Analogi Cerita
Anggaplah begini. Di sebuah kantor, ada orang yang senangnya pada lagu-lagu lawas, tempo dulu. Karena usianya sudah senior, masa hidupnya sesuai dengan masa keluarnya lagu-lagu tadi.
Tapi di situ, juga ada anak-anak muda, yang lebih yunior. Jelas soal selera musik dan lagu-lagu yang akrab di telinga juga berbeda.
Kalau dua generasi ini sama-sama berada dalam dunianya sendiri. Mendengar selera musik sesuai dengan masanya sendiri, tak akan terjadi apa-apa.
Namun akan terjadi gesekan ketika misalnya, si senior lantas membunyikan secara keras lagu-lagu kesukaannya. Turut bernyanyi di dalamnya. Enjoy menikmatinya.
Tetapi dalam pendengaran si yunior, suaranya jelek, fals, tak sesuai kunci nada, dan seterusnya. Mengganggu bingits...
Nah, suatu saat ada yunior yang protes. Tapi karena merasa kalah usia dan kalah power, permintaannya tidak segarang jika dilakukan pada rekan sebayanya. “Pak, tolong dong, volume musiknya dikecilkan.”
Sejurus dengan itu, si yunior malah seakan disemprot balik. “Lha, lagu kesukaan saya, kok kamu protes. Ya, jangan didengarkan.”
Lha..?! Memangnya bisa? Ruang publik dianggap seperi ruang privat. Jelas jawaban yang bukan pada tempatnya.
Permintaan yunior hanyalah memohon senior supaya menurunkan volume alat pengeras suaranya. Bukan memintanya untuk mematikan sarananya.
Maksudnya adalah supaya terjadi “ketertiban” di ruang bersama. Biar sama-sama merasa nyaman dalam bekerja, beraktivitas harian.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!