Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tips Sederhana: Menulis dengan Ucapan

31 Mei 2021   14:15 Diperbarui: 31 Mei 2021   14:23 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada orang yang kalau sedang berada di atas mimbar kehormatan, dia bisa berbicara begitu lugas dan jelas. Atau kalau ada orang yang menyampaikan wejangan, sangat enak didengar telinga.

Makanya, ada orang yang karena kemampuannya dijuluki sebagai “singa podium”. Seperti Presiden pertama RI, Sukarno. Orasi-orasinya memikat pendengar dan sanggup menggugah semangat juang.

Tetapi apakah hal yang sama juga terjadi ketika seseorang itu sudah turun panggung dan bekerja dengan kata-kata? Maksudnya, hal yang sama tadi turut disampaikannya dalam bentuk untaian kata? Menulis.

Tidak juga, malah kebanyakan terjadi sebaliknya. Pandai berbicara, belum tentu juga pandai menulis. Kalau sekadar bisa, pasti bisa. Tetapi daripada membaca karya tulisnya, akan lebih rumit memahami ketimbang mendengar pidatonya.

***

Memang, belum ada penelitian resmi untuk  mendukung premis (asumsi), dugaan sederhana seperti ini. Tetapi hampir pembicaraan yang menyinggung hal ini, pokok kesimpulan yang diambil bisa senada.

Tidak ada korelasi yang seimbang antara kemampuan oral dan tulisan.Saat keduanya berjalan bersama, tidak bisa didapatkan garis kurva yang bisa sejajar. Kemampuan berbicara tinggi, kemampuan menulis biasa saja. Kemampuan menulis bagus, tapi saat berbicara  terasa datar.

Aneh kan kelihatannya? Tapi ini nyata.

Orang-orang pendiam, tak banyak omong, kadang justru dari mereka lahir karya-karya yang indah. Lebih mudah membaca dan mengerti karya yang dibuatnya ketimbang mereka yang pandai berbicara.

***

Apakah menulis lebih susah daripada berbicara? Tidak juga sebenarnya. Pilihan kata untuk menerangkan sesuatu secara verbal dan non verbal, pastilah berbeda. Runtutan kisah yang dibangun juga pasti banyak berbeda.

Dengan berbicara, bisa diselingi tanya jawab, cerita dan humor sebagai bumbu penghangat suasana dan pemancing interaksi. Namun pada tulisan, jelas harus lugas, tak bertele-tele. Biarpun singkat, tapi harus pas dan bisa jelas diterima pembaca.

Sebenarnya 4 kemampuan dalam berbicara dan mendengar, serta membaca dan menulis sangat terkait erat. Hanya saja karena ada yang mendominasi maka kemampuan lainnya menjadi menurun. Ada ketidakseimbangan dalam mengelola kemampuan ini.

Jadi sebenarnya seluruh elemen itu ada pada setiap orang. Tinggal bagaimana cara menyatukannya, agar bisa bermanfaat dan saling mendukung.

***

Secara keilmuan, kemampuan seseorang dalam mendengarkan (menyimak) dan membaca disebut kemampuan reseptifpenerimaan atau penyerapan. Sedangkan kemampuan dalam berbicara dan menulis disebut dengan kemampuan produktif; pemgeluaran.

Aspek reseptif dan produktif dalam keterampilan berbahasa, baik secara lisan maupun tulisan, merupakan dua sisi penting. Sama seperti dua gambar pada mata uang yang saling berpaut. Saling mendukung, mengisi, dan melengkapi.

***

Nah, bagaimana cara menjembatani problem klasik yang banyak terjadi ini? Barangkali untuk mengatasi hal ini, cara termudah (berdasar pengalaman individu) adalah dengan merekam  perkataan dan menuangkannya lagi dalam bentuk bentuk kalimat tulis.

Memang kalau dilakukan secara manual terkesan lama, berat dan membosankan. Iya kalau cuma satu rekaman. Kalau banyak dan durasi waktunya panjang? Bisa-bisa kerjaan yang lain jadi terbengkalai.

Tips praktisnya, cobalah dengan menggunakan aplikasi semacam "voice to text". Berbicaralah saja terus. Biarkan perangkat pintar yang bekerja, hingga kalimat terakhir usai.

Selama ada kata-kata yang masih bisa mengalir, rekamlah. Tetapi kalau sekiranya dianggap terlalu panjang, bisa dijeda sedikit-sedikit. Supaya nantinya juga lebih memudahkan dalam menata ulang kata-kata yang terekam tadi.

Tentu saja hasil konversi dari program ini, kalimat yang muncul tanpa tanda baca sama sekali. Naskah tertulis asli yang superpanjang tadi lalu dipecah-pecah kembali berdasarkan satu kalimat dan paragraf.

Meng-edit alias menata ulang rekaman kata menjadi sebuah tulisan, bisa menjadi alat bantu yang baik. Dengan begitu, kita tahu kata-kata mana yang sering menjadi pengulangan. Kata yang sebenarnya tak pas dipakai dalam kalimat, karena mubazir. Tata bahasa yang cenderung amburadul, tak sesuai kaidah penulisan yang tepat. Dan seterusnya...

Proses belajar menulis dengan terlebih dulu merekam kata-kata seperti ini, mudah-mudahan bisa menjadi alternatif baru untuk mengembangkan kemampuan non-verbal.

Selamat mencoba...

28 Mei 2021

Hendra Setiawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun