“Mbaknya mau turun di mana?”
“Di halte seberang itu, Mas...”
Hahaha… Yaelah, kalau niatnya mau menyeberang jalan saja, yang panjangnya mungkin 20 meteran atau lebih, kok ya bisa-bisanya naik bus?! Berapa lama waktu yang diperlukan? Bisa 1 jam. Padahal kalau mau berjalan kaki, tidak lama. Paling menunggu jalan agak sepi. Apalagi sudah ada alat bantu penyeberangan. Paling lama juga tak butuh waktu 5 menit sudah sampai tujuan.
Ya, begitulah salah satu kisah unik dari para penumpang yang ingin mencoba naik Suroboyo Bus. Bus ini rutenya bisa bolak-balik arahnya. Itu kalau melewati jalan yang sama dua arah. Jadi kita bisa naik pada halte yang sama dengan turunnya.
Kala itu, Suroboyo Bus masih melayani satu koridor, jalur selatan-utara. Mulai dari terminal Bungurasih sampai Jembatan Merah PP.
Supaya tidak terlalu panjang tulisan ini dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama ini adalah jalur selatan-utara tersebut. Selanjutnya adalah jalur yang baru, koridor timur-barat. Mulai dari jalan depan kampus ITS ke Unesa (Universitas Negeri Surabaya) PP.
Penuh tapi Tetap Nyaman
Kalau ingin tahu di mana Suroboyo Bus akan berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, cukup amati adanya stiker yang ditempel. Bisa pada tanda rambu atau bak sampah seperti ini. Itu kalau sedang tak menemukan bangunan halte.
Waktu mencoba kali pertama, di daerah Jembatan Merah, berbarengan dengan rombongan keluarga dan perorangan yang juga sama-sama ingin naik Suroboyo Bus. Saat menanti, seorang warga lansia bercerita. Rumahnya sebenarnya tidak terlalu jauh dari sini. Tetapi menuju ke tempat ini, justru dengan menggunakan mobil online. Wah,... jadi bila dihitung, lebih mahal ongkos mobil online-nya, ya, kalau begini. Naik bus-nya malah gratis. Tak apalah, demi kebersamaan bersama buah hati...
Sebenarnya sudah pada tahu, kalau hari Minggu atau hari libur, yang ingin naik Suroboyo Bus jauh lebih banyak. Apalagi bulan-bulan awal sejak peluncurannya. Minat masyarakat tinggi. Tetapi karena sudah diniati, mau tak mau, ya tanggung risikonya. Kalau tak bisa terangkut, terpaksa nunggu antrian berikutnya.
Untungnya –di sini istilah yang dipakai– helper atau crew-nya cukup baik. Kali ini, ia tidak serta menolak, meski jumlah rombongan banyak. Sebab, dari data elektronik yang tercatat, sudah ketahuan para penumpang turun di mana. Meskipun awalnya harus berdiri, pada halte-halte berikutnya banyak penumpang yang turun. Jadi masih diperbolehkan naik.
Setelah itu, bus tidak mengangkut banyak penumpang lagi karena sepertinya sudah kapasitas maksimum. Juga, kebanyakan di antaranya turun di halte terakhir, di terminal Purabaya alias Bungurasih.
High Technology
Setelah penumpang masuk ke dalam bus, yang pintunya ada di bagian depan dan tengah, tampak jelas akan terihat perbedaan yang menyolok. Di deretan depan yang posisinya rendah, bus dirancang khusus untuk lansia dan wanita serta penumpang prioritas (wanita hamil dan difabel). Sedangkan penumpang umum, berada di bagian belakang, yang posisinya lebih tinggi.
Buat penumpang yang tidak kebagian tempat duduk, jika berada di posisi tengah, dekat pintu, tetap harus berhati-hati. Apalagi ketika bus sedang menaikkan atau menurunkan penumpang. Sebab pintu busnya otomatis.
Selain itu, kaca busnya juga bening, transparan dan lebar. Jadi bisa melihat pemandangan di luar dengan leluasa. Bisa pula memotret suasana di luar.
Hahaha..., tentu sama: nol rupiah. Tidak berbayar alias gratis. Namun syaratnya, harus menukarkan gelas atau plastik bekas botol minum. Mudah dan murah saja. Gelas plastik, cukup 10 buah. Botol tanggung, 5 buah. Atau botol besar, 3 buah.
Untunglah, si Mas helper-nya berbaik hati. Mereka tidak perlu diturunkan karena tidak membawa alat pembayaran yang dimaksud. Buat yang kali pertama naik, masih di-“maaf”-kan. Selanjutnya, tidak bisa lagi demikian.
Ya, sebenarnya, kalau tak mau repot-repot bawa plastik seperti itu, calon penumpang bisa menukarkannya secara langsung dengan kartu khusus. Ada dua tempat, yaitu di terminal Bungurasih dan di halte Jalan Rajawali. Akan ada petugas khusus yang menangani. Plastik yang sudah terkumpul dari masyarakat ini, selanjutnya akan dikumpulkan lagi oleh petugas lapangan untuk dibawa ke gudang penyimpanan.
Titik Balik
Yup, setelah menukar dengan kartu setor sampah ini, perjalanan balik masuk ke dalam kota Surabaya akan dimulai kembali. Tetap harus mengantri. Kecuali diizinkan crew dan mau berdiri, silakan ngikut...
Tapi kalau punya waktu yang agak longgar, bisa menunggu lagi. Supaya bisa mendapat tempat duduk mulai awal. Tidak masalah.
Seperti pada foto di atas, terlihat stiker biru bergambar orang duduk di kursi roda. Artinya, bus ini juga ramah bagi para difabel. Busnya berjenis low deck. Jadi penumpang yang menggunakan kursi roda, tetap bisa masuk. Ia akan mendapatkan tempat khusus di dalam bus ini. Jadi jangan kuatir. Petugas akan membantu.
Selama dalam perjalanan ini, televisi menyajikan beragam kegiatan dari pemerintah kota Surabaya. Sementara running text akan menunjukkan posisi bus saat itu. Jadi penumpang bisa bersiap-siap jika hendak turun.
Pengumuman audio-nya sendiri cukup unik. Sebab mempergunakan tiga bahasa: Inggris, Indonesia dan Jawa dialek Surabaya. “Next destination..... Mari ngene mandeg ndhek halte .... (sesaat lagi berhenti di halte....)”. Hehe... lucu dengarnya!
Suroboyo Bus ini bisa menampung sebanyak 67 penumpang. Penumpang berdiri disediakan untuk 26 orang. Penumpang duduk sebanyak 41 orang. Dari jumlah itu, 16 di antaranya khusus disediakan untuk wanita dan penumpang khusus (ibu hamil, dan warga lanjut usia (lansia). Juga untuk penyandang disabilitas. Sisanya, 25 tempat duduk lain, disediakan bagi penumpang umum (laki dan perempuan; termasuk anak-balita).
Misalnya ikon patung Sura dan Buaya di sebelah kiri jalan. Atau Tugu Pahlawan pada sisi sebelah kanan jalan. Atau taman-taman yang indah di median jalan.
Oya, kalau masih punya tenaga ekstra, bisa meng-eksplore warisan kota lama Surabaya. Daerah sekitar tempat ini adalah tempat yang pas. Ya, Jembatan Merah adalah kawasan legendaris Kota Pahlawan.
Atau kalau sekadar melepas lelah setelah perjalanan panjang ini, bisa mampir ke Taman Sejarah. Disebut begitu, karena di sekitar lokasi inilah, Mallaby terbunuh oleh arek-arek Suroboyo, yang kelak menghasilkan peristiwa bersejarah 10 Nopember 1945. Tapi, sebenarnya, sejarahnya bukan itu saja. Ada sejarah lain jalan Pos warisan kolonial Belanda, dan legenda kepahlawanan lokal. Banyak cerita menarik yang tersimpan dari sini.
©Hendra Setiawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H