Meskipun kerapkali dilewati, baru tahu kalau di Surabaya ada sebuah bangunan yang cukup eksotik berupa villa. Namanya cukup keren. Bangunannya besar, tinggi menjulang. Membayangkan kala kembali ke masa 1900-an, kala gedung ini dibangun.
"Girli" alias pinggir kali. Bahasa Inggrisnya riverside. Bahasa Belandanya rivierzicht.
Villa Rivierzicht. Begitulah namanya. Letaknya berada di tepian sungai Kalimas Surabaya. Bersebelahan persis dengan kompleks Taman Ekspresi.
Keseluruhan bangunannya bercat putih bersih. Jendela kayu yang lebar khas bangunan kolonial, serta lantai kuno bermotif masih dipertahankan bentuknya.
Pohon Trembesi tua yang menjulang tinggi di atas atap gedung seakan tak tersentuh. Dibiarkan tetap rindang, memayungi bagian belakang gedung.
Sebelumnya, selama bertahun-tahun bangunan kolonial (dibangun 1910-1913) di jalan Gentengkali 10 Surabaya ini sempat digunakan oleh Perguruan Taman Siswa, tetapi kemudian mangkrak.
Peresmian museum dilaksanakan tepat pada peringatan hari Guru Nasional, 25 November 2019 oleh Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya.
Adapun isi dari bangunan utama museum “Villa Rivierzicht” ini terdapat beberapa kamar dan dilengkapi dengan berbagai benda sejarah.
Alur museum diatur berdasarkan konsep storyline periodesasi masa dinamika pendidikan di Indonesia, dengan mengkomunikasikan koleksi dalam konteks museologi. Alur museum terbagi menjadi masa pra-aksara, masa klasik, masa kolonial dan masa kemerdekaan.
Sayang, berhubung adanya pandemi, museum ini ditutup untuk umum.
HGN dikukuhkan berdasarkan Keppres Nomor 78 Tahun 1994 dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Tanggal 25 November dipilih sebagai HGN bersamaan dengan HUT Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
PGRI sendiri terbentuk pada 25 November 1945 oleh Rh. Koesnan, Djajeng Soegianto, Amin Singgih, Soetono, Soemidi Adisasmito, Ali Marsaban, dan Abdullah Noerbambang. Sebelum menjadi persatuan para guru, perkumpulan ini bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
PGHB ini didirikan pada 1912. Anggotanya adalah para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah, yang umumnya bertugas di Sekolah Desa serta Sekolah Rakyat 'Angka Loro' (Angka Dua).
Selain PGHB, berdiri pula organisasi guru lain dengan berbagi corak profesi dan keagamaan.
Organisasi tersebut misalnya Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB). Selain itu ada Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), dan Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM).
Pada 1932, PGHB berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Adanya organisasi ini tentu tidak disukai pemerintah Belanda. Sebab penambahan kata Indonesia mengindikasikan semangat kebangsaan dan persatuan di antara guru serta tenaga kependidikan.
Saat pendudukan Jepang, PGI dilarang keberadaannya. Jepang melarang aktivitas PGI, menutup sekolah, dan melarang organisasi berjalan.
Setelah Indonesia merdeka, pada 17 Agustus 1945, PGI menggelar Kongres Guru Indonesia pertama pada 24-25 November 1945 di Surakarta, Jawa Tengah.
Dalam kongres itu disepakati, semua organisasi guru dengan berbagai latar belakang dihapuskan. Guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan berada dalam satu wadah bernama PGRI.
Dengan kesepakatan tersebut, PGRI dinyatakan sah berdiri pada 25 November 1945, seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan.
Maka untuk lebih menghargai jasa para guru di Indonesia maka setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional.
Keberadaan Museum Pendidikan bisa menjadi tempat pembelajaran bersama. Dalam era pandemi sekarang ini, para guru tentu dapat memanfaatkan kemajuan teknologi. Jangan sampai kalah dengan peserta didik.
Dengan pembelajaran virtual yang masih terus berjalan. Biar ini juga jadi bagian dari sejarah itu sendiri. Pernah ada waktu, sistem pembelajaran daring (online) menjadi pilihan yang tak terelakkan.
Selamat menjadi bagian dari sejarah.... Terima kasih buat para guru yang telah mencerdaskan anak-anak bangsa....
© Hendra Setiawan
25 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H