Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Buka Bersama dan Pendidikan Kemajemukan

2 Mei 2021   17:00 Diperbarui: 2 Mei 2021   17:07 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita viral acara Bukber pada keluarga yang beda agama. Tangkapan layar TikTok/@stellaprclly

Tiga hari berturut, kawan dunia maya dan dunia nyata menceritakan suasana hatinya terkait adanya puasa. Meskipun berada di tempat dan waktu yang berbeda kejadiannya, namun kesamaannya mereka sebenarnya bangga punya komunitas yang berbeda secara agama alias lintas keyakinan.

Kawan pertama bercerita, walaupun hanya dia yang dalam komunitas itu yang memakai salib dan tak menggunakan jilbab saat berada dalam acara Buka Bersama, ia merasa enjoy saja. Tak 'kan ada bisik-bisik atau tatapan mata padanya saat ia sesuka hati mau meneguk minuman di hadapannya  sebelum tanda waktunya berbuka.

"Inilah Indonesia yang sebenarnya," tulisnya dalam story yang diunggahnya di akun Instagram miliknya. Sembari menerangkan sisi lain dari foto yang dimaksud di sana. Ia merasa bangga dan bersyukur memiliki kawan-kawan yang seperti itu. Walaupun komunitas yang terbentuk itu bukan dari dunia kerja atau teman-teman sekolahnya. Namun hanya komunitas yang terbangun di dunia maya karena kesamaan hobi.

***

Kawan kedua ceritanya hampir sama. Komunitas ini terbentuk karena dunia kerja. Mau tak mau  mereka  harus bisa bekerja sama di dalamnya. Namun demikian, ia juga merasa fine-fine saja dengan jalinan pertemanan yangterbangun itu.  Walaupun tak seiman, dia tetap turut dilbatkan dalam acara Buka Bersama. 

Mungkin kalau dilihat oleh orang lain di luar komunitas mereka, ini cukup 'aneh'. Lainnya berjilbab, tapi cuma dia seorang yang tidak mengenakannya. Tak ada rasa canggung saat berakrab ria dengan mereka.  Semua berjalan dengan normal dan biasa saja.

**

Pengalaman kawan yang ketiga ini yang agak berbeda. Komunitas pertemanan berawal dari dunia pendidikan. Berangkat dari sekolah yang sama. Dalam menyambut Ramadan tahun ini, mereka melakukan acara sosial berupa bagi takjil  dan bingkisan di sebuah lingkungan masyarakat tempat tinggal salah satu anggota. Acara ini tentu juga bekerja sama dengan masyarakat di sana, terutama kaum ibu.

Tentu wajarlah, kalau perempuan, kebanyakan menggunakan penutup kepala atau jilbab sebagai atribut keagamaan. JIka ada yang tidak memakai, kalau dalam lingkungan masyarakat sekitar, tidak ada banyak pertanyaan atau persoalan mencuat, karena sudah tahu kesehariannya. Nah, kalau ada orang luar yang masuk  ke dalam lingkungan itu, terus  terlihat berbeda, maka di situ pertanyaan mulai muncul.

"Kok tidak berjilbab, Kak?" kata seorang anak kecil yang kebetulan mendapaatkan bingkisan.

Perempuan yang ditanya dengan sabar dan ramah menjawab, "Iya, Dik, saya nonmuslim."

Terus apa reaksi dari si anak kecil tadi? Dipandanginya perempuan yang menjawab pertanyaan itu. Mungkin heran, atau segudang tanya merasuk isi kepalanya. Rasanya aneh mungkin. "Kok ada orang nonmuslim mau bersama-sama membagi takjil atau memberi bingkisan semacam ini? Bukankah imannya berbeda?"

***

Pendidikan kemajemukan, pendidikan multikultural, pendidikan  kebhinnekaan, pendidikan dengan istilah lain apa saja. Tentu ini semua "wajib" diajarkan sedini mungkin dalam hidup bersama di NKRI. Bibit intoleransi dan radikalisme yang menjadi "musuh bersama" perlu dipotong akarnya. Dan salah satunya adalah pada anak-anak yang masih polos, yang mudah dicekoki rupa-rupa pengajaran.

Bersyukurlah untuk generasi yang masih bisa menjaga kebersamaan tanpa perlu memandang perbedaan keyakinan seperti cerita-cerita di atas. Perbedaan itu alamiah dan tidak bisa ditolak. Seperti kesatuan warna pelangi yang indah, generasi-generasi penerus perlu untuk diajari keteladanan dalam menjaga tongkat estafet kebaikan seperti ini.

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2021. Selamat merayakan kesatuan dalam keberbedaan...

2 Mei 2021

Hendra Setiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun