Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jembatan Ikonik sebagai Alternatif Wisata dan Edukasi

10 Mei 2021   17:00 Diperbarui: 10 Mei 2021   17:04 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Melanjutkan tulisan sebelumnya (BACA DI SINI), satu lagi proyek besar yang akhirnya tuntas adalah peresmian Jembatan Sawunggaling. Ini adalah nama baru, setelah sebelumnya disebut sebagai Jembatan Joyoboyo. Maklumlah, jembatan ini juga menghubungkan TIJ (Terminal Intermoda Joyoboyo) yang beberapa waktu sebelumnya juga sudah beroperasi penuh.

Buat pembaca yang pernah datang ke Surabaya, atau setidaknya pernah tahu nama Kebun Binatang Surabaya (KBS), lokasinya memang berdekatan. Jadi proyek ini memang digagas dalam skala luas.

Foto: dok. pribadi
Foto: dok. pribadi
 

Foto pembanding di waktu malam (sumber: jatimnow.com)
Foto pembanding di waktu malam (sumber: jatimnow.com)

Ikon Baru

Kalau diperhatikan, memang tampilan jembatan ini cukup menarik. Taman-taman di sekitarnya, juga ornamen-ornamen yang tersedia, amat mengggambarkan kekhasan kota Surabaya. Maka tak heran, sebelum diresmikan, banyak orang berswafoto di area ini.

Jembatan Sawunggaling sendiri secara teknis memiliki panjang sekitar 136 meter. Pembangunannya diintegrasikan dengan pelebaran ruas jalan sisi barat (frontage) Wonokromo dengan jalan Gunungsari. Sedangkan untuk lebar jembatan mencapai sekitar 17 meter dan lebar badan jalan sekitar 7 meter.

Adapun struktur utama pada bentang di atas sungai menggunakan beton precast berupa voided slab yang terbagi dalam 3 bentang, yakni: 24 meter, 18 meter dan 16 meter. Sedangkan pada bentang di atas tanah, menggunakan full slab.

Untuk bangunan pelengkapnya, pilon jembatan dengan tinggi sekitar 20 meter dilengkapi dengan tangga untuk naik ke mezzanine. Lalu, dilengkapi pula dengan big tree lamp dengan tinggi 6 meter yang dapat menyala berwarna-warni lengkap dengan running text.

Ada pula dancing fountain atau air mancur yang bergerak seirama dengan lagu yang diputar. Sedangkan railling jembatan, menggunakan kaca tempered yang ditempeli stiker dan lampu hias.

Peresmian Jembatan Sawunggaling pada 1 Mei 2021 lalu, selain dilakukan oleh walikota Surabaya Eri Cahyadi, tentu saja tetap 'menghadirkan' Tri Rismaharini yang kini menjadi Menteri Sosial. Sebab bagaimanapun juga, proyek ini adalah gagasan terakhirnya sebelum mengakhiri jabatan walikota Surabaya.

Foto: dok. pribadi
Foto: dok. pribadi
 

Konsep Pembangunan

Menurut Risma, jembatan ini dibangun dengan tujuan untuk memajukan perekonomian dan UMKM Kota Surabaya. Konsep awalnya, terminal dibangun untuk menghubungkan trek dengan angkutan umum. 

Selain itu, jembatan dan terminal ini juga dibangun untuk mengurai masalah intermoda, khususnya transportasi darat di Kota Surabaya. Khusus terminalnya sendiri, konsepnya untuk antarmoda. Jadi ada trem, ada bus dan ada angkot. 

Sebagai antisipasi jika --dalam suasana normal pasca pandemi- pengunjung KBS sudah ramai kembali, TIJ ini juga bisa berfungsi sebagai area parkir wisatawan.

Foto: dok. pribadi
Foto: dok. pribadi
 

Foto pembanding: tampilan Jembatan Sawunggaling di waktu malam, diambil dari gedung TIJ (foto: @banggasurabaya)
Foto pembanding: tampilan Jembatan Sawunggaling di waktu malam, diambil dari gedung TIJ (foto: @banggasurabaya)
 

Oh ya, buat yang belum tahu cerita sosok Sawunggaling, yang akhirnya menjadi nama jembatan ini, dia ini adalah tokoh legenda yang cukup dikenal di Surabaya. Sawunggaling adalah adipati yang dikenal jujur, gagah, dan berani.Ia menjadi saksi sejarah kebesaran kerajaan Surabaya di masa lalu. Dalam silsilah, Sawunggaling merupakan putra dari Dewi Sangkrah dan Adipati Jayengrono. Tokoh yang juga dikenal sebagai orang yang babat alas (membuka lahan) kota Surabaya khususnya di bagian barat.

Dengan mulai beroperasinya Jembatan Sawuggaling, jelas ini menambah 'koleksi' baru jembatan khas dan bersejarah di kota Surabaya. Kapan-kapan, semoga saja bisa melanjutkan serial ini. Ada cagar budaya Jembatan Petekan, Peneleh, Jembatan Merah, dan lain-lain. Juga jembatan modern semcam Ujung Galuh. Jembatan yang bukan sekadar penghubung ruas jalan. Tetapi jembatan yang juga bisa menjadi sarana edukasi dan wisata.

Foto pembanding: tampilan Jembatan Sawunggaling di waktu malam, arah jalan menuju masuk kawasan dalam kota (foto: @sapawargasby)
Foto pembanding: tampilan Jembatan Sawunggaling di waktu malam, arah jalan menuju masuk kawasan dalam kota (foto: @sapawargasby)
 

10 Mei 2021

Hendra Setiawan

 

 

*) Tulisan sebelumnya:  Bahagia dan Bangganya Jadi Warga Surabaya 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun