Mencoba berpikir lebih waras sedikit jika hendak mengorelasikan dua peristitiwa ini. Toh bangsa kita juga belum punya peringatan hari kasih sayang. Adanya hari ibu, hari anak. Jadi spirit cinta kasihnya itu saja yang diambil.
Membayangkan seseorang diberi bunga mawar atau sebatang coklat saja sudah merasa senang. Baik itu oleh orang yang sebelumnya sudah dikenal atau belum. Malah terkadang yang tak mendapat kesempatan, justru sengaja meminta pada yang memberi.
Spirit perhatian ini, ajarkanlah itu kepada para murid. Coba saja jika satu kelas kecil ada 20 murid atau kelas besar 40 murid. Kalau per jenjang kelas ini ini punya 3-5 lokal, jumlahnya sudah cukup banyak.
Suruhlah para murid ini untuk menulis "surat cinta". Bisa kepada keluarga atau kepada para pahlawan masa kini yang terlupakan. Itu kan lebih asyik dan menantang. Tidak mengurusi keyakinan orang, yang justru bisa membuat saling berantem kalau tidak paham betul.
Mengajar murid dengan melakukan literasi, dengan cara curhat lewat tulisan, akan membawa tradisi yang baik. Buat penyemangatnya, guru Bahasa Indonesia bisa memberi reward atau hadiah buat tulisan terkeren. Tulisannya akan menjadi judul buku kompilasi karya para murid.
Wah, menyenangkan kan model pendidikan kayak gini. Daripada ribut bin ribet, "Woi, jangan ngerayain hari valentine di sekolah, ya..."
Apalagi dengan kata-kata menyeramkan dari para warganet penentang Valentine's Day, "Awas, takutnya dengan perayaan Valentine's Day di sekolah, ada siswi yang hamil."
"Ah pikiran kok mesum gitu..."
Salam damai dan penuh berkat. Selamat berbahagia semua....
 13 Februari 2021