Tentu saja yang tak terlewat sebagaimana sebelumnya (Paskah di Desa), mencari telor bersama adalah sarana sukacita bersama. Khususnya kepada anak-anak yang menjadi subjek acara. Mengajarkan pemahaman iman melalui benda yang ada di sekitar mereka.
Paskah Kini
Bersyukur juga, rangkaian kegiatan Paskah tahun ini sudah bisa dilakukan dengan offline (tatap muka). Tetapi yang online masih terus pula diselenggarakan. Berbeda dengan tahun lalu yang full online. Bubar semua kegiatan yang sudah jauh sebelumnya telah disusun. Covid-19 hadir dalam suasana Prapaskah 2020.
Ya, Paskah tahun ini memang sudah mulai dapat dilakukan seperti biasa. Namun dengan jumlah hadirin yang terbatas. Pun demikian acara yang digelar, tak bisa lama-lama lagi. Kalau dulu 1,5-2 jam masih tergolong 'normal' untuk kegiatan insidentil. Sekarang, satu jam saja tak sampai. Hanya berdurasi 45-50 menit.
Kegiatan besar, akbar, yang bisa melibatkan kerumunan massa, sekarang tak bisa lagi diselenggarakan. Bahkan untuk bersalaman, berjabat-tangan pun sudah tak dapat lagi dilakukan. Berganti dengan dekapan dua tangan sendiri yang ditujukan pada orang yang disapa.
Kalau sapanya, masih bisa. Tapi senyumnya jadi tertutup masker. Ya, begitulah, mau tak mau 'era baru' yang wajib dijalani.
Kini, kegiatan Paskah dini hari, seakan mati suri. Pandemi belum akan berakhir dalam jangka waktu yang pendek.
Sekarang, juga tak dapat melihar dan merasakan cerianya anak-anak saat mendapatkan telor Paskah. Beradu cepat dan cerdik mendapatkan telor dan hadiah kejutannya.
Tapi mungkin kalau ada yang wilayahnya relatif 'aman', bisa juga diadakan. Entahlah, tidak bisa lagi keliling ke mana-mana seenaknya. Jadi informasinya juga via media sosial.
Demikianlah 'era baru', yang mau tak mau tetap harus dijalani. Tetapi yang tak pernah berubah adalah warta sukacita Paskah. Kematian-Nya untuk penebusan dosa. Kebangkitan-Nya memberikan pengharapan dan jaminan kehidupan kekal di sorga kelak. Bagi siapa saja yang mau menerima Kabar Baik yang telah diberitakan oleh Yesus Kristus.