"Saya sebenarnya juga pengin bertanam, tapi ndak punya lahan," kata seorang bapak dalam sebuah percakapan.
Alasan seperti ini kerapkali dijumpai ketika kita menanyakan seseorang mengapa halamannya yang kosong tidak dimanfaatkan saja? Lumayan sedikit banyak memberikan kesegaran dengan dedaunan hijau. Kalau tanaman itu menghasilkan, ikut senang juga yang menanam atau pemilik rumahnya.
Berkebun di halaman rumah sendiri memang tantangannya --utamanya di kota besar---adalah masalah keterbatasan lahan. Malah sering dijumpai halaman depan rumah sudah tidak ada celah tanah yang tersisa. Semua sudah dilakukan perkerasan. Baik itu dengan paving, cor semen, dan sebagainya. Jadi kalaupun ada hijau tanaman, berasal dari pot. Keuntungannya memang ia gampang dipindah-pindahkan atau diganti dengan tanaman lain kalau sudah bosan atau layu bisa diganti yang lain. Dengan catatan kalau tidak malas, hehe...
Â
Aneka Manfaat
Berkebun kelihatannya sepele, tapi jangan salah, aktivitas fisik ini memiliki intensitas setara dengan olahraga lari kecepatan 5 km/jam. Dengan berkebun, ada banyak manfaat yang bisa diperoleh. Setidaknya membantu seseorang untuk berpikir atau berkreasi menciptakan lingkungan yang lebih enak dipandang.
Selain itu dengan berkebun mampu menurunkan berat badan. Sebab dengan banyak bergerak, tentu akan membakar kalori tubuh.
Berkebun juga bisa meningkatkan daya tahan tubuh, sebab tidak akan mudah orang terkena alergi.
Dengan berkebun yang dilakukan di luar ruangan, tubuh juga mendapat paparan sinar matahari. Apalagi saat pagi hari, sinar ultraviolet (UV) oleh tubuh akan diubah menjadi vitamin D. Kegunaan vitamin ini tentu bermanfaat meningkatkan penyerapan kalsium yang berguna untuk menguatkan tulang.
Hasil kebun yang baik juga bisa memicu otak melepaskan hormon serotonin, yakni hormon yang dapat meningkatkan suasana hati, mood, hingga mampu melepaskan rasa jenuh atau stres.
Memanfaatkan Wadah Bekas
Gaya hidup sehat bisa dimulai dari berkebun. Dengan berkebun sendiri, kita jadi tahu hasilnya jauh lebih sehat. Sebab kita tidak menggunakan bahan kimiawi dalam prosesnya.
Kembali lagi pada isu awal tadi. Apakah dengan keterbatasn lahan bisa juga berkebun? Jelas bisa!
Bagaimana jika lahannya sudah tidak ada tanahnya? Sudah dilakukan perkerasan semua? Apakah harus menghancurkannya biar mendapatkannya kembali sebagai tempat pengolahan tanaman? Tidak juga dan tidak perlu sejauh itu.
Ada banyak cara yang bisa dipakai. Misalnya pada lahan yang sudah dilakukan perkerasan, cukup membuat lingkaran, kotakan, atau bentuk apapun yang gampang, enak dipandang sebagai tempat baru dalam bertanam. Tidak harus permanen, yang jelas tanahnya ada penghalang atau semacam pelindung biar kalau mendapat air (disiram), tanahnya tidak hanyut.
Menanam tomat dalam keterbatasan lahan(foto: dok. pribadi)
Cara lain dengan menggunakan polybag, pot, atau jenis lain yang banyak dijual. Tetapi kalau mau lebih mengirit dan membantu upaya go green, pakailah wadah bekas. Bisa plastik beras, minyak, sabun, roti, dan lain-lain. Tetapi usahakan yang plastiknya cukup kuat, tak mudak robek dalam waktu yang lama. Atau bisa juga memakai bekas air mineral ukuran berapapun. Tergantung pemanfaatannya nanti, untuk pembibitan saja atau untuk media tanamnya.
Menanam tomat dalam keterbatasan lahan(foto: dok. pribadi)
Tetap Tumbuh Walau Terbatas
Pertanyaan lain apakah dengan wadah terbatas nanti bisa menghasilkan buah yang banyak? Hehe... kalau ini ya tergantung seberapa besar wadah yang dipakai dan seberapa subur media tanam (campuran tanah, pupuk, nutrisi) itu.
Menanamnya juga yang simpel saja. Bukan tanaman keras seperti buah, itu tidak cocok. Tanaman dalam wadah lebih pas adalah tanaman sayur. Masa tumbuhnya tidak sampai tahunan. Jadi kalau  jenis tanamannya semusim (sekali tanam menghasilkan buah dan kemudian menua dan mati) bisa dilakukan berulang.
Tanaman apa yang cocok? Tanaman sejuta umat, seperti cabe (lombok) dan tomat saja. Itu yang paling gampang didapatkan bibitnya. Tapi bisa juga jenis bumbu dapur seperti aneka bawang (merah, putih, prei), kunir (kunyit), jahe, laos, dan semacamnya.
Nah, bagaimana cara memulainya?
1. Persiapan LahanÂ
   Siapkan saja tanah dan wadahnya dulu. Campur tanah dan pupuk lalu aduk rata. Baru kemudian tempatkan di tempat atau wadah yang dipersiapkan.
   Jangan lupa kalau di wadah plastik, beri cukup lubang di bagian bawahnya. Supaya kalau disiram, airnya tidak menggenang.
2. Persiapan Pembibitan
   Pembibitan lebih baik di wadah sendiri. Supaya bisa dilihat nanti mana bibit yang tumbuh dengan baik. Kalau ada yang kerdil, jelek, lebih baik disingkirkan saja.
3. Â PenanamanÂ
   Jika bibit sudah tumbuh. Paling tidak dari permukaan tanah hingga pucuknya sudah sekitar 10 cm, ia bisa dipindahkan ke tempat yang diinginkan.
4. Â Adaptasi
   Awal pemindahan ini tak usah dipanaskan matahari secara langsung. Biar bakal tanaman ini bisa beradaptasi.
   Saran saja, pemindahan bibit lebih baik dilakukan sore hari. Kalau pagi, kena terik dan cuaca akan lebih panas.
5. Â Pemeliharaan
   Tinggal lakukan pemeliharaan dan perawatan saja hingga saatnya nanti ia bisa berbunga dan berbuah. Simpel saja, misalnya soal kebutuhan air haruslah terpenuhi. Penambahan pupuk satu bulan sekali, sekaligus menggemburkan tanah biar kebutuhan oksigen tumbuhan juga tercukupi. Ranting atau cabang yang jelek, dipotong dan dibuang
Begitulah cara saya memanfaatkan lahan terbatas dan bertanam di wadah bekas. Hasilnya tetap lumayan... Kebutuhan dapur rumah tangga sendiri masih mencukupi, malah sering juga dibagi-bagikan.
27 Juli 2021
Hendra Setiawan
Â
*) Bacaan untuk manfaat kesehatan: Â Hellosehat, Â Alodokter
**) Â Sebelumnya: Â Tanam Ketela Rambat (Ubi Jalar) di Lahan Terbatas
 Kisah Daun Pandan di Halaman Rumah (Bagian 1/2)  dan  Memanfaatkan Daun Pandan untuk Kesehatan (Bagian 2/2)
***) Â Artikel Utama:Â Ciplukan, Si Kecil yang Ternyata Mahal Harganya
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H