"Saya berhenti menulis." begitu judul dari tulisan beberapa penulis senior di kanal Kompasiana beberapa waktu lalu.
Saya sudah menduga bahwa ini bukan dalam arti sebenarnya. "Ah masa penulis senior kok tiba-tiba berhenti menulis. Saya meragukan judul tulisan yang terpampang itu.
Tapi sekadar mengobati rasa penasaran, akhirnya di-klik dan dibacalah tulisan tadi. Hehe,benar! Mereka tidak sedang ingin berhenti menulis. Bukan "Titik" tapi masih "Koma".
***
Apakah judul seperti itu menipu? Sepertinya tidak juga. Mereka, ada yang sedang bercerita kalau dirinya pamit untuk berhenti menulis karena akhir-akhir ini sudah sibuk dengan aktif aktivitas atau kegiatan atau pekerjaan utamanya.
Jadi ia bukannya mau berhenti total. Namun menulis di sini menjadi nomor yang kesekian. Namun pada intinya, suatu saat ia akan kembali lagi untuk menulis. Tapi ia tidak bisa memprediksi kapan itu.
Ada juga yang menuliskan faktor-faktor yang bisa membuat penulis berhenti berkarya. Atau sekadar tulisan ringan semata. Cukuplah hari ini atau minggu ini atau bulan ini, Anda sebagai pembaca menikmati karya saya. Ini tulisan yang terakhir. Besok, kita akan bertemu lagi.
Haha,menipu, kan... Padahal sebenarnya hal-hal itu ya lumrah saja. Hanya memberi efek kejut kepada para penggemar. Apa kira-kira tanggapannya.
***
Judul yang baik itu bisa mengundang rasa penasaran orang untuk membaca. Tetapi tidak semua judul yang bisa mengundang rasa penasaran orang untuk membaca adalah judul yang baik. Seperti yang sekarang ini sering dilakukan oleh media-media yang sebenarnya sudah punya nama besar. Maka, konsekuensi logisnya, justru nama mereka yang jadi tercoreng.
Judul memang bisa mempengaruhi seseorang untuk mau melanjutkan membaca isi berita atau justru mengabaikannya.
Biar up to date,ambil contoh saja berita yang terjadi beberapa waktu lalu. Misalnya ada jurnalis yang menulis, "Jokowi meresmikan bendungan Tukul di Pacitan."
Tapi ketika ada pilihan judul lain disodorkan, misalnya, "Jokowi bersama Tukul menghibur masyarakat di Pacitan."
Tentu tanpa sadar, judul yang kedua yang akan lebih diminati pembaca. Sebab judul pertama kesannya biasa, standar, seremonial. Tapi yang kedua menimbulkan rasa penasaran.
Meskipun sama-sama di dalamnya ada unsur Jokowi, Tukul, dan Pacitan. Tetapi unsur yang berbeda adalah 'bendungan' dan 'menghibur'. Jelas pilih yang 'menghibur'.
Apakah ini tips dan trik buat penulis pemula supaya tulisannya bisa menarik banyak minat pembaca? Mungkin saja bisa, tetapi jangan sampai itu merusak image yang hendak dibangun oleh penulis itu sendiri.
***
Sekedar pengalaman berselancar di dunia maya. Pada salah satu kanal penulis keroyokan di "negeri tetangga", ada seseorang yang tulisannya --menurut saya- sebenarnya bagus. Secara isi dan model penulisannya, enak dicerna dan dinikmati. Walaupun tema yang sedang dibahas termasuk urusan yang 'berat'.
Pada suatu saat, ia menulis judul yang kesannya memang agak ambigu dengan isi tulisannya. Kurang nyambung sepertinya. Barangkali juga si penulis ingin supaya tulisannya itu dapat di-klik, dibaca oleh lebih banyak orang.
Tentu, karena ini juga berkaitan dengan nasib masa depan bulanan, hehe... Jumlah pembaca yang semakin banyak, identik dengan jumlah nominal yang didapatkan. Walaupun harga per-"klik" tadi hanya sekian rupiah, tapi lumayanlah kalau hitungannya bisa dikalikan ratusan atau ribuan.
Oleh pembaca, dia kemudian dikritik, "Kok tulisannya seperti itu?" Maksudnya adalah soal judul, yang kemudian dikaitkan dengan isi tulisan.
Pasca kejadian itu, namanya kemudian tenggelam. Entah karena bertepatan dengan kesibukan atau karena kritikan itu, tidak tahu. Namun yang jelas, semoga pengalaman itu juga bisa menjadi pelajaran berharga.
28 Februari 2021
Hendra Setiawan
*) Selanjutnya:Â Masa Bodoh Membodohi Pembaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H