Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Teroris Kok Dibela

25 Februari 2022   17:00 Diperbarui: 25 Februari 2022   17:03 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase tangkapan layar berita sidang kasus terorisme 

Memihak Pelaku, Korban Diabaikan

Wajar sebenarnya membela seseorang atas nama HAM terhadap seorang pelaku atau tersangka sebuah kejahatan. Maksud awalnya baik, yaitu untuk mendudukkan mereka dalam porsi yang tepat dalam penanganannya. Bukan semata membela perbuatan jahat yang dilakukan supaya kelak bisa bebas dari tuntutan hukum. Minimal hukumannya bisa lebih ringan dari maksimal yang tertulis dalam aturan hukum yang berlaku.

Tetapi kalau kepada pelaku teroris diperlakukan juga seperti itu, bagaimana dengan mereka yang menjadi korban dari teroris itu sendiri?  Apakah mereka juga tidak layak mendapatkan perlakuan yang sama? 

Bukankah para korban teroris jauh lebih banyak jumlahnya ketimbang pelakunya?  Teroris bisa melakukan tindakan solo, individu. Namun pihak korbannya jumlahnya lebih besar, lebih banyak, masif.

Tidakkah putusan di tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup, lantas berkurang menjadi 19 tahun di tingkat banding adalah putusan yang sudah tepat? Apakah itu tidak mencederai kepala surat yang bertuliskan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Ah, putusan yang sama saja dengan merobek kembali luka lara para korban (penyintas)  atas batin dan fisiknya yang bertahan di sepanjang hayatnya.

"Teroris kok dibela..."

Coba dipikirkan baik-baik. Atas nama HAM yang mana? Atas nama keadilan siapa?

Toleransi hukuman seperti inilah yang sekiranya membuat tingkat kepercayaan publik menjadi kian turun. Panglimanya tak bisa dipercaya karena tak bisa lagi mengayomi rasa keadilan. Hukumnya berpihak lebih berat pada si pelaku, bukan pada korban.

Bicara hukum, tidak bisa dibaca dari sekadar menjalankan teori di atas kertas. Hukum juga harus hadir dan mengedepankan rasa keadilan sosial yang berkemanusiaan.

Jadi teringat betul kata Agum Gumelar, anggota Watimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) beberapa tahun lalu (sumber di sini) soal penanganan kasus terorisme, jika dikaitkan dengan persoalan HAM.

Pegiat HAM terkesan membela teroris dalam hal penindakan tegas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pegiat HAM justru bergeming jika aparat penegak hukum yang menjadi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun