'Ku harus menemui cintaku
Mencari tahu hubungan kita
Apa masih atau telah berakhir?
Kau menggantungkan hubungan ini
Kau diamkan aku tanpa sebab
Maunya apa?
'Ku harus bagaimana, kasih?
Sampai kapan kau gantung cerita cintaku?
Memberi harapan
Hingga mungkin 'ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu
Detik-detik waktu pun terbuang
Teganya kau menggantung cintaku
Bicaralah biar semua pasti
Kau menggantungkan hubungan ini
Kau diamkan aku tanpa sebab
Maunya apa?
'Ku harus bagaimana, kasih?
Sampai kapan kau gantung cerita cintaku?
Memberi harapan
Hingga mungkin 'ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu
Gantungnya hubungan cinta denganmu
Membuatku sakit
Hingga mungkin 'ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu
Lagu karangan Melly Goeslaw dan  Yanuar Yudhi Rachmanto ini populer lebih kurang satu dasawarsa lalu. Cukup lama sepertinya. Tapi ungkapan kata-kata dalam lirik lagu tersebut tampaknya baru populer saat ini. Istilahnya adalah ghosting.
Kian populer lagi ketika yang berurusan ini adalah putra bungsu dari Presiden Joko Widodo.  Ya, Kaesang Pangarep tetiba jadi trending topic. Namanya lagi-lagi jadi bahan pemberitaan warganet dan media  utama.
Kalau biasanya ia mencuri perhatian dengan cuitan konyolnya, kali ini dengan urusan hati. Kaesang diduga telah melakukan ghosting dengan kekasihnya, Felicia Tissue. Tak berapa lama berselang, ia pun diduga sudah menggandeng pengganti bernama Nadya Arifta.
Kebersamaan selama lima tahun semenjak bersama-sama menempuh pendidikan di Singapore University of Social Sciences (SUSS), buyar seketika. Menurut ibunda Feli, Kaesang yang pada Desember 2020 sempat meminta bertunangan, tetiba hilang tanpa jejak. Ia susah dihubungi. Sebaliknya, menurut Kaesang, pada pertengahan Januari, ia sudah meminta mengakhiri hubungan tersebut.
Ghosting, Apa Itu?
Ah, istilah ini seperti menakutkan saja, ya? Ghost, hantu. Seperti hantu, tidak terlihat. Menghilang, tapi auranya bisa dirasakan sebagian orang, khususnya yang mengalami. Barangkali karena itulah, kata baru ini muncul dan popuker.
Kata ghosting sendiri jika dilacak, berasal dari Bahasa Inggris yang secara kamus berarti berbayang. Namun kata ghosting sekarang bermakna meluas. Dipergunakan pada keadaan ketika sesorang tetiba menghilang begitu saja tanpa ada penjelasan.
Istilah lain yang terkait adalah 'Pemberi Harapan Palsu' (PHP). Sebab biasanya korban ghosting sudah mengharap sesuatu yang lebih dari komunikasi yang selama ini sudah terjalin.
Ghosting juga bisa berupa tindakan tidak memberi kabar atau mendiamkan pasangan tanpa sebab. Ditanya kabar beritanya, tidak ada jawaban yang diberikan.
Pelaku  ghosting mungkin tidak terlalu bermasalah dengan hal ini. Walaupun di situlah letak sebenarnya persoalan yang ia sebabkan. Ia sama sekali tidak memperhitungkan perasaan orang lain. Hanya untuk kepentingan dan kesenangannya sendiri.
Efek Ghosting
Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, fenomena ghosting ternyata  bisa dialami pria dan wanita yang menjalani hubungan cinta dalam persentase yang sama (50:50).
Dampak alias efek emosional karena ghosting dapat menghancurkan pasangan yang ditinggalkan. Mereka  bisa menjadi cemas dan merasa tidak dicintai.
Tidak adanya kelancaran dalam gaya komunikasi antara dua insan, bisa muncul perasaan-perasaan negatif, seperti misalnya cemas, ragu, curiga, atau perasaan yang menjauh.
Kondisi tersebut, suatu ketika juga dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih sulit untuk percaya pada orang lain, terutama dalam konteks hubungan romantis.
Korban ghosting menjadikan dirinya sebagai pihak yang tak dihargai. Karena merasa dirinya tidak lagi tidak dicintai bisa menyebabkan rasa sedih sekaligus merendahkan diri sendiri.
Mengantisipasi Perilaku Ghosting
Berhubung ghosting terkait erat dengan masalah komunikasi, terutama yang sedang menjalin hubungan LDR (Long Distance Relationship), yang utama adalah memperbaiki pola kelancaran dalam berkomunikasi.
Hal penting di antara pasangan untuk membuat kesepakatan bersama perihal waktu untuk saling berkontak, dan membangun komunikasi. Saling bercerita, berdiskusi tentang topik bersama, dan atau obrolan-obrolan santai tapi intens.
Ghosting sama sekali tidak terbatas pada hubungan romantis jangka panjang semata. Hubungan kencan informal, pertemanan, bahkan hubungan kerja bisa diakhiri dengan bentuk ghosting.
Bagi orang yang melakukan ghosting, menjauh dari suatu hubungan, atau bahkan hubungan potensial, adalah jalan keluar yang cepat dan mudah. Tidak perlu untuk merancang bentuk sandiwara. Putus, ya, putus. Titik. Tak perlu berdebat panjang lebar, beres perkara.
Maka sebaliknya, bagi yang merasa menjadi korban ghosting; tak perlu menilai rendah diri. Berpikir positif saja. Jika memang ada yang melakukan ghosting, anggap saja mereka bukan teman, sahabat, atau pasangan yang baik dan sepadan.Â
Memang bagi pihak yang di-ghosting terasa amat menyakitkan. Sulit untuk segera lepas dari bayang-bayang. Mereka yang ternyata tak dapat menunjukkan rasa hormat dengan mengucapkan salam perpisahan yang baik. Mereka itulah yang menjadi sumber masalah, bukan di pihak yang menjadi korban ghosting.
Ambil saja sisi positifnya. Ghosting itu sebagai rambu, mengingatkan hubungan itu sebaiknya dijalankan terus, waspada (hati-hati), atau cukup di sini (berhenti).  Lebih baik tahu sejak dini daripada menyesal di kemudian hari.
9 Maret 2021
Hendra Setiwan          Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H