Peristiwa yang sama, bisa memunculkan reaksi yang bertolak belakang pada orang yang mengalaminya. Terlebih lagi jika itu terkait dengab musibah, bencana, kecelakaan dan beragam peristiwa yang dipandang tidak menyenangkan lainnya.
Misalnya, peristiwa kecelakaan yang terjadi di angkutan umum. Ada yang meninggal, luka-luka (baik ringan, sedang, berat) atau selamat. Satu peristiwa tapi implikasinya beragam rupa.
Nah, apa yang terjadi bagi keluarga yang menjadi korban meninggal? Hujan tangis dan air mata. Kesedihan dan dukalara yang mendalam. Begitulah kesan umum yang mudah ditangkap dalam pandangan mata.
Rasa pedih itu akan terus bertambah-tambah jika misalnya ia (yang jadi korban tadi) seorang kepala keluarga. Atau ia seorang yang dikenal rajin, taat beribadah, sopan, pandai, dan seterusnya. Hal-hal yang dipandang baik di mata kebanyakan orang.
Lalu kisah lanjutannya adalah narasi mempertanyakan kuasa Ilahi. "Di mana keadilan-Nya, di mana rasa sayang pada hamba-Nya?"
Belum lagi jika peristiwanya lebih tragis. Menjadi korban kriminalitas, salah sasaran atau random (korban acak). "Mengapa hal buruk ini bisa menimpa pada orang yang beriman penuh pada Dia?"
Sungguh, ini sebuah misteri Ilahi yang tak mudah untuk mendapatkan jawabannya. Apalagi jika si korban berasal dari lingkungan keluarga yang dikenal baik; bukan "bermasalah".
Bertolak dari itu, kembali pada korban komunal tadi. Buat mereka yang lolos dari maut, tentu terlontar kata tiada henti untuk ber-ucap syukur. Nyawanya masih tertolong, ia selamat. Kalau toh ada luka di sekujur tubuh, separah apapun, tetap saja mau menerima keadaan tersebut. Karena nyawa hidup itu yang jauh lebih penting.
Tak jarang, rasa syukur itu diwujudkan dalam bentuk kesaksian iman. "Tuhan begitu baik, masih memberikan kesempatan buat hidup."
Perbedaan Perspektif
Cara pandang terhadap masalah yang sama tersebut tidak ada yang salah. Normal, bahkan amat normal dan manusiawi sekali.