Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ajarkan Kebaikan Saat Valentine-an

14 Februari 2020   18:18 Diperbarui: 14 Februari 2020   18:29 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"Hari ini, tanggal 14 Februari, hari apa anak-anak?"

"Hari sekolah biasa, memang ada apaan?!"

Seperti biasa, peristiwa hari ini bisa jadi sensasional, dan itu bisa diprediksi dengan tepat. Tak usah jadi cenayang terhadap hal ini. Terlebih lagi, kisah ini sudah lima tahun belakangan  --ah, kayak pemilu aja hehe... --  terjadi. 

Tepat 14 Februari, pasti akan ada satu peristiwa yang senantiasa ramai dibahas di media sosial. Apa itu? Terkait beredarnya SE Kadiknas (Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan (dan Kebudayaan) dari beberapa kota/kabupaten menjelang peringatan hari valentine atau hari kasih sayang, 14 Februari. Masih saja ramai-ramai diulas hingga tahun 2020 ini.

Perang urat syaraf ini, kali pertama --sepanjang penulis ketahui- terjadi pada 2015 lalu. Valentine's Day ramai jadi perbincangan jagad maya ketika surat edaran dari dinas pendidikan yang ditujukan kepada sekolah-sekolah negeri dan swasta di berbagai kota di Indonesia itu menjadi viral. Dibahas tidak saja oleh puluhan atau ratusan, tapi bisa mencapai ribuan akun.

"Ngapain ya, sampai repot dan ribet ada larang-larangan begini?"

Surat Terformat?

Kalau melihat setting naskah yang termuat dan membandingkannya, sepertinya ada semacam contoh surat yang tersedia. Jadi para kepala dinas pendidikan di masing-masing kota/kabupaten itu bisa melakukan modifikasi terhadap isi surat tersebut. Intinya adalah para siswa dilarang merayakan acara Valentine's Day di sekolah mereka. Dengan alasan antisipasi efek negatif; sementara jika ada sisi positifnya, tak pernah tersentuh.

Surat ini tentu saja menimbulkan banyak reaksi, terutama bagi para warganet yang merasa apa juga perlunya Dinas Pendidikan (Disdik) membuat Surat Edaran (SE) semacam itu. Bukan hal yang urgen (penting dan mendesak). Justru yang dianggap menjadi persoalan, menjadi berbeda jika dilihat dari sudut pandang oleh pihak yang punya pola pikir berseberangan.

Poin utamanya, sebenarnya adalah apakah benar memang selama ini di sekolah-sekolah yang dimaksud, merayakan Valentine's Day menjadi hal yang biasa dan lumrah. Sejak kapan itu terjadi? Apakah sudah masuk kalender pendidikan, walau tak dinyatakan secara formal?

Sumber: fncounter.com
Sumber: fncounter.com

 

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Dok. pribadi
Dok. pribadi

 Hantu 14 Februari

Mengapa tanggal 14 Februari sepertinya menjadi hari yang menakutkan bak momok berkeliaran? Kekonyolan ini justru menjadi doktrinasi yang menyesatkan, dikarenakan penyederhanaan makna asali riwayat dari peringatan atau asal-usul Valentine's Day.

Hasil capture Facebook | Dok. pribadi
Hasil capture Facebook | Dok. pribadi

Tentu saja anggapan Valentine's Day terkait erat atau sekadar urusan syahwat, tak lebih dari kedangkalan cara berpikir. Tidak ada kaitan yang signifikan antara tanggal 14 Februari dengan "hari baik" bagi tiap pasangan untuk melakukan hubungan intim layaknya status suami istri yang sah.

Gejala yang ada itu hanyalah salah satu kasus negatif khusus. Tidak bisa di generalisir begitu saja. Seakan itu sebuah peristiwa yang umum terjadi. Atau dalam istilah kebahasaan disebut hiperbola (melebih-lebihkan). 

Berpikirlah secara logis dan jernih. Apalagi kepada para murid yang masih terlalu polos untuk menerima, tanpa boleh berbantah. Cobalah untuk melihat perspektif yang lebih luas dan positif. Jangan sembarang-sembarang dilihat dari sudut kacamata sempit. Menurut keyakinan saya, itu salah. Lantas itu diterjemahkan sama kepada pihak yang lain; yang memiliki sudut pandang berbeda.

Kita hidup dalam keberbedaan. Terimalah itu dengan lapang dada. Terimalah itu sebagaimana adanya. Kita tidak bisa hidup sendiri. Kita harus bisa menerima persamaan dan perbedaan. Tidak bisa semau gue. Maunya menang sendiri."Ikuti cara gue...!"

Hasil capture Facebook | Dok. pribadi
Hasil capture Facebook | Dok. pribadi

Kita tidak bisa menolak arus globalisasi yang ada. Kita hanya bisa mencegahnya, untuk tidak jatuh ke dalam hal-hal yang negatif. Kalau memang penginnya demikian, harusnya semua yang berasal dari luar negeri harus ditolak. Entah itu dari benua yang berbeda, ataupun dari negeri yang berbeda. Ya, kan... Semuanya bukan budaya asli bangsa kita. 

Perspektif Jernih dan Membangun

Valentine's Day yang ada di Indonesia diterjemahkan menjadi "Hari Kasih Sayang". Inti dari peringatan ini adalah soal perhatian kepada orang yang dikasihi. Perhatian kepada orang yang dicintai. Perhatian pada makna yang lebih luas kepada setiap orang yang perlu mendapat perhatian dari kita. Kalau kita memberi perhatian kepada orang yang sudah dikenal, sudah biasa terjadi. Tetapi memberi perhatian kepada orang yang tidak kita kenal sama sekali, itu akan menjadi sesuatu yang tidak biasa dan bisa jadi luar biasa.

Misalkan, kepada para murid, ajarkan kepada mereka bagaimana mereka bisa peduli kepada orang-orang di sekitarnya, yang tidak mereka kenal. Orang-orang yang berjasa kepada banyak orang tapi kurang mendapat perhatian. Misalnya kepada para petugas kebersihan kota. Coba dibuat tugas berkelompok. Sambangi dia. Ajak sharing tentang kehidupannya. Apa cerita positif yang bisa dipelajari? Itu akan jauh lebih bermanfaat. Para murid bisa lebih berempati. Ketimbang sekedar melarang anak-anak merayakan atau memperingati Valentine's Day dengan alasan yang alay. 

Mereka itu bukan lagi hidup di jaman kolonial seperti bapak ibu atau kakek neneknya. Sekarang ini jamannya milenium. Generasi milenial kalau dilarang, maka dia bisa mencari tahu sendiri mengapa itu dilarang. Atau justru malah mencoba-coba hal yang dilarang tersebut.

Hasil capture Facebook | Dok. pribadi
Hasil capture Facebook | Dok. pribadi

Orang yang punya perspektif masa lalu, memang akan cenderung menerima begitu saja apa yang dikatakan orang yang lebih tua. Tetapi masa kini, justru informasi terbuka sangat lebar dan luas. Informasi apapun tersedia di internet sebegitu rupa. Apakah itu bisa dicegah dengan sekadar larangan melalui sepucuk surat? Bisa saja, tapi patuhnya sebatas seremoni.

Harusnya kepada para generasi milenial ini, dia bisa diajari untuk mempergunakan hasil pendidikannya secara baik dan tepat. Mengajar peserta didik mau meluangkan sedikit waktu untuk berbagi kebaikan pada orang lain, bukankah hal yang baik juga, toh...

Valentine's Day hanyalah moment, sedikit waktu untuk menyatakan rasa kasih sayang. Sebab, di Indonesia, rasanya belum ada pula satu hari khusus untuk memperingati momen untuk saling berbagi. Mungkin ada Hari Keluarga Nasional (Harganas), Hari Kesetiakawanan Nasional (HKSN), Hari Ibu, dan seterusnya. Tetapi itu sifat dan sasarannya juga terbatas.

Religitainment

Barangkali ada benarnya, kalau ada tokoh yang mengatakan negeri ini sekarang dilanda oleh "overdosis agama". Sesuatu yang justru menjadi tidak sehat dalam perkembangan sebuah bangsa. Sama seperti tubuh kalau kekurangan, ia tidak sehat, ia gampang sakit. Tetapi yang berlebihan, itu juga bisa menimbulkan penyakit. Kekurangan vitamin menjadi avitaminosis; kelebihan sistem imun menjadi lupus.

Sumber: akun Twitter @RomoJostKokoh
Sumber: akun Twitter @RomoJostKokoh
Melarang para murid untuk melakukan tindakan yang tidak sepantasnya, itu boleh. Memang kewajiban para pendidik. Tetapi melarang mereka untuk dapat berpikir secara logis matang dan dewasa adalah kekeliruan yang besar. Apalagi tiada penjelasan yang masuk akal.

Hasil capture Facebook | Dok. pribadi
Hasil capture Facebook | Dok. pribadi

Valentine's Day akan lebih bermanfaat dan bermakna, jika mereka bisa ditantang untuk mampu melakukan kebaikan bagi sekitarnya. Bukankah seperti itu auh lebih bermanfaat dan bisa menumbuhkan optimisme akan masa depan bangsa berada tepat ada di tangan generasi penerus yang semakin lebih baik lagi.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Selamat ber-kasih sayang pada sesama....

 

Hendra Setiawan
Revisi 14.02.2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun