Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menertawakan Berita Tidak Penting; Buat Apa Dulu Ikut Diklat Jurnalistik?

30 Januari 2021   20:10 Diperbarui: 30 Januari 2021   20:13 1340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita 'heboh' di awal tahun 2021. Sumber berita tercantum

Google berita yang ada di hape android sebagai gawan, aplikasi bawaan, memberikan kemudahan buat pemakainya dalam mengakses berita. Seperti halnya langganan koran, tablod, atau majalah, memang tidak semuanya sesuai selera.

Yang gaptek atau malas akses sumber lain, ya terima saja dengan kenyataan itu. Walaupun sebetulnya, ada tombol yang bisa diatur untuk mendapatkan akses sesuai kebutuhan.

Nah, salah satu berita yang muncul di antara urutan waktu dalam linimasa pada waktu itu adalah soal Arie Kriting. Judul dan isinya sesuai pada gambar tangkapan layar di atas.

***
Hadew... Mau marah juga bagaimana. Tapi rasanya menyesal banget kalau ingat dulu pas masih masa sekolah (kuliah). Kala itu sepertinya susah-susah pengin ikutan diklat jurnalistik. Masih serba manual. Sekarang lihatnya seperti jauh bumi dan langit.

Walaupun tidak mendalam dan waktunya juga tak sampai berhari-hari lamanya. Hanya beberapa jam pada hari tertentu (Sabtu-Minggu), yang dibagi dalam beberapa sesi. 

Dalam masa diklat jurnalistik itu, peserta diberikan teori-teori penulisan, kisah-kisah suka dukanya para wartawan sang narasumber bisa membuat karya, serta praktik penulisan yang diberikan buat tugas.

Hal-hal esensi yang penting diketahui dan wajib dimiliki. Itu jadi salah satu poin pentingnya. Di antaranya adalah menulis apa dan untuk apa?

Tentunya faktor kepentingan publik yang diutamakan. Bagaimana penulis bisa memberikan pemahaman yang baik kepada khalayak tentang isu yang hendak diangkat. Baik dari bahan atau materi yang disajikan, juga narasunber yang dianggap layak dan berkompeten.

Jadi tidak asal menulis dan cari narasumber yang asal bisa ngomong. Disesuaikan juga dengan latar belakang pendidikan atau profesinya. Meskipun mungkin dia menguasai hal yang berbeda dari profesi asalnya.

Tanya masalah kesehatan, ya ke dokter bukan ke artis. Begitu lho... misalnya.

Sumber berita tercantum
Sumber berita tercantum
Sumber berita tercantum
Sumber berita tercantum
Sumber berita tercantum
Sumber berita tercantum
Coba deh sekarang pikirkan baik-baik, apa sih pentingnya berita-berita semacam 3 tangkapan layar di atas itu bagi kehidupan bermasyarakat,  berbangsa dan bernegara,  hahaha....

Ya, memang sih dalam diklat jurnalistik juga ada pembahasan soal berita unik, yang ringan-ringan, feature. Tapi sepertinya dulu narasumber tidak mengajari yang seperti begitu, deh... :(

Terus apa untungnya buat pembaca dan pemirsa. Emang gue pikirin ada artis gak bisa masak? Wong dia punya uang, tinggal order aja kan bisa? Ngapain repot? Benul kan, ya...

Sumber berita tercantum
Sumber berita tercantum
Artis wanita pakai kawat gigi sekarang. Artis pria lagi cukur kumis atau plontos (potong gundul). Lha buat apa lho kabar seperti itu ditampilkan? 

Apa ya seperti itu kejadian yang termasuk "unik dan menarik"? 

"Iya, pastinya, karena menyangkut hajat hidup orang banyak, maka perlu diberitakan."

Wow... Ilmunya keren pisan euy... Hahaha....

Ah, ngapain dulu ikutan diklat jurnalistik ya, jika di era teknologi medsos seperti sekarang ini, semua dimudahkan. Cukup dari layar hape dan laptop, 'kepo' pada akun-akun artis yang sudah bisa "jual nama", cukuplah itu. Gak perlu modal banyak, tapi bisa dapat untung gede.

Tinggal tunggu saja yang sedang viral atau bikin konten sendiri . Tema foto artis bangun tidur atau cari aja foto-foto 'caem' (menarik menurut si pembuat berita) dari akun Instagram.

Cukup kasih awalan sebagai pengantar dan kesimpulan dari isi berita, lalu masukkan tangkapan layar foto. Sertakan juga komentar-komentar warganet sebagai pendukung. Beres. Selesai tugas. Bayaran ... :(

***

Wis, begitu dulu pembahasan yang gak penting juga ini, haha.... 

Sekarang, bagaimana cara supaya berita yang dianggap tak urgen begituan gak terus-terusan muncul? Gak usah di-klik atau tonton infotainment yang receh begitu. Biar kapok. Semenarik apapun, kalau tidak ada yang melihat, kan sia-sia juga. Biar diibikin saja sendiri, dinikmati saja sendiri.

 

 Hendra Setiawan
30-01-2021

*) Tulisan sejenis sebelum ini: Salah Siapa Foto-fotoan Tanpa Masker?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun