Â
"Bapak ke mana?"
"Kerja!"
"Lho, lebaran begini?"
"Iya!"
"Kok gak libur?"
"Perusahaan apa ini kok waktunya lebaran, karyawan tetap kerja?!"
"Laporkan saja, ini hak karyawan untuk dapat libur hari raya!"
Tenang-tenang, jangan salah sangka dulu. Bukannya perusahaan kejam, tidak mau memberikan hari libur. Apa lagi libur lebaran, waktunya keluarga kumpul-kumpul.
Tidak, justru perusahaan amat fleksibel. Memberikan pilihan kepada karyawan untuk memilih. Kapan hari terakhir bekerja, kapan lagi masuknya.
Apakah nanti lebaran hari kedua dan seterusnya masih libur? Ataukah mengambil job dari pabrik yang besarnya upah di atas rata-rata itu.
***
"Ambil saja, Pak! Tidak apa-apa. Kami siap lemburan di hari raya. Tak mengapa lebaran di pabrik. Kumpul-kumpul bisa di lain waktu. Pekerjaan ini bisanya cuma di hari libur panjang lebaran."
Begitulah rutinitas yang dilakukan oleh para pegawai salah satu bengkel mesin skala kecil-menengah di daerah Waru-Sidoarjo. Bagi pemilik dan pegawai, liburan bekerja bukan hal yang baru.Â
Entah sudah berapa kali, berapa tahun rutinitas seperti ini dilakukan. Sudah tak lagi diingat tepatnya kapan ketika job alias tawaran pekerjaan ini kali pertama diterima.
Dilihat dari besarnya penawaran upah pekerjaan, memang wajar perusahaan pemberi kerja itu memberikan nilai yang lebih tinggi jumlahnya. Sebab bagi perusahaan, mesin yang harus hidup 24 jam setahun penuh itu juga harus dirawat.Â
Membeli mesin yang baru, jelas membutuhkan pengeluaran yang tidak sedikit. Maka perawatan mesin produksi secara rutin setahun sekali, menjadi pilihan yang logis. Lebih menguntungkan, karena nilai  pengeluaran menjadi tak terlalu besar.
Bagi pabrikan skala besar, mesin produksi itu ibarat nyawa. Jadi mereka punya waktu agak panjang dalam mengistirahatkan mesin adalah pada saat libur panjang seperti lebaran.Â
Para pegawai bisa libur selama satu mingguan. Perkiraan yang cukup untuk menghentikan segala proses produksi. Mengistirahatkan mesin dan memperbaikinya secara berkala.
***
Lebaran memang waktunya liburan. Tapi memang tidak semua jenis pekerjaan bisa melakukannya pada waktu yang bersamaan. Jadi, kalau ada pekerjaan saat lebaran, "... ya dibikin santuy saja."
Barangkali begitulah juga yang dipikirkan oleh pemilik dan pegawai dari cerita nyata ini. Mensyukuri berkat Tuhan lewat pekerjaan yang ditawarkan. Tidak juga berkeluh kesah karena lebaran tak bisa ikut liburan.
Ditambah lagi, pada sisi lain, kalau menolak tawaran job ini, tentu perusahaan pemberi kerja tadi dapat menawarkan kepada pihak lain. Jadi tentunya ini akan membuat hilang pula kesempatan dan relasi yang sudah terbangun lama.
Pihak penerima kerja, toh bisa pula melakukan perubahan jadwal kerja. Mereka yang lemburan di pabrik, boleh libur lagi ketika yang lain sudah masuk sesuai jadwal. Sama-sama enak dan menguntungkan.
14 Mei 2021
Hendra Setiawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H