Pada masa pandemi virus corona, suatu situs berita nasional sangat sering memposting pendapat beberapa pihak siapa pesepakbola terbaik di antara Lionel Messi vs Cristiano Ronaldo. Postingan itu membuat saya tidak tertarik membaca artikelnya karena beberapa alasan. Artikel yang ditulis tidak memberi informasi yang memuaskan, judulnya lebih heboh dari isinya. Topik siapa yang terbaik, Lionel Messi vs Cristiano Ronaldo mungkin dianggap topik yang bisa "mencapai target" keuntungan online.
Sepakbola bukan satu-satunya cabang olahraga populer; banyak cabang olahraga populer karena olahraga sangat luas. Penggemar sepakbola akan selalu terpecah sekalipun mereka mengaku memberikan penilaian tidak bias. Namun, pendukung Lionel Messi pasti mati-matian membela pesepakbola Argentina ini dan mengklaim bahwa La Pulga inilah yang terbaik, bahkan bagi pendukung fanatiknya Lionel Messi adalah pemain sepakbola terbaik sepanjang masa. Dan, pendukung Cristiano Ronaldo juga melakukan klaim yang sama.
Banyak tulisan sudah dibuat dalam berbagai bahasa oleh beberapa kalangan tentang siapa yang terbaik antara Lionel Messi vs Cristiano Ronaldo. Banyak perdebatan yang tidak signifikan, dan tidak sedikit penulis berusaha objektif dan menganalisa kedua pemain ini dari berbagai kategori.
Misalnya, ANDRES EHRLI, penulis artikel 'Lionel Messi vs. Cristiano Ronaldo: Analyzing Who's Better in 20 Categories'. Wow...20 kategori! Penulis ini tentu membuat eksperimen untuk menganalisis dan menyimpulkan hasil ke 20 kategori itu. Hasilnya? Penulis artikel ini menyerahkan kepada para pembaca untuk memutuskan siapa pesepakbola terbaik.
Nampaknya, semakin banyak penulis berusaha objektif, semakin sulit mereka menentukan siapa yang terbaik di antara kedua pemain sepakbola ini. Padahal kedua bintang sepakbola ini masih aktif - hanya pandemi virus corona yang terjadi di seluruh dunia yang membuat penggemar sepakbola tidak bisa menikmati aksi keduanya di lapangan akhir-akhir ini.
Kedua pemain masih aktif bahkan masih menjadi andalan baik di klub maupun di tim nasional masing-masing walaupun usia keduanya tidak tergolong muda lagi untuk ukuran pemain sepakbola. Semua komentar dan pernyataan yang berkaitan dengan karir sepakbola mereka yang pernah disampaikan kepada wartawan dan pihak-pihak lain ada jejak digitalnya. Fakta atau hoaks menyangkut kedua pemain ini masih bisa dikonfirmasi atau diklarifikasi langsung kepada yang bersangkutan.
Kita di Indonesia bisa memetik pelajaran yang baik dari fenomena kedua olahragawan dunia ini, dan tidak hanya sekedar mengulang atau menerjemahkan pendapat atau tulisan jurnalis atau penulis asing tentang keduanya. Mereka populer karena performa dan prestasi mereka terutama bersama klub masing-masing. Pencapaian yang tidak datang tiba-tiba.
Mereka memperolehnya tidak mengandalkan keberuntungan dan kesempatan semata, tidak mengandalkan hafalan atas teori sepakbola dan analisis para 'pakar strategi dan taktik'', dan tidak kalah penting, bukan hasil budaya instan-budaya yang sering mengabaikan kerja keras, tahan uji, dan keuletan.
Banyak testimoni yang menyatakan baik Lionel Messi maupun Cristiano Ronaldo tetap bekerja keras (berlatih keras) di saat tidak bertanding. Cristiano Ronaldo, misalnya, rajin mengunjungi gym melebihi rekan-rekannya sebagaimana dapat dibaca di situs goal.com.
Apa yang membuat kedua olahragawan dunia ini terkenal? Jawaban dari pertanyaan ini patut menjadi perhatian besar semua pihak di negara ini dan menjadi "roh" untuk mendorong kemajuan bangsa kita bukan hanya di bidang olahraga, namun juga di bidang-bidang lain termasuk untuk memajukan hubungan yang makin harmonis antar warga negara yang berbeda-beda dalam banyak hal. Interaksi sosial antar anak bangsa akhir-akhir ini rentan menuju kehancuran.
Saya sangat gembira mendengar jawaban murid-murid saya ketika mereka mengatakan dengan jelas bahwa "KEBEBASAN" berperan besar membuat olahragawan dunia seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo berprestasi super dan terkenal di seluruh dunia. "KEBEBASAN", kata yang gampang diucapkan tapi tidak mudah dipraktekkan dan dinikmati di Indonesia. Bahkan, saya menyaksikan tidak sedikit kalangan di masyarakat kita ketakutan terhadap kebebasan itu sendiri.