Peribahasa Latin ini masih lekat dalam ingatan. Kali pertama mengetahuinya dari guru SMA yang mengajar sejarah.
Sebenarnya tidak diketahui pasti siapa yang menciptakan peribahasa ini. Namun banyak yang meyakini bahwa kata-kata itu disadur dari penulis militer Romawi, Publius Flavius Vegetius Renatus. Ia menulis "Igitur qui desiderat pacem, praeparet bellum" dalam kata pengantar buku De re Militari sekitar tahun 400 M.
Tetapi jauh sebelum itu, ide pokok ini sudah ada pada Undang-Undang VIII ( 4) Plato di tahun 347 SM dan Epaminondas 5 Cornelius Nepos. Jadi sudah sangat tua ide ini muncul.
"Si vis pacem, para bellum" arti herufiahnya adalah "Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang".
Hah? Tak salah ini? Maunya berdamai kok malah mengajak berantem, berperang?
Damai. Rasa damai. Tenang. Tenteram. Nyaman. Semua ini adalah dambaan setiap insan di dunia.
Maka, menjadi wajar apabila sampai muncul ungkapan damai itu mahal harganya. Susah untuk menciptakan kondisi yang demikian.
"Satu musuh lebih banyak dari seribu kawan." Itu ungkapan lainnya. Betapa lebih mudahnya mendapatkan musuh yang bisa menimbulkan konflik. Ketimbang mendapatkan kawan yang bisa menciptakan perdamaian.
Perdamaian, tema yang seakan sakral. Itulah sebabnya mengapa secara global muncul peringatan khusus yang menandainya. Seperti misalnya Hari Perdamaian Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Januari. Ya, bertepatan dengan momen pergantian tahun. Kemudian ada pula Hari Perdamaian Internasional yang diperingati setiap hari Selasa pada pekan III bulan September.
Ada juga hari-hari khusus lain yang muaranya sama. Sebut saja di antaranya, peringatan hari tanpa kekerasan, penghapusan diskriminasi ras, persaudaraan sedunia, penghapusan perbudakan, minggu perlucutan senjata. Walau tidak menyebut kata khusus "damai" di dalamnya, toh spirit yang sama pula yang mendasarinya.
Damai secara sederhana dapat diartikan sebagai kondisi tanpa perkelahian, konflik, perseteruan, ketidaksepahaman, ketidakselarasan hubungan, ... dan seterusnya. Istilah atau pengertian yang pada hakekatnya bertentangan dengan makna damai itu sendiri.
Â
Perang Dunia Haruskah Terjadi Lagi?
Haruskah generasi sekarang mengalami masa Perang Dunia (PD) III akibat konflik Rusia Ukraina? Invasi militer yang dilakukan oleh Rusia pada Ukraina per 24 Februari 2022 lalu jelas mengkhawatirkan banyak pihak. Â
Rasa cemas, doa, permohonan, dan juga harapan ini secara tak langsung dapat terbaca dari tagar-tagar yang silih berganti namanya saban hari.  Janganlah kiranya konflik Rusia Ukraina ini terus berlanjut panjang.Â
Ya, peperangan yang terjadi tentu bermula dari konflik. Ada ketidaksepahaman dari dua pihak. Atau bisa bisa juga karena pemaksaan kehendak dari satu pihak ke pihak lainnya.
Perang era baru dengan senjata pemusnah massal yang daya serangnya juga masif, tentu dampak kerusakannya lebih parah dari zaman dulu. Perang dari jarak dekat. Bumi hangusnya terbatas dilakukan dengan step bu step.Â
Kini, satu rudal peluru atau bom atom bisa meluluhlantakkan sebagian besar wilayah, distrik atau setingkat perkampungan dan desa. Tidak usah melakukan perlawanan dari jarak dekat. Berkilometer jauhnya, tinggal pilih titik sasaran, senjata pemusnah massal itu sudah melayang.
Dampak perang juga tak hanya kerusakan fisik semata yang hancur. Korban jiwa jelas. Para pengungsi (warga sipil) yang kehilangan harta benda, pekerjaan, tempat tinggal, dan masa depan. Para generasi yang kehilangan keindahan masa tumbuh-kembangnya. Juga warisan budaya dan peradaban masa lampau juga turut terancam keberadaannya.
Menjadi pemenang karena perang. Apa yang bisa dibanggakan? Harga diri, nama besar, pujian?
Menang perang bisa saja mengakhiri konflik. Tapi bara api dendam masih akan tetap menyala pada mereka yang dikalahkan.
Daripada merindu dendam yang suatu saat ketika menemukan momentum yang tepat, bukankah lebih baik untuk merindu damai?
26 Februari 2022
Hendra Setiawan
*) Sebelumnya: Â Teroris Kok Dibela
Puisi: Â Berilah Kami Cinta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H