Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Anomali Dingin di Kala Panas Itu Bernama Bediding

3 Agustus 2018   17:00 Diperbarui: 3 Agustus 2018   17:00 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wah, ini aplikasinya error atau benar begini, ya?!" Wiihhh... Surabaya saja suhu udaranya bisa serendah ini. Bagaimana dinginnya kota lain yang suhu udara rata-ratanya rendah...?"

Ya... alat bantuan pendeteksi suhu udara yang tersedia secara online, setidaknya memberikan bantuan gambaran berapa tinggi atau rendahnya suhu udara yang terjadi. Sama seperti prakiraan cuaca, yang memberikan petunjuk bagaimana cuaca pada beberapa saat atau hari ke depan. Dengan begitu, setiap kita bisa bersiap-siap menghadapi perubahan cuaca yang sedang terjadi.

 Bediding; Sebenarnya Fenomena Alam Biasa

Kemarin, saya mengalami kedinginan usai mandi. Justru bukan karena waktu mandinya yang agak malam. Sebaliknya, karena lebih sore. Jangan-jangan karena faktor tubuh yang tak sehat. Tapi ternyata juga tidak. Sebab ungkapan yang sama juga terjadi pada beberapa orang yang lain. Itu artinya, terjadi kesamaan pengalaman. Serupa di lain tempat pada kisaran waktu yang tidak terlampau berbeda.

Memang bisa saja memantau kondisi beberapa kota di Indonesia melalui aplikasi suhu (accu weather), tapi bagi penulis cukuplah mengambil sampel kota Pahlawan ini. Sebab sudah jamak dikatakan, Surabaya kotanya terkenal panas. Bisa benar begitu, tapi beberapa tahun belakangan ini tidak juga, sebab banyaknya penghijauan yang terjadi secara masif di kota ini. Suhu udaranya bisa menurun 1-2 derajat.

Seperti yang bisa dirasakan banyak orang, sejak memasuki bulan Juli dan Agustus ini, ketika musim kemarau tiba, justru terjadi anomali cuaca. Hawa dingin justu terasa pada musim kemarau yang seharusnya lebih hangat atau panas.

Masyarakat Jawa biasanya menyebut perubahan suhu di luar hal yang tidak semestinya terjadi itu dengan "Bediding" (baca: mbedhidhing).  Maksudnya adalah perubahan suhu yang mencolok, khususnya di awal musim kemarau. Suhu udara menjadi sangat dingin menjelang malam hingga pagi hari. Sementara, di siang hari, suhu bisa melonjak hingga panas menyengat.

Meskipun demikian, semilir hawa dingin masih tetap terasa. Suhu tubuh yang hangat di kala siang, namun hembusan angin membuat bulu kuduk berdiri. Demikian dengan suhu air tanah, bisa jadi lebih hangat, karena panas tubuh yang cenderung rendah. Namun, jika mandi, bisa terasa lebih dingin dari yang dibayangkan, dan bisa menggigil jika terkena angin yang datang.

Musim Bediding yang terjadi pada pertengahan tahun ini disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut, posisi matahari berada pada posisi terjauh (aphelion), yakni berada di sebelah utara garis katulistiwa. Hal ini menyebabkan belahan bumi di sebelah utara menjadi panas dan sebaliknya, di belahan bumi selatan menjadi dingin.

Beberapa daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Bali mengalami yang namanya bediding ini. Karena letaknya berada di sebelah selatan garis katulistiwa, menyebabkan kondisi suhu udara menjadi lebih dingin dari biasanya. Angin musim dingin dari Australia turut andil dalam menjadikan wilayah-wilayah tersebut menjadi lebih dingin.

Tak Terkait Aphelion

Terjadinya bediding ini, sempat pula muncul pesan/berita viral mengenai penyebab dari fenomena suhu ekstrim karena posisi aphelion tersebut. Sesungguhnya info itu tidak tepat demikian adanya.

Fenomena aphelion ini adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali, pada kisaran bulan Juli-Agustus. Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia.

Faktanya, penurunan suhu belakangan ini lebih dominan disebabkan karena kandungan uap di atmosfer cukup sedikit. Maka, penduduk yang tinggal di wilayah Indonesia, khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT mengalami dampak bediding.

Secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini, menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari, tidak tersimpan di atmosfer. Dengan begitu, energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi, menjadi tidak signifikan. Atas kenyataan inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau, justru relatif lebih rendah dibandingkan pada saat terjadi musim hujan atau peralihan.

Suhu udara dingin dipengaruhi siklus musim kemarau, yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi bumi langsung ke daerah yang lebih tinggi. Sedangkan pada musim penghujan, panas bumi tertahan awan, sehingga dipantulkan kembali ke bumi. Ini yang menyebabkan suhu udara menjadi lebih panas dibandingkan musim kemarau.

Selain itu, fenomena dingin yang dirasakan di sebagian wilayah Indonesia, juga dipengaruhi denga takaran jumlah awan di langit akibat musim kemarau. Karena hampir tidak ada awan saat malam hari, radiasi matahari yang diserap bumi saat siang akan kembali ke atas, tanpa ada halangan awan, sehingga suhu jadi dingin

Jadi, kondisi cuaca yang terjadi saat ini tak ada hubungannya dengan aphelion. Suhu udara yang naik turun itu dipengaruhi oleh distribusi panas di bumi, akibat perubahan tahunan posisi matahari.

Pada bulan-bulan ini, matahari berada di bumi belahan utara, sehingga bumi belahan selatan mengalami musim dingin. Akibatnya, tekanan udara di bumi belahan selatan juga lebih tinggi daripada bumi belahan utara. Kondisi demikian menyebabkan angin bertiup dari arah selatan ke utara. Angin ini pula yang mendorong awan menjauh ke utara, sehingga di Indonesia mengalami musim kemarau.

Simulasi posisi matahari terhadap bumi/bmkg.go.id
Simulasi posisi matahari terhadap bumi/bmkg.go.id
Pada musim kemarau seperti saat ini, angin datang bertiup dari arah Australia, yang kini sedang mengalami musim dingin. Itulah sebabnya masyarakat di daerah selatan khatulistiwa mendapatkan imbas mengalami udara yang dingin.

Jadi sekali lagi, tidak ada hubungan antara bediding dengan posisi aphelion. Kalaupun memang perubahan jarak matahari ke bumi ada kaitannya, tapi pengaruhnya tidak terlalu signifikan mempengaruhi suhu permukaan bumi.

***

Nah, demikianlah kisah. Bagi penyuka dingin, enak ya kondisi seperti ini.  Bisa lebih irit. Mengurangi pemakaian pendingin udara. Tapi bagi yang tak kuat dingin, ya, nikmatilah saja. Anggap saja wisata ke puncak, hehe...

-end-

***

Sumber bacaan:

https://id.wikipedia.org

https://www.bmkg.go.id

https://www.liputan6.com

https://sains.kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun