahami dan menikmati indahnya keberbedaan. Berbeda untuk saling melengkapi dan menghidupi.
Tiada lain, gejala intoleransi patut diredam, semisal dengan cara:
1. Berani melangkah keluar dari lingkaran komunitas yang eksklusif menuju pada yang inklusif. Alias perluas pergaulan dari pertemanan yang itu-itu saja. Melihat lebih luas yang terjadi di luar, agar cara pandang kita makin melebar dan besar. Tujuannya agar tak melulu melihat dari sudut pandang sendiri dan menjustifikasi bahwa yang di luar sana itu salah dan pantas dimusuhi.
2. Keluar dari zona nyaman dari lingkaran terdekat memang bukan hal yang mudah. Tapi bukan berarti tak bisa. Minimal, mau membuka hati untuk menerima perbedaan. Perbedaan itu tidak serta merta dianggap sebagai lawan yang harus disingkirkan. Tetapi sebagai pelengkap untuk saling menghidupkan.
 Belajar Menerima Perbedaan dan Saling Menghargai