Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Alam Lingkungan Itu Juga Karya Tuhan

22 Januari 2021   14:16 Diperbarui: 22 Januari 2021   14:17 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika pada masih muda.... Memangnya sekarang sudah tua, ya? Hahaha.... bukan begitu, Masihlah, masih termasuk golongan usia produktif; semangatnya harus tetap muda walau tongkat estafet sudah diberikan.

Kala itu kami mengadakan kesempatan mengadakan sebuah acara dengan menginap di alam terbuka. Ya, bukan di hotel mewah atau vila nan istimewa. Terlalu manja untuk jika di sana untuk menggembleng jiwa paramuda.

Berlokasi di alam pegunungan sebuah tempat wisata di Batu, Jawa Timur, panitia acara menggandeng juga komunitas pecinta alam (PA). Keterlibatan mereka tentu bukanlah sebagai peserta aktif yang ikut dalam acara. Namun hanya sebagai pemandu dan penjaga dari segala kemungkinan yang tidak diharapkan.

Ya, tinggal di kawasan hutan, berkemah, tentu bukan perkara mudah. Apalagi bagi anak-anak rumahan. Bagaimana bila tetiba ingin buang air kecil atau BAB. Mau ke mana? Masa ngumpet, diam-diam keluyuran, cari tempat yang jauh dari pandangan mata? Iya, kalau di area terbangun, tanya toilet di mana, arahnya jelas.

Walaupun dalam acara ini tidak ada materi khusus soal lingkungan hidup, hanya ulasan atau  sentilan ringan sebagai pengingat, namun secara tidak langsung, peserta acara juga dapat belajar sendiri lewat apa yang sudah mereka dapatkan selama mengikuti acara. Pelajaran mental dan spiritual bagaimana mewujudkan penghargaan atas karya cipta Tuhan terhadap alam lingkungan sekitar. 

Salah satu 'adegan' menariik yang masih melekat pada ingatan, tatkala usai kegiatan --sementara tenda-tenda penginapan dibongkar kembali-- seorang anggota PA membuat sebuah lobang kecil di tanah. Di area sekitar sisa abu pembakaran "api unggun" malam sebelumnya.

Kemudian, dengan sepatu bagus yang dipakainya, kaki-kaki terampilnya mengumpulkan serakan abu tadi pada lubang yang ada. Tentu saja, sepatu yang dikenakannya itu menjadi terlihat kotor.

Sambil asyik memasukkannya ke dalam lobang tadi, seorang peserta dengan spontan mengatakan, "Mas, eman sepatune kotor (Mas, sayang, sepatunya jadi kotor)." 

Tetapi apa jawaban yang didapatkan? "Ah, gak popo (Ah, tidak apa-apa). Daripada alam kita yang kotor, lebih baik sepatu kita yang kotor. Sepatu kan masih bisa dibersihkan..." 

 

***

 

Hmm... Kejadian ini tentu makin menarik jika dilakukan oleh komunitas keagamaan. Mengapa, bukankah pada maklum kalau ajaran agama seringkali cuma berbicara pada yang tinggi-tinggi. Soal sorga dan masa depan, gambaran yang dibuat semenyenangkan mungkin bila nanti umat tinggal di sana.

Namun, apakah persoalan yang ada di depan mata, yang jelas-jelas dialami itu tidak penting? Hubungan vertikal saja, tapi horisontalnya dilupakan. 

Orang kena musibah banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, terus tetep cuma dikasih ayat sorgawi yang menghibut. Apa ya masuk di hati?

Tapi kalau ada ayat suci yang terkait dengan kehidupan di bumi, itu akan jauh berfaedah. Misalnya soal tanggung jawab sosial, kepedulian pada sesama yang lebih membutuhkan, dan setersunya. 

Pernah tahu ada papan (plang) yang berisikan "Kebersihan adalah sebagian dari iman"? Ya, lingkungan bersih itu indah, enak dipandang. Cara supaya lingkungan bersih, apa yang perlu dilakukan? Buang sampah jangan sembarangan. Pilah dan pilih sampah untuk mengurangi volume yang makin menggunung itu. Demikian seterusnya.

Apakah hal seperti ini cukup dilakukan oleh komunitas keagamaan tertentu? Jelas tidak! Semua agama, pasti ada sebagian di antara pengajaran itu juga ada yang membahas mengenai persoalan duniawi. Memang mungkin ayatnya tidak tertulis nyata bilang A, B, C. Tetapi dari konteks cerita, itu dapat terjadi dan perlu juga menjadi bagian bahan ajar pada umat. 

Dalam hal ini, maka kerjasama antarumat beragama tidak hanya berhenti pada soal toleransi dan harmoni semata. Bisa juga dalam urusan sosial dan lingkungan seperti ini.

 

***

 

Bencana alam semacam tanah longsor dan banjir bandang akibat penggundulan hutan atau karena perubahan fungsi daerah peresapan air, abrasi kawasan pantai, dan sebagainya. Kesemuanya itu sebenarnya secara jelas dan tegas bisa menunjuk pada satu oknum penyebab. Ya, karena si manusia sendiri mengabaikan kesadaran menjaga alam.

Kegiatan spiritual memang untuk memenuhi jiwa yang lapar dan dahaga. Namun ketika situasi dan kondisi di luarnya ternyata menunjukkan alam lingkungan tempat tinggal makin tidak bersahabat, tentu itu yang disebut "mencobai Sang Kuasa". 

Permasalahan lingkungan hidup bukanlah sebatas pada kegiatan yang bersifat spontanitas dan sesaat. Seperti misalnya aksi massal pengumpulan sumbangan bagi para korban bencana. Pada kenyataan ini, kita jadi tetiba simpati dan mau berbagi.

Tidak salah sih... Orang peduli kok malah di-cap negatif? Tapi, jujur melihat kenyataan ada aktivitas bernama kegiatan sosial ini kemudian diboncengi dengan embel-embel nama diri, bagi saya ini sudah tidak menarik lagi. "Niat membantu kok malah cari nama..."

Dan yang lebih 'kurang ajar' lagi jika ada yang mengumpulkan sumbangan dari para dermawan di jalan-jalan, tapi kemudian menyalahgunakan buat kepentingan yang lain. Atau meng-klaim sumbangan publik tadi dalam satu nama kelompok diri. Wah, wes... ini namanya pembohongan publik dan cuma cari sensasi diri.

 

***

 

Alam lingkungan begitu dekat dengan kita. Menjaga dan merawatnya adalah salah satu bukti bahwa kitapun mencintai dan taat kepada ajaran-Nya, Sang Pencipta alam semesta raya dan segala isinya.

*) Sekadar coret-coret di kala hujan, kilat sambar sungguh menakutkan...

 Hendra Setiawan

 22-01-2021

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun