Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Ibu dan Pendidikan Karakter

20 Februari 2021   17:45 Diperbarui: 20 Februari 2021   17:44 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Surabaya ada yang namanya Suroboyo Bus. Bus ramah lingkungan ini transaksinya menggunakan botol plastik, bukan uang tunai.

Sebelum masa pandemi, pada saat musim ramai liburan, banyak warga yang memanfaatkannya sekadar menikmati jalanan kota. Justru yang benar-benar "penumpang" kalah jumlahnya.

Nah, suatu saat, ketika naik moda ini, ada rombongan keluarga. Ada lansia dan cucunya, yang kelihatannya begitu lekat. Karena tak dapat tempat duduk, mereka memilih duduk di antara ruang kosong antar kursi  penumpang.

Bus ini memiliki ketinggian yang berbeda antara ruang depan dan belakang. Jadi memang dimungkinkan ada tempat untuk duduk di antaranya. Apalagi jarak kursi di sebelah kiri dan kanan juga cukup lebar.

Nah, belum beberapa lama menikmati perjalanan, tetiba ada anak kecil (sekitar usia TK-SD kelas 1-2) yang muncul dari belakang dengan enaknya berkata "Minggir-minggir."

"Wah, anak siapa ini? Kok tidak punya etika dan sopan-santun begini?" Cuma membatin saja. Barangkali hal yang sama juga dirasakan oleh sebagian penumpang yang lainnya.

"Siapa sih orang tuanya? Di rumah apa ya tidak diajari cara berperilaku di hadapan banyak orang. Lagaknya seperti penguasa saja."

Oh... ternyata orang tua anak ini rupanya pasangan yang masih muda nampaknya. Omong-omong dengan si anak juga memakai Bahasa Indonesia. Tak ada teguran atau apa pada si anak. Biasa saja mereka bercakap, seperti cuek dengan sekitarnya. Atau memang tak tahu dengan situasi yang terjadi baru saja.

***

Lain cerita, suatu saat di sekitar depan rumah. Ada seorang anak (sekitar usia SD kelas 4-5) yang asyik main otoped. Mondar-mandir di sekitar jalan dari rumah ia berada.  Hingga suatu kali tercetuslah kata, "Monggo, Bu ..."

Sebuah sapaan dalam Bahasa Indonesia yang bisa diartikan "Permisi" atau "Mari, Ibu..."

Anak ini bukan warga kampung yang asli. Barangkali putra dari saudara tetangga yang sedang menerima tamu.

"Wih, sopan sekali anak ini. Anak siapa? Siapa yang mengajari?"

Begitulah pertanyaan yang kemudian muncul. Rasanya lebih adem, tenteram melihat kejadian ini ketimbang cerita yang pertama tadi.

***

"Bahasa Ibu" selain bisa diartikan sebagai bahasa daerah, bahasa suku, bisa juga diartikan sebagai bahasa pertama yang diperoleh anak dari lingkungan terdekatnya. Sebab, bahasa itulah yang pertama dipelajari oleh anak dan dipakai dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.

Apakah ada pengaruh antara penggunaan bahasa ibu dengan pendidikan karakter dalam dua contoh di atas?

Pada umumnya manusia tidak menyadari bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang sangat rumit. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang. 

Mulai dari anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia si anak.

Bahasa ibu tentu memengaruhi perkembangan bahasa anak. Anak, sejak usia dini hanya bersifat imitatif (meniru). Mereka akan meniru apa saja yang terjadi dalam keluarga, sebagai lingkungan yang paling dekat dengan anak.

Tidak saja anak meniru dari mata yang dilihatnya. Anak juga bisa meniru dari telinga yang didengarnya.

Maria Montessori, dokter sekaligus ahli pendidikan asal Italia (1870-1952), yang namanya diabadikan menjadi sebuah sekolah waralaba, menyebut perkembangan anak dengan 'periode kepekaan' (sensitive period). 

Sebuah masa ketika seluruh aspek perkembangan anak mulai memasuki tahap atau periode yang sangat peka. Artinya, pada tahap ini seorang anak mulai merespon hal-hal yang dilakukan oleh orang di sekitarnya. Termasuk penggunaan bahasa pada lingkungan orang yang berada dekat padanya.

***

Bahasa-bahasa yang baik dan sikap hidup yang baik akan terekam pada memori otak si anak. Mereka akan meniru apa saja dari rekaman yang sudah ada dalam pikirannya. Atau ada yang menyebutnya dengan istilah "anak  sebagai peniru  ulung  yang  cerdas."

Jangan pernah hanya berpikir kalau bahasa hanya sebagai alat bantu komunikasi semata. Ternyata ada yang jauh lebih penting. Bahasa juga menjadi salah satu cara untuk memberikan pola asuh dan pendidikan karakter yang baik pada anak.

Setuju?

20 Februari 2021    
Hendra Setiawan

*) ditulis dalam rangka Hari Bahasa Ibu Internasional, 21 Februari 2021

Selanjutnya: Bahasa Ibu yang Lucu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun