Berhubung tulisan ini berangkat dari pengalaman semata, barangkali tak juga bisa jadi patokan. Namun setidaknya bisa menjadi tambahan bekal.
1. Rajin mencari tahu beasiswa pendidikan
Tidak seperti zaman sekarang, "dunia dalam genggaman", dulu informasi beasiswa bisa didapatkan terbatas lewat mading atau informasi lisan. Â Jadi, rajin-rajinlah mencari tahu institusi atau perusahaan mana saja yang menyediakan beasiswa.
Keluarnya informasi beasiswa seperti ini datangnya tidak bersamaan. Bisa sewaktu-waktu di luar jadwal tahun pelajaran/akademik dimulai.
Kenal baik dengan "orang dalam" sebenarnya juga tak salah kok. Â Kan hanya sekadar mencari informasi, bukan mencari celah untuk mengelabuhi sistem yang ada.
Bagian administrasi adalah alternatif tempat terpercaya untuk mencari tahu soal beasiswa. Baik itu yang disediakan oleh sekolah/kampus, maupun yang datangnya  dari luar.
Semasa mahasiswa dulu, yang paling umum adalah semacam beasiswa "S", yang seleksinya tak terlalu ketat. Beda misalnya dengan "D" atau "A" yang memberikan syarat tambahan lain selain nilai tapi juga deadline masa studi (kuliah).  Misalnya, nilai harus stabil, tak boleh naik turun secara drastis IP (Indeks Prestasi) setiap semester dan tepat waktu dalam masa perkuliahan yang berjalan itu.
2. Kenali calon pemberi beasiswa
Mengajukan permohonan beasiswa ada kalanya juga harus "pintar-pintar" menyiasati. Sebab pencari beasiswa nyatanya juga tak sedikit. Mereka akan diseleksi lagi secara administratif oleh penyedia beasiswa.
Jadi, baca persyaratannya baik-baik. Penuhi poin-poin apa saja yang menjadi dasar pemberian beasiswa tadi. Kalau tak tepat sasaran, tentu tak bisa mendapatkan.
Misalnya untuk studi akhir, pihak kampus menyediakan bantuan finansial kepada mahasiswa dalam penulisan skripsi. Seperti namanya, beasiswa ini dikhusukan bagi mahasiswa yang benar-benar serius untuk menyelesaikan skripsinya.