Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Foto] Tetra Rembulan dan Konjungsi Planet (Kisah Sang Tetra Rembulan - 2/2)

23 Mei 2019   19:20 Diperbarui: 25 Mei 2019   15:39 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu pula dengan posisi dan kecerahan Bulan, yang senantiasa berganti fasa setiap hari dalam kurun waktu satu bulan.

Jadi, jika kita melihat posisi bulan setiap hari, akan selalu berubah. Tidak bisa tetap, meskipun pada jam pengamatan yang sama.

Bulan Biru: Kiasan atau Nyata?

Sebelum menutup tulisan ini, menjawab sebuah pertanyaan yang muncul, “Mengapa harus disebut Bulan Biru sebagai nama lain dari purnama ekstra?”

Sebutan ‘biru’ ada hubungannya dengan kata dalam bahasa Inggris kuno, “belewe”, yang artinya berkhianat. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, kata itu bermetamorfosa menjadi ‘blue’ yang artinya biru.

Bulan ‘pengkhianat’? Hehehe... lucu ya kedengarannya. Barangkali karena kemunculan empat purnama dalam satu musim adalah sesuatu yang tidak terjadi setiap saat. Maka kedatangannya tersebut tidak sesuai dengan ‘kebiasaan’ pada umumnya. Jadi ia ‘berkhianat’, ingin menonjolkan diri. Hahaha....

Tapi, apakah Bulan Biru itu cuma sebatas kiasan semata? Tak ada yang benar-benar nyata, bulan berwarna biru?

Secara teoritis sangat mungkin. Tetapi memang hampir dan sangat jarang terjadi. Sebab prasyaratnya adalah apabila sinar bulan terhamburkan oleh partikel-partikel di atmosfer (udara). Dan, ...  dan ukuran partikel ini pas, sehingga jauh lebih banyak sinar merah yang terhamburkan daripada sinar biru. Sehingga, akibatnya, mayoritas sinar yang sampai ke mata kita (atau detektor) adalah sinar biru. Maka, Bulan akan nampak kebiruan.

Berapa banyak dan besaran partikel itu? Sangat-sangat banyak, dan partikel tersebut berukuran sekitar 1 mikron. Berapa itu, yakni 1 per sejuta meter. Oops... Suangatttt kecil, kan...?!

Meskipun sangat jarang dan hampir mustahil, tapi bukan berarti tidak pernah ada. Namun, kadang-kadang gunung berapi juga melontarkan partikel berukuran super kecil seperti itu. Demikian juga dengan kebakaran hutan yang begitu hebat. Maka, warna Bulan akan tampak menjadi berwarna biru karena peristiwa-peristiwa alam tadi.

Hal seperti demikian pernah terjadi sesudah Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Abu yang dilontarkan gunung berapi ini sebagian besar berukuran 1 mikron. Ukuran yang sedikit lebih besar dari panjang gelombang sinar merah, yaitu antara 0,62–0,75 mikron.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun