Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Gubeng Boulevard, Kisah Terpendam dari Amblesnya Jalan

23 Desember 2018   20:53 Diperbarui: 23 Desember 2018   21:07 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
capture dari ig dan berita online yang tertera

Kalau tak mampu belajar teori, daalm praktik, itu bisa kok dilihat dan diperhatikan. Genangan air yang semula kecil, mengelupas lapisan aspal. Batu, pasir, kerikil, tak lagi lekat. Protol, berpencar satupersatu. Lama-lama berlubang. Kecil dan terus membesar.

Nah, luasan dari jalan raya yang ambles itu, di media ada yang menulis 30, ada yang 50, juga 100 meter. Jalannya sudah ditutup total, kecuali yang berkepentingan yang boleh masuk. Petugas atau pewarta berita dan foto, masih diperbolehkan. Jadi, ya anggap saja perhitungannya benar. Kalau mau menghitung sendiri, ya berisiko, hehe...

Sedangkan lubang ke dalamannya, awalnya ada yang menulis 10 meter. Lalu bertambah esoknya menjadi 20 meter. Anggap saja data itu jugabenar.

Jadi bayangkan saja ada lubang besar yang sangat dalam. Berukuran 30-50-100 meter panjang kali lebarnya. Terus kedalamannya 10-20 meter. Amblesnya tiba-tiba dan tanpa ada korban. Hebat to skenario yang Mahakuasa....

sumber: instagram dishubsurabaya
sumber: instagram dishubsurabaya

Ya, barangkali ini juga sebagai peringatan. Kawasan tempo dulu sejak zaman Belanda di sekitar tahun 1900 (akhir 18 sekian hingga awal 19 sekian) yang bernama Goebeng Boulevard itusudah jauh berbeda kondisinya kini.


Kawasan hunian kolonial Belanda ini, beserta jalan-jalanpenghubung di sekitarnya, yang bernama pulau-pulau, itu sebenarnya elok denganbangunan-bangunan yang rata-rata sama bentuknya. Maklum saja, namanya kawasanpermukiman. Coba googling saja. Di sekitar jalan Raya Gubeng ini ada yang bernama jalan Sumatra, Irian Barat, Sulawesi, Bawean, Lombok, Flores, Biliton, Nias, Sumbawa, Bali, Jawa, Bangka, Kalimantan, Karimunjawa. Indonesia banget ya...

Sebagiannya masih asli. Tampak depan khas bangunan kolonial. Tapi sebagian besar sudah berganti rupa. Bangunan asalnya sudah amblas. Hilang karena sudah hancur, ratatanah dan dibangun rumah dan gedung baru. Ada banyak hotel, apartemen sertabangunan komersial lain yang bertingkat tinggi.

Jadi, kalau makin banyak tanah berbeton, maka air akanmencari tempat ke mana ia harus pergi. Kalau lapisan pengunci dirinya hilang,otomatis ia akan terus bergerak hingga posisinya stabil. Barangkali begitu teori dalam pembahasaan awam.

sumber: tropenmuseum
sumber: tropenmuseum

 

 

GubengTempo Dulu 

Sedikit luput dari perhatian, dari rongga besar yangterlihat, komunitas yang bergelut di bidang sejarah tentunya memberi perhatian pada rangkaian besi yang ada dan patah. Kalau diperhatikan dengan baik, foto yang beredar di internet diperbesar, tampak kentara adabesi memanjang yang menggantung dan putus. Memang ada apa sebenarnya di bawahjalan yang ambles itu?


Jelasnya, selain pipa PDAM, jaringan listrik, telepon dangas (?), kawasan ini dulunya memang pernah dilalui yang namanya tram atau trem (lidahlokal orang menyebutnya) yang menggunakan listrik. Sebab, pada jalur lain,tram-nya menggunakan uap. 


Sejenis apa itu? Tram itu sejenis KA, kereta api, tapimelintasi jalan yang ada di dalam kota. Kata orang tua, yang dulu pernahmenikmati, moda ini begitu diminati, hingga harus rela untuk berdiri. Tak kebagian tempat duduk, tak mengapa; asal masih bisa naik. Tapi adanya hinggatahun 1960-an. Menjelang atau tahun 1970-an, ia sudah tidak beroperasi lagi.

 

sumber: FB surabaya tempo dulu
sumber: FB surabaya tempo dulu
Lalu ke mana relnya? Masih tetap ada. Tapi sudah tertimbun, dan terlupakan. Berapa dalamnya? Bervariasi. Tapi bisa mencapai 1-2 meter. Tahunya dulu, waktu ada penggalian untuk proyek tak tau namanya. Wong kebetulan pas lewat. Tapi bukan di Raya Gubeng ini.

Nah, sederhana saja, coba hitung. Misalnya setiap tahun, jalannya ditambal atau diaspal dengan ketebalan 5-10 cm. Dalam 10 tahun berarti 10 x (5 atau 10 cm) = 50 atau 100 cm (1 m). Sekarang 2018. Terakhir 1968 (kalau di-pas-kan angkanya), berarti sudah 50 tahun. Ya, ampun.... tua banget, haha.... Artinya 50 x 5 atau 100 x 5 = 250 atau 500 cm. Atau di kedalaman 2,5 -- 5 meter rel itu tertimbun.

Hmmm, dalam juga....! Beneran itu? Entahlah ukuran sebenarnya. Itu perhitungan teori. Dalam praktiknya saya gak diajak ngukur, hehe.... Jelasnya bervariasi di tiap titik jalan. 

SistemTransportasi Tempo Dulu

Tram Surabaya awalnya dikelola oleh beberapa perusahaanyang tergabung dalam Oost JavaStoomtram (OJS) Maatschappij. Disingkat OJSM saja ya, biar lebih simpel.

OJSM didirikan di Negeri Belanda pada 7 Juni 1888. Iamerupakan gabungan dari beberapa pengusaha/pemilik modal yang berasal dariAmsterdam, Graven's hage, Roterdam, dan beberapa kota di negeri Belanda. Pada tahun1910, OJS mendapatkan ijin mengelola trem listrik di kota Surabaya dansekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun