Saya ini termasuk penulis 'bunglon' ya? Kalau yang sering mampir dan baca karya saya, pasti pernah merasakan hal ini.
Terkadang saya sangat serius menulis. Malah kadang kalau suatu saat baca ulang kembali, atau karena dapat respon teman, jadi kepikiran sendiri. "Kok bisa ya saya menulis 'maut' semacam itu?"
Kadang saya juga bisa menulis hal sebaliknya. Konyol dan seru-seruan saja. Gaya bahasa anak gaul, tak beraturan. Tata bahasa tak sesuai kaidah PUEBI (dulu EYD). Banyak mengandung unsur guyon-nya.
Kadang juga keluar gaya mendayu-dayu, romantis, penuh estetika. Waduh, apalagi ini, wkwkwk...Â
Ya, tulisan semacan curhat kayak orang yang sedang jatuh cinta, lagi dirundung asmara. Pilu, sedih, tapi juga bahagia. Campur aduk. Galau, ambyar, ancurrr.... Hahaha, terima kasih buat yang sudah chatting pribadi -).
Tapi kadang juga terasa nada emosi. Marah, jengkel, ketika membahas sebuah fenomena atau peristiwa. Mengapa begini, mengapa begitu... Harusnya begini, harusnya begitu... Jangan begini, jangan begitu...
***
Suasana hati memang tak bisa dipungkiri, membawa rasa dalam sebuah karya. Kalau pas lagi 'bad mood'Â katanya, juga bisa gagal menghasilkan tulisan, walau pendek sekalipun. Tapi kalau pas niat, ide-ide itu akan berlalu-lalang. Terus-menerus bermunculan, seakan tiada henti.
Bahkan karena menumpuk saking banyaknya, sebuah ide tulisan bisa jadi tak lagi bersifat aktual. Ia sudah tertutupi oleh isu-isu baru yang lebih fresh and hot.
Bersyukur saja kalau selama bulan Januari 2021 ini pada akhirnya bisa menjawab "tantangan diri". Menulis non-stop dengan tema yang dipilih sendiri. Termasuk juga di antaranya mengikuti beberapa "Topik Pilihan" yang disediakan Admin Kompasiana.
Terima kasih kepada Saudara/i yang baru bertemu dalam jagad pertemuan di dunia maya ini. Juga kepada siapa saja yang sebelumnya sudah bertemu secara fisik. Support, semangat, dan yang kerap saya recoki;Â kalian semua sudah memberikan suntikan inspirasi yang berharga.