Seenak petugas di lapangan, mau menghukum orang seperti apa. Mau disuruh menyanyi, joged-joged, menyapu jalan, menggantikan petugas untuk menyemprot desinfektan, dan lainnya.
***
Nah, dalam konteks pembahasan tulisan ini, sebagaimana yang bisa dibaca dari cuplikan tangkapan layar tersebut, terkesan memang "wanita dalam berita" jadi pihak yang dihukum dua kali. Dalam kenyataan dan dalam tayangan pemberitaan.
Secara nyata ia sudah dihukum dan sudah melaksanakan sanksi yang diberikan. Tapi dengan makin luasnya pemberitaan, maka ia pun mendapatkan tambahan lagi berupa sanksi secara moral di dunia maya.
Beredarnya video yang motif awalnya mungkin hanya sekadar menunjukkan ketegasan petugas, namun jika ditelaah lebih jauh, justru sebaliknya yang terjadi. Komentar dalam video lebih membuat miris hati. Suara penyerta yang juga muncul dalam rekaman video viral, terkesan bersifat merendahkan diri si wanita.Â
***
Belum lagi 'ulah' media yang ikut-ikutan memberitakan. Tambah parah lagi. Kenapa harus ditambah kata "cantik", lho... Apa karena itu kata sakti yang bisa 'menjual' nilai berita?
Media tulis seakan gemar sekali memanfaatkan kata ini. Objek wanita, apalagi kalau parasnya cantik, dia akan diburu. Jadi bahan penulisan dan pemberitaan.
Media televisi juga begitu. Malah yang tak tahu informasi semacam itu, seperti ingin ditunjukkan. Berbagi objek derita bagi pelaku yang menjalani hukuman. "Tuh, di internet lagi ramai. Kalian sudah pada tau belum? Ini lho, kutunjukkan, yang seperti ini. Kalau pengin tau, kalian bisa cari sendiri ya.. "
Ampun deh... Masa depan media kalau terus-terusan seperti ini. Apalagi kanal yang menyediakan tumbuhnya warta warga alias citizen jornalism.
Enak, duduk manis. Pantengin facebook, instagram, twitter. Cari kode, kata kunci yang lagi trend dan viral. Atau kalau belum nemu yang baru, buat konten sendiri saja. Bisa dari satu akun atau beberapa digabungkan. Lihat tema yang mau diangkat. Misalnya soal mode pakaian (OOTD), foto bangun tidur, makan, pelisir, dan semacamnya.