Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surabaya Satu Nyali, WANI Melawan Terorisme

28 Mei 2018   17:15 Diperbarui: 28 Mei 2018   17:46 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber sudah tercantum pada gambar

"Waktu itu saya di pasar Pucang, tiba-tiba terdengar booomm... Saya kira apa? Bom itu. Bukan, Bu... Kami para ibu yang lagi berbelanja beradu argumen sendiri soal bunyi itu. tiba di rumah, nonton TV, ternyata benar: bom. Saya langsung lemas," kisah seorang ibu pada kami, para penumpang.

Pasar Pucang dan lokasi dari GK. SMTB di jalan Ngagel Madya kurang lebih 1-5 hingga 2 km. Jadi, ya memang efek ledakannya begitu dahsyat.

Ini seakan menegaskan kesaksian dari salah satu penjual es jeruk yang biasa mangkal di dekat gereja. Di siaran TV lokal sore itu, ia mengaku sempat terlempar hingga 15 meteran. Bahkan yang lebih horor lagi, potongan tubuh yang terlempar.

Ah... benar-benar mengerikan jika mendengar tuturan para saksi mata ini.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Surabaya Melawan

Sama seperti kota besar lain, barangkali ini juga dapat menjadi pelajaran berharga. Kadang kita perlu waspada terhadap siapapun yang perilakunya dinilai tidak wajar. Sebab, kebanyakan kini kita menjadi acuh dengan para tetangga, para pendatang. Sifat saling perhatian dan saling menjaga warisan leluhur, sudah mulai banyak ditinggalkan. Jadi, teroris itu bisa saja muncul dari manapun. Ia bisa bisa menyaru menjadi apa saja di sekitar kita.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Bom menggelegar. Citra kota jadi ternoda. Nama Surabaya yang positif di mata internasional bisa langsung drop dengan kejadian seperti ini. Padahal baru saja Surabaya ketempatan pertemuan internasional UNESCO Asia Pasifik yang membahas kota layak anak (6-8 Mei 2018). Teroris malah memanfaatkan anak-anak. Duh....

Gerak cepat pun segera berlangsung menyikapi kejadian ini. Selain aksi lilin di kawasan Tugu Pahlawan, juga spanduk-spanduk 'perlawanan' khas arek Suroboyo.

"Surabaya Melawan Teroris, Kami Tidak Takut,  Kita Bersama,  Suroboyo Wani, Iki Suroboyo Cuk, Pray for Surabaya" dan sebagainya, menjalar liar tanpa komando. Tagar di media sosial (medsos) dan heroisme lewat spanduk ini adalah sebagian kecil ungkapan dari wujud kecintaan arek-arek Suroboyo.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Melalui pesan-pesan tulisan, seakan hendak menegaskan jatidiri. Kami tidak takut,  wahai teroris.  Kami di sini bersatu untuk melawanmu.  Iki Suroboyo,  cuk!  Jangan buat rusuh kota Pahlawan ini.  Darah para pejuang,  masih mengalir pada jiwa dan semangat generus kota dan bangsa ini.

Kami bersama.  Kami satu nyali: WANI untuk melawanmu.  #KamiTidakTakut,  #LawanTerorisme. Ini kota kami.  Kota yang kami cintai dan banggakan.  Siapapun yang mencoba memporak-porandakan keharmonisan ini,  bersiaplah untuk angkat kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun