Bagi gereja-gereja yang jumlah jemaatnya "besar". Ambil contoh seperti Gereja Katolik di Jakarta (yang selalu dapat "jatah" peliputan berita) atau level sedikit di bawahnya . Bisa disaksikan bahwa di sana akan terdapat tambahan tenda yang berada di sekitar bangunan gedung utama gereja.
Halaman parkir yang ada di sekitar area tempat ibadah, biasanya akan disulap menjadi tempat tambahan untuk pelaksanaan ibadah malam Natal dan Natal. Tentu saja jumlah jemaatnya akan membludak. Lebih dari ibadah minggu-minggu biasa pada umumnya. Overload, over capacity, itu pasti!  Lha wong namanya juga hari raya.
Mudik ala Kristen
Jika umat muslim di Indonesia punya tradisi mudik waktu lebaran, untuk umat kristiani mudiknya tentu terkait dengan perayaan Natal yang disambung dengan Tahun Baru. Jadi otomatis pengunjung alias umat yang datang beribadah Natal, jelas jumlahnya akan meningkat pesat. Bisa 1,5-2x, atau mungkin juga lebih dari kehadiran pada saat 'normal'-nya.
Para perantau, pulang kembali ke rumah orang tuanya. Berkumpul bersama dengan keluarga besarnya. Beribadah bersama di gereja pada saat Natal tiba.
Nah, dengan bertambahnya umat inilah, biasanya panitia Natal atau pengurus gereja mempersiapkannya sejak dini. Mereka menyewa tenda dan kursi paling tidak seminggu lamanya. Booking ini sudah terjadi 1-2 bulan sebelumnya. Jadinya, paling lambat sudah terpasang di lokasi pada H-1 tanggal 23 Desember, hingga dibongkar pada 2 Januari.
Kalau tidak demikian, tenda dan kursi ini akan dipakai oleh penyewa yang lain. Selain itu, daripada 'capek dan ribet' bongkar pasang seperti itu (meskipun bisa lebih mengirit biaya karena itungan harian), maka sekalian saja pemasangannya. Entah ada acara lagi atau tidak di selang tanggal sewa tersebut.
Dilematis Aturan
Memang sih, dilihat dari tujuannya, ada sisi baiknya. Biar umat bisa berkumpul, masuk semua di satu tempat. Beribadah di dalam gedung gereja. Tidak ada yang berada di luar, yang mungkin juga jadi tidak nyaman dan bisa khusyuk dalam mengikuti ibadah.
Bagaimanapun, jika bisa berada di satu ruangan yang sama, auranya akan berbeda bila dibandingkan berada di tempat terpisah. Apalagi jika hanya bisa menyaksikan lewat layar tambahan. Entah itu dengan perangkat LCD atau TV. Sama halnya beribadah dengan cara streaming (online) dan onsite (hadir langsung).
Mendadaknya aturan dari pemerintah ini tentu berimbas pada perencanaan kegiatan gereja yang sudah jauh-jauh hari dipersiapkan. Bukan sekadar soal gampang, dengan cara menambah jam ibadah misalnya. Namun juga terkait pada personal yang menjadi 'petugas' dalam rangkaian atau prosesi ibadah itu sendiri.