Rujak Uleg, festival khas arek-arek Suroboyo. Sudah berapa kali ya diadakan? Menurut informasi yang didapatkan, tahun 2016 ini adalah penyelenggaraan kali ke-14, sejak diselenggarakan mula pada tahun 2002. Berarti, kalau dihitung-hitung, cuma satu kali absen.
Baru berkesempatan hadir 3 tahun terakhir, penyelenggaraan
Festival Rujak Uleg (FRU) dalam rangka HJKS (Hari Jadi Kota
Surabaya), tetap berlangsung semarak (meskipun berbeda kapasitasnya). Ikon
kuliner tradisional selain semanggi dan lontong balap ini nampaknya menjadi magnet salah satu agenda
wisata tahunan pemerintah kota.
Benar saja, dua kali mendapat rekor MURI untuk kategori pembuat rujak uleg terbanyak, tahun ini sebanyak 1.500 peserta ikut serta di dalamnya. Jumlah ini lebih tinggi tahun 2009 yang diikuti 1.320 orang. Dari jumlah ini, peserta terbagi menjadi 255 tim; terdiri dari kategori masyarakat umum dan 24 di antaranya adalah grup peserta dari kategori hotel berbintang.
Cingur yang dihias, lucu...
Ribuan penonton dari berbagai daerah di Indonesia, juga undangan dan wisatawan asing,
tumplek blek memenuhi kawasan pecinan kya-kya jalan Kembang Jepun Surabaya. Di area yang berbatasan langsung dengan situs bersejarah Jembatan Merah, dpilih bukan tanpa sebab. Ingin menghidupkan kawasan bisnis tempo dulu.
Lokasi penyelenggaraan, dipotret dari Jembatan Merah
Rujak uleg yang khas dari Surabaya adalah adanya
cingur alias moncong sapi. Rasanya empuk dan kenyal. Ditambah dengan campuran bumbu petis nan hitam hitam legam plus beberapa sayur dan aneka buah. Saat semua bercampur, dan tentu dengan lombok yang bisa disesuaikan selera, itulah kenikmatan sajian tradisional yang sehat ini. Tapi, mayoritas tentu rasanya pedas. Jadi dalam FRU, jika kita ingin mencoba (tenang, semuanya gratis :)... mencicipi, siap-siaplah berkeringat.
FRU memang khas asli Surabaya, tidak ada duanya di nusantara, bahkan di dunia. Pemkot Surabaya melalui FRU konon sudah mematenkannya sebagai milik masyarakat Surabaya. Yang unik lagi dalam gelaran FRU, setiap tim yang rata-rata berjumlah 6 orang ini dituntut bukan sekadar menyajikan seporsi rujak uleg yang
nyam-nyam rasanya
.
Penilaian tidak hanya soal rasa, tapi juga gaya busana dan atraksi. Tentu saja, ini yang jadi suguhan unik, menarik, dan menghebohkan. Butuh stamina tinggi, karena cuaca kota Surabaya cenderung panas.
Nguleg rujak sambil joged, yel-yel, dan berbagai kata-kata
support dan kebanggaan sebagai warga kota, tentu membuat keriuhan dan kemeriahannya makin menjadi-jadi.
Berbagai gaya busana dari adopsi cerita pewayangan, gaya tradisional, hingga modern seperti kostum bola, hingga superhero, semua ada. Paket lengkap..., sebab kostum pun dibuat semenarik, seunik dan se-khas mungkin. Ada peserta yang mempersiapkan hanya hitungan hari. Ada pula yang seminggu atau lebih. Paling tidak, minimal satu bulan mempersiapkan diri supaya tampil all out.
Nguleg bareng, hasilnya dinikmati bareng
Kegembiraan bersama seluruh warga yang terlibat, adalah sebuah ide brilian. Bahwa penyelenggaraan HUT memang senyatanya milik setiap warga kota (penduduknya). Berbagi keceriaan, menjadikan kedekatan ini sebagai sarana pembangunan wajah dan karakter kota yang menjadikan 31 Mei 1293 sebagai cukal bakal hari lahirnya.
Selamat ulang tahun ke-723 kotaku Surabaya....
- end-
*) sekelumit catatan ringan dalam perjalanan via KA
Catatan:
1. Seluruh foto adalah dokumen pribadi.
2. Keseruan aksi peserta (video tahun kemarin) dapat disaksikan di https://www.youtube.com/watch?v=7727u46WBuA&spfreload=5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya