Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi Seksualitas: "Ini Demo atau Open BO?"

12 April 2022   18:00 Diperbarui: 12 April 2022   18:04 3009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di Gedung MPR/DPR RI di Senayan, Jakarta pada hari Senin (11/4/2022). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan wacana tiga periode masa jabatan Presiden dan wacana penundaan Pemilu 2022.

Kalimat di atas merupakan intisari dari berita utama yang terjadi kemarin. Namun, di luar topik utama ini, ada pernak-pernik kisah lain yang juga menjadi isu utama yang tak kalah gaungnya.

Pertama, soal Ade Armando, dosen FISIP Universitas Indonesia yang juga menjadi pegiat sosial. Ia babak belur menjadi korban pengeroyokan, walaupun berada di pihak yang sama dengan para pendemo.

Tentu saja ini hal yang aneh dan tidak logis. Baik secara kronologi peristiwa dan para pelakunya. Maka dugaan adanya para penyusup yang mendomplengi aksi mahasiswa bisa jadi benar adanya. Namun tentu saja kebenaran akan hal ini butuh proses identifikasi lebih lanjut oleh pihak yang berwajib.

Kedua, yang sama-sama menjadi "viral" adalah beredarnya foto-foto mahasiswi yang yang memegang poster. Sebenarnya ini juga hal yang wajar. Namun, menjadi viral lantaran isinya yang yang menyerempet pada isu "sensitif" (pornoaksi). Sehingga pembaca tidak lagi melihat esensi aksi besarnya, namun pada isi tulisan yang dimaksud.

Hal yang patut disayangkan adalah tulisan pada poster yang dianggap tidak mencerminkan mahasiswa sebagai orang yang terpelajar, terdidik (pendidikan tinggi). Jadi terkesan murahan dengan bahasa yang dipergunakannya.

Membaca Literasi Seksualitas dalam Demo Mahasiswa

Benar memang, tiap generasi punya pemikiran zamannya sendiri. Kisah "perseteruan cara pandang" lintas generasi "zaman old" versus "zaman now" kerapkali memang tidak sambung dalam penalaran dan logika.

Salah benar bisa menjadi bias di benak masing-masing. Tergantung pada isi otak yang menyampaikan dan yang menerima informasi tadi. Mengolahnya dalam logika dan mengapresiasinya sebagai sesuatu yang bernalar baik atau buruk.

Dari sudut kebahasaan, tulisan yang dibuat oleh adek-adek mahasiswa/i ini sebenarnya bisa saja dipandang dari segi makna denotasi atau konotasi (denotatif atau konotatif). Menampilkan kesesuaian apa adanya atau hanya sekadar kiasan belaka (bukan realita sesungguhnya.

Bisa jadi, kalimat yang dipertontonkan cuma hiperbola alias melebih-lebihkan dari hal yang sebenarnya bukan seperti itu. Atau hanya untuk kesesuaian rima dari diksi (pilihan kata) yang dipakai. Seperti orang menuliskan sebuah "puisi terikat".

Namun terlepas dari penyampaian diksi yang dipakai tersebut, demo sekelas mahasiswa, tapi jika istilahnya "selera rendahan", ya jangan salahkan juga pihak penerima pesannya. Alih-alih mereka ikut bersimpati, justru sindiran menohok datang. "Kalian mau demo atau mau open BO (Booking Out)?"

Malahan ada kesan lain yang muncul. Ikut demo sebagai ajang pansos (panjat sosial alias mengikuti trend), bahan konten medsos (media sosial) dan lain-lain. Asal bisa dianggap sebagai kaum terpelajar yang berkontribusi dan berpihak pada persoalan masyarakat dan bangsa.

Ada baiknya, bahasa yang dipakai bisa lebih santun dan beradab. Bukan sekadar untuk aksi "lucu-lucuan" dalam menyampaikan aspirasi lewat ragam tulisan yang ditampilkan.

Tidak ada larangan untuk menampilkan kesan jenaka supaya bisa gampang tersorot media. Tetapi yang diperlukan adalah cara mengolah ragam kata itu sekreatif mungkin. Bukan sekadar mengandalkan sisi sensualitas atau adaptasi kesan tubuh yang vulgar. Supaya mahasiswa (i) jangan sampai terkesan "murahan banget gitu, lho...."

12 April 2022

Hendra Setiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun