Memborong buku murmer (murah meriah) bisa jadi alternatif 'wisata otak' yang menyenangkan. Apalagi bisa mendapatkan aneka buku berkualitas bagus, namun dengan harga yang super nyaman di kantong.
Kalau dalam keadaan normal, misalnya uang 100 ribu paling cuma bisa dapat 3-4 buku. Maka dalam pameran, pesta, bursa buku, dengan adanya banting harga dan diskon, nominal yang sama bisa dapat 7-10 buku. Malah kalau sekadar bacaan ringan, komik, dapat 20 buah. Haha.... Â lumayan. Memenuhi isi rak buku. Walau tak baru sama sekali, tapi kondisi buku masih mulus.
Sayang, aktivitas ini sudah tak bisa lagi dilakukan di masa pandemi seperti sekarang ini. Â Toko buku besar banyak yang mengurangi koleksi. Ada yang pindah ke tempat yang lebih kecil. Suasananya jadi beda. Tak lapang dan kurang nyaman.
Meskipun kini disesuaikan model secara online, tetapi memilih satu buku di antara ratusan atau bahkan ribuan, tetap menjadi tantangan yang mengasyikkan. Rasa kaki pegal dan capek tubuh atau haus, terbayarkan lunas jika bisa menemukan buku bermutu, koleksi langka, tapi harga tak melangit.
Menunggu Momentum
Dulu, salah satu cara menyiasati untuk membeli buku bacaan yang baru, buat menambah koleksi, masih menunggu waktu dulu. Bersabar, apakah ada acara pesta obralan buku atau tidak.
Tak jarang, pas tidak butuh atau punya keinginan, tetiba ada baliho, flyer bertebaran. Ya, akhirnya dipaksakan ada yang beralih dari kebutuhan beralih jadi keinginan.
Jadi waktu datang ke suatu acara pesta buku diskon, tidak punya bayangan sama sekali. Hanya sekadar melongok tempat acara. Keinginan mengoleksi buku baru  mulai timbul pada saat berkelana melihat stok yang ada di tempat acara tersebut.
Biasanya, selain dari harga yang ditawarkan, membeli buku juga melihat dari nama penulis, penerbit, dan tampilan fisik buku. Tampilan fisik berarti dari kualitas kertas atau model tata letak (layout) dan isi bukunya sendiri.
Ketiga poin itu tidak ada yang menjadi prioritas. Bisa saling berbolak-balik letaknya. Setidaknya, itu menjadi alasan kuat, "Ambil" atau "Lupakan."
Ada kalanya nama penulis menjadi jaminan untuk mengambil buku yang tersedia di jajaran atau deretan atau tumpukan buku.
Bisa juga melihat langsung pada nama penerbit. Kalau grup-nya KG, sudah tidak perlu berpikir panjang. Langsung masuk keranjang.
Kalau nama penerbit lain, apalagi masih asing, masih harus diteliti lagi isinya seperti apa. Baru nanti menjadi pilihan alternatif, mau diambil atau tidak.
Ada kalanya, menemukan buku bagus, dengan tampilan istimewa berasal dari penerbit non-mainstream.
Tak jarang buku-buku yang didapatkan berasal dari  hunting, pencarian  yang tak disengaja.
Buku lama, klasik, tema sejarah, sospol, muncul dari penerbit yang namanya juga baru tahu.
Dalam berburu buku ini, kadang juga yang dicari adalah selingan lain di luar dari yang dicari. Misalnya seputar hobi, tips, majalah, atau buku cerita, dan lain-lain.
Semua genre bisa menjadi alternatif pilihan. Tapi yang di luar pilihan, biasanya bonus buat orang rumah. Siapa saja yang terkait. Bisa buku masak, anak, kesehatan, dan sebagainya.
Tapi, apakah mesti dapat buku yang diharapkan? Tidak juga. Tidak ketemu satupun selera, juga pernah. Jadi, pulang tidak membawa apa-apa. Kalaupun supaya tidak bertangan hampa, paling ambil satu saja. Bacaan yang ringan-ringan semata.
Pernah pula demi memenuhi seri koleksi yang ada, pergi ke beberapa TB (toko buku). Senangnya bisa ketemu, walaupun tinggal satu-satunya, dan kondisinya sudah tak mulus lagi. Ya, mau tak mau, tak usah dipikir lagi, langsung diamankan saja. Daripada hilang, keduluan yang lain. Serinya jadi tak lengkap.
Kini, dengan menjamurnya pelayanan online, pembelian buku nampaknya juga jauh lebih mudah. Bisa pesan antar lagi. Tetapi model online begitu, tentu tak semua buku akan diwartakan. Beda jika langsung datang ke tempat. Aneka buku ditawarkan.
Kesenangan, hobi, hiburan, atau apalah istilahnya untuk menyebut rasa rindu kembali ke masa ini, rasanya kini sudah harus dipendam dulu. Entah kapan bisa dibangkitkan kembali...
Selamat menyambut Hari Buku Sedunia...
23 April 2021
Hendra Setiawan
*) Sebelumnya: Â Menuliskan Tanda Kasih sebagai Kisah Abadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H