Sebenarnya sudah pada tahu, kalau hari Minggu atau hari libur, yang ingin naik Suroboyo Bus jauh lebih banyak. Apalagi bulan-bulan awal sejak peluncurannya. Minat masyarakat tinggi. Tetapi karena sudah diniati, mau tak mau, ya tanggung risikonya. Kalau tak bisa terangkut, terpaksa nunggu antrian berikutnya.
Untungnya –di sini istilah yang dipakai– helper atau crew-nya cukup baik. Kali ini, ia tidak serta menolak, meski jumlah rombongan banyak. Sebab, dari data elektronik yang tercatat, sudah ketahuan para penumpang turun di mana. Meskipun awalnya harus berdiri, pada halte-halte berikutnya banyak penumpang yang turun. Jadi masih diperbolehkan naik.
Setelah itu, bus tidak mengangkut banyak penumpang lagi karena sepertinya sudah kapasitas maksimum. Juga, kebanyakan di antaranya turun di halte terakhir, di terminal Purabaya alias Bungurasih.
High Technology
Setelah penumpang masuk ke dalam bus, yang pintunya ada di bagian depan dan tengah, tampak jelas akan terihat perbedaan yang menyolok. Di deretan depan yang posisinya rendah, bus dirancang khusus untuk lansia dan wanita serta penumpang prioritas (wanita hamil dan difabel). Sedangkan penumpang umum, berada di bagian belakang, yang posisinya lebih tinggi.
Buat penumpang yang tidak kebagian tempat duduk, jika berada di posisi tengah, dekat pintu, tetap harus berhati-hati. Apalagi ketika bus sedang menaikkan atau menurunkan penumpang. Sebab pintu busnya otomatis.
Selain itu, kaca busnya juga bening, transparan dan lebar. Jadi bisa melihat pemandangan di luar dengan leluasa. Bisa pula memotret suasana di luar.
Hahaha..., tentu sama: nol rupiah. Tidak berbayar alias gratis. Namun syaratnya, harus menukarkan gelas atau plastik bekas botol minum. Mudah dan murah saja. Gelas plastik, cukup 10 buah. Botol tanggung, 5 buah. Atau botol besar, 3 buah.
Untunglah, si Mas helper-nya berbaik hati. Mereka tidak perlu diturunkan karena tidak membawa alat pembayaran yang dimaksud. Buat yang kali pertama naik, masih di-“maaf”-kan. Selanjutnya, tidak bisa lagi demikian.