Paskah tahun ini disambut meriah dan antusias oleh umat. Tentu saja, sebab sudah dua tahun sejak pandemi terjadi, banyak gereja yang meliburkan aktivitas yang melibatkan banyak massa. Kebanyakan memilih dengan cara streaming, online.
Ketika pelan-pelan dibuka, pun masih juga dibatasi jumlahnya. Tak semua orang boleh datang. Terutama bagi para lansia dan anak-anak. Padahal di dua kategori umur ini yang kelihatannya paling rajin dalam beribadah.
Menyambut Paskah tahun ini, di sebagian gereja yang telah "menormalkan" aktivitasnya. Itu artinya, tampilan semacam paduan suara, drama mini menyambut Paskah juga bisa kembali dilakukan.
Bahkan saking (karena) antusias dan rasa rindunya setelah sekitar dua tahun tak menginjakkan kaki di gereja, ada jemaat yang dengan haru dan berucap penuh syukur bisa kembali beribadah di tempat yang sama. "Sudah kangen, puji Tuhan, bisa datang lagi beribadah."
Paskah dan Fenomena Semesta
Minggu Paskah yang jatuh pada 17 April 2022 kali ini juga terasa lebih istimewa. Sebab fenomena alam Bulan Purnama Merah Muda (Pink Moon) turut menyinari Bumi pada kurun Sabtu (16/4) hingga Senin (18 April) pagi.
Memang di mana istimewanya bulan purnama ini? Â Ya, Gereja dalam menetapkan jatuhnya Minggu Paskah itu terkait pula dengan fenomena semesta ini. Paskah akan jatuh pada hari Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada atau sesudah 21 Maret (vernal ekuinoks;Â titik balik matahari). Jadi apabila bulan purnama itu jatuh persis pada 21 Maret, maka Paskah ditetapkan pada Minggu berikutnya.
Jadi kalau ada warga jemaat (umat krisitiani) yang tahun ini kembali merayakan Paskah dini hari dengan mengadakan pawai obor, suasananya paginya bakal lebih asyik. Berjalan berkeliling dari masing-masing dusun/RT, menyusuri jalan secara berbarengan menuju gereja. Ini bersamaan dengan masa bulan yang tampil bulat sempurna. Ah, sebuah kenangan masa lalu...
Paskah sebagai Titik Awal yang Baru
Jika pada Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Sunyi, umat sepertinya berada dalam masa duka, maka Minggu Paskah pagi itu terbitlah sukacita. Sesi kesedihan telah lenyap. Kini yang ada hanyalah kegembiraan semata.
Kalau merujuk bahasa atau sapaan yang dipakai oleh gereja di Timur, kata-kata yang dipakai untuk menyambut Paskah adalah "Christos Anesti!", yang artinya "Kristus bangkit!". Itu diucapkan oleh pemimpin umat. Sedangkan sambutannya adalah "Alithos Anesti!", yang artinya "Benar/Sungguh, Ia telah bangkit!".
Paskah sebenarnya bisa dikatakan sebagai hari raya umat kristiani yang terbesar, terpenting, teristimewa. Lebih dari hari-hari raya lainnya. Jantung iman Kristen terletak pada perayaan Paskah ini. Sebab dari sini pula, titik berangkat penetapan hari-hari raya lainnya dimulai.
Karena Paskah pula, maka pada hari Minggu, orang-orang Kristen pergi ke kebaktian, ibadah, atau misa. Pada dasarnya mereka sedang merayakan Paskah. Merayakan kebangkitan Kristus, yang menurut kesaksian Alkitab menjadi hari pertama dalam pekan yang baru. Sehingga tanpa adanya Paskah, kekristenan tidak akan ada.
Paskah 2022, Momentum Kembalinya Semangat dan Harapan
Pandemi Covid-19 memang agak melandai kini. Tapi berita-berita yang mengulas adanya varian baru, masih juga berdatangan. Kondisi seperti ini bisa menimbulkan kecemasan yang tak akan habisnya.
Sama seperti datangnya Paskah kali ini yang akhirnya bisa dirayakan kembali secara tatap muka, onsite. Ada semangat yang kembali muncul. Ada harapan baik yang telah datang. Semoga datangnya sukacita menyambut Paskah ini bisa terus terjaga...
Â
17 April 2022
Hendra Setiawan
*) Sebelumnya:
Puisi:Â Sudah Selesai bagi-Mu, Belum bagi Kami
Artikel: Disebut "Trihari" Suci Paskah, tapi Mengapa Jumlahnya Jadi Empat Hari?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H