Bad news is good news (berita buruk adalah berita baik). Rasanya jargon pemberitaan media bernada sumbang itu, perlu dikalahkan dengan pemberitaan kabar-kabar yang baik. Menyambut Idul Fitri 2022, beberapa media berperan dalam menghantarkan kabar baik itu menjadi viral. Lewat unggahan ulang di media sosial tentunya, sebagai cara yang paling cepat.
Pernak-pernik kabar baik ini sayang jika dilewatkan begitu saja. Saya hanya mengambil beberapa di antaranya sebagai dasar penulisan. Berita di media itu ditayangkan pada awal Mei 2022. Juga mengambil beberapa sumber lain sebagai pelengkap.
1. Paket ketupat Lebaran
Ketupat Lebaran adalah istilah untuk pemberian bingkisan Lebaran yang diberikan oleh umat Katolik Gereja Santo Yohanes Ciamis, Kampung Kerukunan, Lebak, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Provinsi yang menurut indeks toleransi-nya termasuk yang cukup rendah pada tahun-tahun belakangan ini.
Namun, di sini ada yang disebut "Kampung Kerukunan", yang sebelumnya di-launching oleh bupati Ciamis. Disebut demikian karena di kompleks ini terdapat 4 (empat) tempat ibadah yang berdampingan. Ada Masjid, Gereja, Kelenteng dan Litang Konghucu.
Uniknya, pemberian bingkisan kepada warga muslim di sekitar gereja ini (1/5/2022) justru melibatkan generasi cilik sebagai “bintang”. Anak-anak Bina Iman ini sejak dini sudah mendapat didikan yang cukup baik. Soal keberagaman, toleransi, hidup bersama dengan mereka yang berbeda keyakinan.
Pada menjelang Lebaran 2022 ini, anak-anak ini secara bersama-sama belajar membuat ketupat dan opor ayam. Dari mulai membuat kulit ketupat, memasukkan beras, memasak opor ayam, telur dan sambal kentang.
Setelah itu semua selesai, paket tersebut dimasukkan ke keranjang. Kemudian dengan menyusuri jalan dan gang-gang yang ada, mereka (bersama para pembimbing dan orang tua) membagikannya kepada warga, terutama umat muslim yang ada di sekitar gereja.
2. Tradisi “Ngejot” di Bali
Bali, pulau yang eksotik ini terkenal karena keramahtamahan penduduknya. Soal kehidupan toleransi beragama, jangan ditanya lagi. Provinsi ini kerap mendapat rating tinggi dalam indeks toleransi beragama di tanah air.
Walaupun agama Hindu Bali menjadi mayoritas penduduknya. Namun ada tradisi baik yang terjaga di saat Lebaran tiba.
Secara khusus hal ini nampak pada kehidupan warga Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Mereka memiliki tradisi cukup unik, yaitu “ngejot" atau "pengroah”. Di sini, warga akan membagikan makanan kepada tetangga sekitar rumahnya (1/5/2022).
Walaupun bentuk sedekah, beramal atau memberikan sesuatu ini bisa ditujukan kepada orang yang lebih tua, sesepuh, tokoh agama. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah mengutamakan tetangga terlebih dulu.
Warga membawa makanan ini dengan cara di-“suun” (ditaruh di atas kepala). Isinya bermacam-macam, seperti lauk-pauk, jajan dan ikan, serta buah. Semua itu ditempatkan pada sebuah wadah yang bernama talam (nampan).
Ngejot adalah sebuah tradisi leluhur umat Islam di Bali sebagai sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada sesama saudara dalam memupuk kebersamaan. Kebersamaan dalam membangun toleransi antarumat beragama. Dalam bahasa lokal disebut "menyamabraya".
3. Sholat di pelataran gereja
Hal klasik di kota Malang, Jawa Timur adalah ketika tempat untuk sholat Ied (2/5/2022) di masjid dan halaman sekitarnya tak lagi mampu menampung umat. Maka, pelataran Gereja tua Kayutangan (nama aslinya Gereja Katolik Hati Kudus, berdiri 1905) menjadi alternatifnya.
Memang, jarak antara Masjid Agung Jami Malang dengan Gereja Kayutangan ini hanya terpaut sekitar 150 meter. Namun kesibukan juga terihat di tempat ini sejak pagi (atau malam sebelumnya).
Saat badan jalan raya di depan kedua tempat ibadah ini sudah tak mampu menampung luberan jamaah yang hadir, menginisiasi gereja untuk membuka pintu lebar-lebar. Terutama ditujukan kepada jamaah perempuan untuk mengikuti sholat bersama di halaman gereja. Pihak gereja juga menyediakan alas tempat sholat bagi yang membutuhkannya.
Tradisi ini berlangsung sudah cukup lama. Kecuali dua tahun belakangan karena masa pandemi. Sebuat potret kebersaman, hidup berdampingan dalam kerukunan, walaupun berbeda keyakinan. Seakan mengikis kesan sumbang pada penetapan Malang sebagai “Halal City”.
4. Tradisi sambutan ucapan selamat Idul Fitri
Senin pagi (2/5/2022), warga muslim di kawasan Pringgondani, Caturtunggal Depok, Sleman, sedang melaksanakan sholat Ied di jalan kampung. Namun pada saat yang bersamaan, umat kristiani sudah bersiap-siap menanti. Dengan berdiri berjajar, mengenakan baju/busana rapi, seakan menanti usainya doa bersama itu.
Tradisi baik warga kampung ini konon sudah lama dilakukan. Dua tahun terakhir hilang karena situasi pandemi Covid yang melanda negeri ini. Pesan kebhinnekaan ini terasa kuat sekali. Bahwa kerukunan umat beragama menjadi kekuatan yang saling melengkapi dalam hidup bersama.
Buat apa ada pertengkaran? Buat apa ada permusuhan? Buat apa saling curiga? Bukankah hidup bertetangga dengan rukun dan damai itu lebih mengasyikan?
Menjaga Spirit Perdamaian
Sebenarnya ada banyak potret indah yang lain. Misalnya doa yang khusus ditujukan kepada umat muslim agar bisa merayakan Idul Fitri dengan berbahagia. Lagu "Selamat Hari Lebaran" yang dinyanyikan oleh pemuka/umat beragama nonmusllim. Penjagaan parkir dan lokasi sholat Ied oleh pecalang di Bali, para pemuda gabungan beragam gereja. Dan banyak lagi cerita baik yang lain, dalam kesederhanaan yang bisa dilakukan sekalipun.
Kiranya pesan-pesan perdamaian, spirit yang sudah dibangun dengan aneka ragam dan cara masing-masing ini, bisa makin menguatkan kebersamaan kita. Walaupun sebagai satu bangsa, memiliki perbedaan suku, bahasa, adat, budaya, dan agama di dalamnya. Semua itu justru menjadi kekuatan untuk melangkah bersama.
Momen indah potret-potret kehidupan yang sejatinya sudah lama rukun, sejuk, harmoni seperti di atas, kiranya itu bisa terus dijalankan. Bukan hanya sebatas seremoni hari besar keagamaan semata. Namun yang lebih penting adalah kehidupan keseharian. Tetap memperhatikan dan peduli kepada tetangga, tanpa perlu membedakan agama dan keyakinannya apa.
Spirit sosial dalam agama yang berbeda, tentulah ada persamaannya dalam hal ini. Tak perlulah mengedepankan ayat-ayat perang. Konteksnya sudah jauh berbeda. Justru ayat-ayat yang menebar suasana harmoni, hidup dalam kebersamaan, pesan damai dan cinta. Itu semua bisa menyurutkan paham-paham radikalisme dan intoleransi. Musuh bersama di negeri Pancasila yang berbhinneka ini.
Lebaran, "sampun lebar". Ucapan Idul Fitri dalam bahasa Jawa ini berarti sudah selesai, usai. Kembali lagi menjadi manusia yang baru. Lupakan segala persoalan masa lalu yang mengganggu keharmonisan. Kembali fitri, fitrah pada jatidiri insani yang mau untuk berbagi dan memahami perbedaan. Kunci penting dalam membangun cita-cita bersama.
Selamat berlebaran 2022. Selamat Idul Fitri 1433 H. Salam harmoni dan toleransi...
4 Mei 2022
Hendra Setiawan
*) Bacaan: detik1, detik2, grid, sindonews, krjogja
**) Artikel terkait:
Ucapan Selamat Lebaran dalam Bahasa Daerah, Memperkuat Rasa Cinta Nusantara
Tradisi Unjung-Unjung Lebaran, Hari Pendidikan dan Momentum Kembalinya Kebersamaan
Momen Haru Liputan "Uwu" ala Kompas TV, You Make We Happy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H