Kabar via grup WA dari orang yang bermukim di sana menyatakan kondisi yang terjadi sejak Minggu malam (4/4) mengakibatkan pula kelumpuhan jalur komunikasi. Jadi informasinya juga terlambat mengabari. Baterei handphone habis, tidak bisa mengisi daya. Untung sinyalnya masih mampu bertahan.
Banyak rumah porak poranda. Listrik padam total, yang diperkirakan butuh waktu 1 minggu untuk pemulihannya. Pom bensin juga tidak bisa beroperasi. Kebutuhan pangan juga tersendat. Tidak ada pasar yang buka.
Dalam kondisi yang sedemikian, transportasi jelas juga terdampak. Kalaupun Pemda memiliki stok pangan yang bisa dibagikan dalam keadaan darurat, juga perlu managerial yang baik agar bisa disalurkan secara merata.
Pada kondisi lapangan masyarakat yang terdampak sudah mengalami kesusahan seperti itu, alangkah 'keji' hati dan tak ada belarasa buat orang yang kemudian dengan mudahnya berkomentar, "Bencana itu hukuman dari Tuhan." Atau komentar yang bernada politis, "Akibat dipimpin oleh rezim xxxxxx."
Bisanya nyinyir, kritik, tapi tak memberi solusi. Langkah taktis yang nyata berguna bagi mereka yang sedang membutuhkan pertolongan dalam situasi genting.
Pemberian bantuan logistik dan kebutuhan bahan non-pangan, tetap perlu ada sistem administrasi dan koordinasi yang baik. Para korban sebagian besar berada di mana, mereka itu butuhnya apa saja, berapa banyak jumlahnya, juga dipikirkan dulu. Belum lagi kebutuhan kategorial lain secara lebih spesifik. Kaum perempuan juga butuh pampers, anak-anak butuh susu, dan seterusnya.
Manajemen bencana tak semudah koar-koar belaka. Kalaupun mampu untuk menyumbang dalam waktu singkat, mau dikirimkan pakai sarana transportasi apa, jalan menuju ke sana apa dapat dilalui atau sudah lumpuh total.
Komentator alias orang yang sukanya sekadar berkomentar, apalagi yang negatif, memang enak saja. Tak membutuhkan banyak energi untuk melakukan itu semua.
Cobalah kalau para komentator yang suka nyinyir itu disuruh turun ke lapangan. Wajib tinggal di tenda darurat. Ikut serta jadi relawan bencana. Biar tahu  seluk beluk dan suka dukanya. Buat pengalaman hidup, agar kalau menilai sesuatu itu bisa lebih jernih alam pikirnya.
6 April 2021
Hendra Setiawan