Tik.. tik.. tik... bunyi hujan di atas genting
Airnya turun tidak terkira
Cobalah tengok dahan dan rantingÂ
Pohon dan kebun basah semua
Siapa tak kenal dengan lagu anak populer ciptaan Ibu Sud ini? Hujan menjadi sebuah inspirasi bagi sebuah lagu. Tapi sekarang temanya tidak sedang membahas lagu ini, tetapi pada air hujan itu sendiri.
Pertanyaan paling umum dan bisa menjadi teka-teki adalah kemanfaatan dari air hujan itu sendiri. Ada yang mengatakan kalau air hujan itu berbahaya bagi kesehatan. Tapi ada pula yang berpendapat sebaliknya. Kalau tidak bermanfaat atau berbahaya, mengapa tanah yang semula kering dan gersang, ketika hujan turun, sesudahnya di situ tumbuh rerumputan yang hijau dan segar?
Fakta yang ada menunjukkan, pada daerah yang jauh dari sumber air, ada persawahan "tadah hujan". Jadi sistem pertanian benar-benar mengandalkan limpahan air hujan.
Air hujan yang ditampung pada wadah, juga kerap dipakai oleh komunitas yang kesulitan mendapatkan sumber air yang mudah.
Penjelasan secara teori ilmiah, air hujan tidak sepenuhnya dapat dikatakan bersih dan sehat. Hal ini terjadi apabila air hujan datang dan bertemu dengan faktor fisik dan lingkungan yang buruk. Air hujan yang terlihat segar dan bersih itu akan berubah menjadi potensi bahaya kesehatan. Sebab pada air dapat mengandung parasit, bakteri berbahaya, dan virus.
Ketika air hujan jatuh di area yang sangat tercemar atau bersentuhan dengan kontaminan (pengontaminasi, pengotor, pencemar), seperti kotoran hewan atau logam berat, air pada kondisi seperti ini sudah dapat dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi manusia.
Makanya, kalaupun memang berkeinginan menampung air hujan, perlu benar-benar yakin kalau air itu benar-benar bersih dan bisa untuk dikonsumsi. Seperti misalnya wadah tampungan berada jauh dari benda atau kontaminan lain. Jadi air hujan itu bisa langsung jatuh atau masuk ke dalam wadah tampungan secara langsung.
Air Hujan Siap Minum
Salah satu orang yang getol untuk meneliti manfaat air hujan agar siap diminum adalah Romo Vincentius Kirjito, dari Pastoran Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Romo Kirjito, begitulah sapaan akrabnya. Pernah sekali bertemu dalam sebuah acara di Malang, Ia termasuk juga pegiat lingkungan hidup di daerah tempat tinggalnya. Kisah lengkapnya ini bisa disimak di situs Mongabay.
Salah satu temuan menarik yang disampaikan adalah air hujan memenuhi standar sumber air bersih dan air minum dan relatif sehat. Air hujan lebih baik daripada air tanah. Kesehatan nomor satu diukur dari kualitas air, bukan dari bahan makanan.
Rm. Kirjito ingin mengubah pandangan negatif kalau air hujan itu tak layak dikonsumsi. Tentu ini juga dilakukan melalui bukti empiris, praktik langsung ilmu pengetahuan dan percobaan.
Secara logika, Rm. Kirjito membandingkan dengan kondisi tanaman yang semestinya mati kalau terkena air hujan. Tetapi nyatanya tidak demikian. Demikian dengan penggunaan air hujan, tingkat kecerdasan anak di atas rerata.
Fungs air itu untuk membawa nutrisi dan oksigen bagi tubuh, melarutkan dan mengeluarkan sampah atau racun. Cara mendeteksi adanya sampah atau racun dalam diri seseorang itu juga tidak susah. Bisa dirasakan secara langsung.
Sejumlah tanda timbunan sampah metabolisme dalam tubuh yang mudah bisa dikenali itu misalnya: mulut bau, keringat bau, urin pesing, feces bau menyengat, rambut rontok, dan berketombe.
Air yang bersifat "basa", mampu berperan lebih baik, termasuk membantu memelihara dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Nah, air hujan itu baik karena paling murni.
Rm. Kirjito berharap, masyarakat mengalami perubahan cara pandang melihat air hujan. Air hujan itu sesuatu yang berharga untuk disimpan, diolah, dan dimanfaatkan.
Hari ini, 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia (World Water Day). Ide peringatan ini dimulai pada 1992, saat berlangsungnya Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan, yang dilaksanakan di Rio de Janeiro, Brazil.
Pada tahun yang sama pula, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi resolusi yang menyatakan tanggal 22 Maret setiap tahun sebagai Hari Air Sedunia.
Tahun ini tema yang diusung adalah 'Menghargai Air' atau 'Valuing Water'. Menitikberatkan bagaimana kita dapat melindungi sumber daya vital ini dengan lebih baik.
Lebih dari sekadar harganya, air memiliki nilai yang sangat besar dan kompleks bagi rumah tangga, budaya, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan keutuhan lingkungan alam.
Air hujan memang bisa menjadi musuh jika tak mampu mengendalikannya. Tetapi sebaliknya, ia bisa menjadi sahabat yang menguntungkan, bila mampu memanfaatkannya secara cerdik.
Semoga dengan adanya peringatan Hari Air Sedunia ini, juga mampu mengingatkan kita kembali keberadaan dan pemanfaatan air yang ada di muka bumi ini. Termasuk juga adanya air hujan. Akankah ia menjadi berkah atau sebagai musibah.
22 Maret 2020, Hari Air Sedunia
Hendra Setiawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H