Ilmu psikologi menyebutnya dengan katarsis, yaitu upaya pelepasan emosi negatif dengan cara yang positif. Menulis puisi termasuk bagian dari katarsis tersebut.
3. Kritis terhadap persoalan
Kenyataan umum dalam pergaulan, ada candaan yang menyatakan kalau untaian kalimat yang ada dalam puisi makin abstrak, berarti itu puisi yang sesungguhnya. Hahaha.... tentu saja tak bisa digeneralisasi begitu. Jenis Puisi Lama dan Puisi Baru (modern) punya gaya pembahasaan dan penceritaan yang berbeda. Â
Puisi tidak melulu bicara soal keindahan cinta atau sesuatu yang absurd, di awang-awang. Puisi juga melatih keberanian untuk bersikap lebih kritis terhadap beragam kejadian secara riil.
Kalau melalui artikel atau opini, gagasan itu perlu diuraikan panjang lebar, dari beragam sudut pandang. Maka dengan puisi, gagasan itu bisa angsung menuju pada poin utamanya (pokok persoalan yang muncul dan gagasan alternatis solusinya).
4. Latihan kepercayan diri dalam menulis
Puisi-puisi pendek juga bisa menjadi langkah awal bagi seseorang untuk berani keluar dari zona nyamannya. Ia bisa memulai langkah menjadi penulis dengan banyak genre.Sebab, ada kalanya gagasan tadi tak bisa semata cukup disajikan dalam beberapa baris atau bait.
Ada kalanya gagasan itu perlu dijelaskan secara lebih mendalam, detil. Menguraikan ada persoalan apa saja yang muncul dan perlu menjadi perhatian. Dan pada akhirnya memberikan jalan keluar (langkah solutif) sebagai ending dari tulisan tersebut.
5. Menempa kepribadian
Ciri khusus dari penulisan puisi adalah ia tidak hanya melibatkan akal pikiran, tapi juga soal hati, rasa, emosional. Menulis puisi sesungguhnya adalah kolaborasi antara bentuk kemampuan berpikir kritis dan berempati terhadap situasi sosial lingkungan sekitar.
Menuangkan pemikiran dan perasaan akan kejadian-kejadian nyata dalam bentuk puisi bermanfaat memperteguh sisi kemanusiaan. Â Tentu, hal ini akan mendorong terbentuknya kualitas manusia yang punya kepribadian yang baik.